Like a diamond in the sky.
Malam hari adalah satu-satunya waktu yang benar-benar aman untuk pergi keluar tanpa pakaian pelindung berat. Malam itu juga saat dimana Jungkook dan Jimin berbaring bersama di atap, menatap bintang-bintang, dan malam ini, tidak ada bedanya.
"Menurutmu bintang mana yang akan kita tuju?" Jimin bertanya.
"Bintang itu..," kata Jungkook, menunjuk ke arah langit malam.
"Hm.. bintang yang itu tidak terlihat indah, bagaimana dengan yang itu?" Jimin menunjuk ke bintang yang lain.
"Apa yang salah dengan bintang yang kupilih?" keluh Jungkook sambil menurunkan tangannya.
Jimin mengangkat bahu, "Tidak ada salah, hanya saja aku lebih suka yang itu." Jimin menurunkan tangannya namun tiba-tiba telapak tangan mereka saling bertemu, jari-jari itu terjalin erat.
"Bagaimana jika aku ingin pergi ke bintang yang kupilih?"
"Kalau begitu aku akan ikut denganmu."
"Apa kau akan tetap pergi denganku meskipun kau lebih suka bintang milikmu?"
"Tentu saja."
Keheningan, mereka terdiam sejenak.
Jungkook meraih jemari mungil Jimin dan meremasnya lembut, berbalik posisi untuk menghadapnya.
"Kita bisa pergi ke bintang pilihanmu."
"Kupikir kau lebih suka bintang pilihanmu," Jimin terkekeh lucu, menoleh untuk menatap mata Jungkook.
"Tidak, aku berubah pikiran."
Jimin meremas balik jari-jemari Jungkook, lebih erat. Keduanya memejamkan mata, tertidur oleh lantunan irama angin di udara, lebih tebal saat menyentuh pipi dan kulit kedua pemuda itu, membelai lembut rambut membawa mereka ke dunia mimpi. Jatuh tertidur mengikuti nafas satu sama lain, lagu terakhir yang Bumi nyanyikan.
Pagi datang menjelang dengan irama nyanyian burung-burung yang langka, manusia bukan satu-satunya makhluk yang tabah dan Darwinisme masih bertahan, radiasi gamma ataupun tidak. Semuanya belajar mengolah diri sendiri, mati dan beradaptasi. Semuanya menemukan segala cara untuk bertahan hidup, untuk survive.
"Hey, Bangun, ayolah, matahari akan segera terbit dan kita akan terbakar di sini jika kita tidak masuk ke dalam" Jungkook menarik-narik lengan Jimin. Pemuda manis itu terbangun, menggeliat kecil dengan menguap besar, berkedip menatap Jungkook lalu tersenyum lembut.
"Pagi." Sapa Jimin yang masih mengantuk dengan suara yang terdengar parau dan berat.
"Pagi," jawab Jungkook lembut, melirik cakrawala di kejauhan.
Jungkook mengguncang bahu Jimin untuk mendesaknya bangun dan masuk ke dalam. Hari ini sangat cerah dan terang, mereka harus masuk ke dalam dengan cepat jika tidak ingin mendapatkan luka bakar tingkat dua. Atmosfer telah memburuk begitu banyak selama dua puluh ribu tahun terakhir sehingga satu-satunya alasan oksigen masih cukup banyak untuk semua orang adalah karena partikel nano -nanofibers- yang dianyam tipis dan ditempatkan di seluruh dunia untuk mempertahankan atom oksigen. Tapi mereka tidak dirancang untuk melindungi diri dari sinar matahari. Itulah kegunaan pakaian pelindung dan terpal. Bahkan sampai sekarang, paparan sinar matahari yang terlalu lama sangat berbahaya dan menyebabkan kematian.
"Baiklah, baiklah, aku sudah bangun. Aku sudah bangun ." Jimin merangkak dari posisinya, mengumpulkan selimut mereka, hampir tersandung ketika Jungkook menariknya ke tepi atap, melompat menuruni tangga menuju tanah, melompati dua anak tangga terakhir dan mendarat di tanah dengan jungkir balik.
YOU ARE READING
[Transfic] KookMin - Wonder | Bahasa Vers
Fanfic"Tutup matamu dan cobalah tidur. Aku akan menyanyikan lagu untukmu, oke? Kau bilang kau selalu ingin mendengarku bernyanyi." "Ya...kurasa mimpiku akan benar-benar menjadi kenyataan." Twinkle, twinkle, little star, how I wonder what you are... Transf...