1. Apakah selama ini aku bermimpi?

21 1 0
                                    

"Leonard! Apakah kamu tahu apa yang kamu lakukan?" Aku dengan dingin menatap layar komunikasi di tanganku. Di layar itu, seorang pemuda tersenyum ke arahku, dia adalah Leonard, wakil tim dalam kelompok.

"Haha... Kapten, apakah kamu masih perlu menanyakan hal semacam itu?" Leonard masih memiliki senyum di wajahnya yang menjijikan ketika dia berbicara di layar komunikasi.

"Haha... Akhirnya bertahun-tahun usahaku tidak sia-sia. Sebentar lagi aku akan menjadi pemimpin tim di wilayah Asia! Hahaha...."

Aku hanya diam menatap dingin ke arah layar komunikasi. Tidak pernah sekalipun aku memikirkan, wakil kapten yang aku pilih dan aku percayai ini akan mengkhianatiku seperti ini.

Tapi, apa yang terjadi maka terjadi. Sejak awal aku menjadi anggota agen khusus, aku selalu sadar bahwa aku bisa mati kapan saja. Hanya saja aku tidak menyangka bahwa kematianku adalah hal yang diatur oleh orang yang aku percayai.

Aku sudah melihat semua area di ruangan ini yang memang berisi banyak bom nuklir skala kecil seperti yang Leonard katakan. Jadi aku hanya menunggu nasibku.

"Hm... Kapten. Apakah ada hal terakhir yang ingin kamu katakan? Sebagai bawahanmu yang baik, aku akan mencoba mengabulkan keinginan terakhirmu." Kata Leonard.

"Benarkah?" Kataku dengan penuh harap.

"Tentu."

"Maka lepaskan aku, keinginanku adalah untuk hidup." Kataku dengan tenang.

"Haha... Hidup? Apakah kamu bagitu bodoh? Dengarkan Andrean, aku telah menyiapkan. Jebakan ini khusus untukmu selama 4 tahun ini, dan sekarang akhirnya aku bisa membunuhmu. Tapi kamu meminta untuk hidup?" Leonard mencibir.

"Apakah kamu tidak bisa mengabulkannya?"

"Hmmpphh... Jika kamu tidak memiliki kata terakhir, maka selamat tinggal."

"Tunggu!!" Aku berteriak tepat sebelum Leonard menekan pemicu bom di ruangan.

"Apa?"

"Aku masih memliki kata terakhir." Kataku dengan tenang.

"Cepat katakan! Aku tidak memiliki waktu untuk berbicara omong kosong dengan mayat sepertimu."

Aku menganggukan kepala dengan santai dan memulai mengambil napas dalam-dalam.

"F*ck You!!" Aku berteriak sambil mengacungkan jari tengah kedua tanganku ke layar komunikasi, dan mematikan sambungan. Tidak peduli apa, nasibku sudah di tentukan.

.....

"Ini..."

Aku berdiri dengan bingung menatap peti kotak yang sepertinya terbuat dari kayu di depanku. Peti kotak itu telah terbuka, namun tidak ada apapun di dalamnya.

Sebagai seorang yang memiliki ingatan fotografis aku masih mengingat dengan jelas bahwa peti ini berisi cincin sederhana tanpa ukiran di atasnya. Pada saat aku menemukan cincin itu, entah mengapa aku merasa seperti aku harus selalu membawa cincin itu bersamaku.

"Tunggu... Apa-apaan ini?"

Tanpa sadar aku meletakan tanganku di leher, dimana aku menaruh cincin itu di kalung yang selalu aku pakai, namun saat ini kalung itu tidak ada.

"Tidak mungkin..." Baru saat ini aku menyadari ada yang salah dengan tubuhku.

Meskipun aku memiliki tubuh yang sempurna berkat latihan rutin yang aku miliki, namun usiaku sudah mencapai 32 tahun. Tapi apa yang aku lihat saat ini, tanganku sama sekali bukan tangan seorang yang berusia 32 tahun sama sekali.

Tiba-tiba aku memikirkan sesuatu yang kupikir mustahil terjadi. Ketika pikiran itu mulai merambat di benakku, aku bingung tidak tahu harus bagaimana, bahagia? Sedih? Menyesal? Marah?

SECOND CHANCE : REBORN From The FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang