Pagi ini, aku melihat bunga bermekaran dikebun depan rumahku, seolah tersenyum menyambut pagi yang indah.
Aku ikut tersenyum.
Namun ketika melihat bunga matahari yang mekar itu, mengingatkanku pada kenangan tentang seseorang. Membawaku pada memori lama yang telah usang, tapi masih jelas menempati ruang disudut pikiranku.
"Aku menyukai bunga matahari."
Ucapku, kala itu.Dan semenjak itu, seseorang itu selalu membawakanku bunga matahari, dan bahkan memberikanku benih bunganya, hingga sekarang bunga itu sudah tumbuh mekar. Indah sekali.
"Nanti kalau sudah mekar, kita lihat bersama ya..dibawah langit senja, pasti sangat indah." Ucap seseorang itu sambil tersenyum.
Dan aku mempercayainya.
Menanam benihnya, menyiraminya setiap hari.
Memupuk harapan baik didalamnya.
Setiap hari, setiap saat.Aku mempercayai setiap ucapannya.
Bahkan senyum tulusnya, selalu menjadi tempat ternyaman untukku.Namun, kenyataannya kini seseorang itu pergi bahkan sebelum melihat bunga matahari itu mekar.
Dan yang menjadi bagian yang paling menyedihkan bukanlah ditinggalkan, tetapi harus melihat bunga matahari itu mekar, seorang diri.
Bahkan kadang aku masih percaya, mungkin seseorang itu akan kembali dan membawakanku bunga matahari, lagi.
Dan aku harus kecewa lagi, tertikam rasa percayaku sendiri.
27 Maret 2020.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menunggu Senja
ПоэзияKamu itu seperti senja. Butuh waktu untuk bisa sekadar melihatmu, walau hanya sebentar... lalu kamu pergi lagi ditelan gelapnya malam. Dan aku harus menunggumu, lagi. Seperti itu seterusnya. Menunggu senja sama halnya seperti menunggu untuk melihatm...