Di tengah riuhnya suasana kelas dua belas, ada sembilan anak yang berkumpul dan membentuk posisi melingkar dengan bangku mereka. Kesembilannya seperti sedang mendiskusikan sesuatu. Berekspresi serius, tapi sesekali diselingi candaan yang membuat suasana tidak terlalu tegang.
"Liburan kali ini gue engga bisa ikut sama kalian." Mila mulai angkat bicara. Delapan orang di depan gadis itu memasang wajah terkejut mereka. Pernyataan Mila, seperti menimbulkan kekecewaan di hati masing-masing. "Bokap nyuruh gue buat liburan ke Desa Petilasan. Ke rumah kakek gue," lanjut Mila.
Beberapa di antara mereka saling pandang. Seolah tidak setuju dengan apa yang Mila sampaikan. Gadis bernama lengkap Karmila Safitri itu juga terlihat tak enak hati karena harus membatalkan rencana liburan yang sudah disusun dari jauh-jauh hari.
"Emangnya engga bisa ditunda, Mil? Ini liburan terakhir kita. Liburan tahun depan belum tentu kita bisa bareng kayak gini." Rianda Aurelia berargumen. Diikuti anggukan yang lain.Rianda, Mila, Silvi, Nadia, Sindy, Dimas, Tyo, Nugro, dan Barok telah menjalin hubungan persahabatan semenjak mereka semua duduk di bangku SMP. Setiap liburan datang mereka pasti akan mengadakan rencana untuk berkumpul bersama.
Begitu juga dengan liburan tahun ini. Liburan kelulusan sebelum masuk ke perguruan tinggi, ingin mereka gunakan untuk berkumpul seperti tahun-tahun sebelumnya. Apalagi nantinya mereka akan memasuki universitas yang berbeda, pasti akan sulit untuk berkumpul dengan jumlah anggota yang lengkap.
"Ayolah, Mil, kita pasti bantu bujuk bokap lo supaya lo diizinin liburan bareng kita, kok. Kayak tahun tahun sebelumnya," ujar Barok yang notabenenya adalah pacar Mila.
Mila menghela napas panjang. Ingin sekali menyetujui pernyataan dari sang Pujaan hati, tapi keputusan yang diambil oleh ayahnya sama sekali tidak bisa diganggu gugat.
"Tetep engga bisa, Bar. Liburan tahun lalu gue udah engga ikut ke rumah kakek gue, jadi kali ini bisa engga bisa gue harus ikut." Mila menundukkan kepalanya. Ia pasti merasa tak enak hati pada kedelapan sahabat sahabatnya itu.
Terjadi keheningan selama beberapa saat. Sindy yang duduk di sebelah Mila mengusap bahu gadis itu agar merasa lebih tenang.
"Kalo Mila engga bisa ikut liburan bareng kita, kenapa engga kita aja yang ikut Mila liburan ke desa kakeknya?" ceplos Dimas yang sedari tadi bungkam. Dia memandang satu persatu anak, meminta persetujuan.
Kedelapannya serempak menoleh ke arah Dimas. Hingga beberapa saat setelah itu, mereka mengangguk tanda setuju. Ide yang pria itu lontarkan juga tidak terlalu buruk. Setidaknya mereka tetap bisa berkumpul, meski tujuannya diubah.
"Itu pun kalau bokapnya Mila ngizinin kita buat ikut. Kalo engga? Sama aja bohong." Gadis bernama Silviana Cantika menyanggah.
Pandangan kembali mereka arahkan kepada Mila, menunggu jawaban. Seolah mengerti, gadis itu pun langsung angkat bicara.
"Bokap gue pasti setuju. Malahan dia seneng karena banyak temennya ke sana. Jadi engga terlalu sepi di perjalanan." Semua bernafas lega mendengar pernyataan Mila. Itu artinya liburan kali ini mereka bisa berkumpul bersama lagi.
Rianda dan Dimas saling berpandangan. Bertukar senyum seolah sangat bahagia karena bisa mengikuti liburan dengan jumlah anggota yang lengkap.
"Liburan ke desa pasti seru, nih. Gue jadi bisa pansos, deh, ke Instagram. Lumayan buat nambah-nambah followers. Secara kalo di desa 'kan banyak tempat-tempat yang masih asri." Gadis bernama Nadia mendadak berujar. Kedua bibirnya melengkung ke atas.
"Lo bisa pansos kalo lo dapet sinyal di sana. Desa kakek gue itu terpencil, jadi wajar kalo sinyalnya susah," ledek Mila sembari melemparkan sebuah buku pada gadis itu. Nadia memanyunkan bibirnya membuat teman-temannya tergelak.
KAMU SEDANG MEMBACA
RONGGENG
HorrorKe sembilan remaja itu tidak menyadari kalau nyawa mereka berada di ambang kematian. Desa Petilasan adalah desa angker. Dan hutan Ronggeng adalah sarangnya. JANGAN LUPA UCAP DOA SEBELUM MEMBACA CERITA INI !! *27 Maret 2020*