Chapter 1 : Menang Lotre

53 3 0
                                    

Di hamparan ladang yang cukup lebar, burung-burung tampak beterbangan di atas padi-padi yang siap panen. Namun mereka terhalang oleh para manekin orang sawah yang terus-terusan menatap mereka dengan siaga. Padi-padi itu telah menguning dan siap untuk diolah menjadi beras. Hama-hama sawah sudah siap siaga ketika mereka pikir manekin itu semakin menjauh dan pergi. Namun, nyatanya manekin tidak bernyawa dan tidak akan pernah bisa berjalan.

Seorang gadis bertopi sedang mencabuti padi-padi itu sebelum burung-burung mengambilnya. Baru setengah yang ia dapat, namun teriknya matahari telah mengambil alih energinya. Ia memutuskan untuk duduk sebentar di pinggir sawah sambil mengibas-ngibaskan tangannya, sekedar agar dia tidak kepanasan. Peluh bercucuran dari kelenjar keringatnya melewati pipinya. Ia membenarkan posisi kaca matanya yang sesekali merusut karena keringat yang membuat kulitnya licin.

"Serena! Ayo makan dulu, nak."

Gadis itu menoleh menampakkan wajahnya yang cerah. Wajahnya kecil, hidungnya lurus dan mancung, bibirnya tebal dan ranum. Jika saja dia tidak memakai kacamata bundar ciri khas kutu buku itu, maka mata hijau emeraldnya akan terlihat jelas. Poni gadis itu dibiarkan menutupi keningnya dengan potongan lurus. Rambutnya yang berwarna coklat dikepang dua. Benar-benar standar seorang gadis kutu buku yang culun.

Serena langsung berlari dan menghampiri neneknya yang sudah duduk di gubuk di samping rumah kayunya. Ia memperhatikan neneknya yang sudah berkepala 9 namun masih dikaruniai kesehatan. Serena bahkan sempat bingung dengan neneknya yang masih memiliki semangat walaupun tubuhnya yang tak lagi muda seperti dulu. Serena mendudukkan dirinya di samping neneknya yang sudah kurus dan beruban. Ia mengusap tangan neneknya yang sudah mulai kusut dan tak kencang seperti dulu lagi.

"Aduh Nenek, Nenek tidak perlu repot seperti ini. Nenek lebih baik istirahat di rumah saja ya."

Nenek Serena hanya tersenyum lemah dan mengusap kepala Serena yang sedari tadi sudah melepas topi taninya. "Sudah, dimakan saja ubinya."

Serena hanya tersenyum kecut dan mengambil sepotong ubi madu yang dikukuskan neneknya. Ia memakannya dengan lahap sesekali menyeruput teh yang juga dibuatkan neneknya untuknya. Nenek Serena tersenyum kecil melihat cucu angkatnya yang sudah beranjak remaja itu. Ia memperhatikan ladang peninggalan suaminya yang selama ini hanya dirawat Serena seorang. Dalam lubuk hatinya, ia ingin Serena tumbuh menjadi gadis-gadis remaja yang normal. Dia tidak ingin Serena terus berkutat pada ladang suaminya itu.

Setelah Serena selesai makan, ia langsung melanjutkan pekerjaannya. Ia merasa staminanya sudah lebih banyak daripada yang sebelumnya. Sehingga ia mencoba untuk menyelesaikan pekerjaannya dalam waktu singkat. Ia mengangkat kedua tangannya ke arah setengah padi yang belum dipanen. Ia memejamkan kedua matanya sambil mengingat-ingat mantra yang sudah jarang ia gunakan lagi. Ia merapalkan mantra itu lalu seketika padi-padi itu tercabut sendiri dan masuk ke dalam karung. Serena tersenyum senang dan mengolah padi-padi itu hingga menjadi beras. Tentu saja hal itu dia lakukan dengan menggunakan sihirnya agar tidak memakan waktu terlalu lama. Walaupun sihir yang dilakukannya merupakan sihir yang paling dasar untuk dipelajari. Seharusnya untuk mempelajari sihir tersebut hanya diperlukan waktu 2 minggu, namun Serena memerlukan waktu satu bulan untuk bisa menguasainya. Memang, dia merasa bahwa dia tidak terlalu mahir dalam hal sihir. Jadi, selamat tinggal Wallace Academy.

Nenek Serena yang melihat Serena hanya bisa tersenyum kecut. Ia tahu bahwa Serena memiliki bakat dalam bidang sihir dan ia tahu bahwa sejak lama Serena begitu memimpikan untuk masuk Wallace Academy. Tak sengaja waktu itu Nenek Serena masuk ke dalam kamar Serena dan melihat pamflet yang diadakan Wallace Academy untuk melotre peserta yang bukan berasal dari keluarga bangsawan. Nenek Serena juga tahu bahwa sejak lama Serena ingin mengikuti lotre gratis itu namun ia tahu bahwa ia tidak bisa meninggalkan neneknya sendirian. Nenek Serena merasa bahwa rugi jika Serena hanya bisa melakukan sihir sebatas di ladang saja.

SERENA : The RebirthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang