Hari berjalan seperti biasa bagi Haechan, kecuali bagian di mana ia tidak mau menampakan batang hidungnya di lingkungan kampus. Bisa dibilang kalau Haechan sekarang berlagak seperti ninja, karena ia benar-benar hampir tidak terlihat oleh orang-orang di kampus.
"Njun, lu lihat Haechan, gak?" tanya Jeno yang baru saja menghampiri Renjun dengan raut wajah khawatir.
Sekarang mereka sedang berada di perpustakaan, maka dari itu Renjun langsung memberikan kode isyarat kalau Jeno harus mengecilkan suaranya. Jeno pun mengangguk sebagai tanda bahwa ia mengerti.
"Ya, mana gua tahu? Emang gua bapaknya?" sinis Renjun yang kembali memfokuskan diri untuk menggambar. Dia baru saja mendapatkan ketenangan untuk mengerjakan tugasnya.
"Dia hari ini masuk, kan?"
Kali ini Renjun menghembuskan nafas secara kasar. Bisakah seorang Jung Jeno diam?
"Menurut lu, gue sefakultas sama dia gak?" sindir Renjun sembari menunjukkan gambar kerja sebuah rumah, tugas anak arsitektur.
"Njun.."
"Biasanya jam segini dia ke taman bareng Jaemin, tapi gak tahu juga," acuh Renjun sambil beberapa kali menghapus bagian yang dianggap salah.
Jeno membisikkan terima kasih, lalu berjalan meninggalkan Renjun yang kini mengacak-acakkan rambut. Ia hampir gila karena tugas.
-
Jeno melewati lorong yang akan mengarahkannya ke taman kampus. Setelah beberapa menit berjalan, ia akhirnya sampai di pinggiran taman. Taman kampus menjadi spot favorit para mahasiswa karena disediakan wifi, serta meja dan kursi guna dipakai untuk menghilangkan stress, mengerjakan tugas, acara organisasi, juga mencari ide.
Tanpa menunggu lebih lama, Jeno berjalan ke dalam taman untuk mencari Haechannya. Bisa dibilang beruntung atau tidak, netranya langsung menangkap sosok Haechan sedang mengetik dengan tatapan serius, menggemaskan.
Namun, ia juga harus berterima kasih kepada Jaemin yang mengecat rambutnya menjadi warna merah muda terang.
"Donghyuck!" panggil Jeno dengan tangan yang dilambaikan.
Gawat, kata itu yang dapat mendeskripsikan ekspresi Haechan sekarang. Saat ini Haechan tengah memelototkan mata, panik saat melihat figur Jeno dari kejauhan. Secara cepat ia membereskan barang bawaannya serta mempersiapkan diri untuk berlari. Kenapa Jeno bisa tahu kalau ia ada di sini?
"Jangan kemana-mana," perintah Jeno ketika sampai di hadapan Haechan, membuat si Manis seketika diam.
"K-kok lu bisa tahu gua di sini?" gagap Haechan, sekarang ia tidak ingin melihat wajah Jeno lagi.
"Rambut Jaemin," kata Jeno singkat.
Seketika Haechan teringat dengan rambut Jaemin yang sangat menarik perhatian, bahkan hanya dia saja yang memiliki warna rambut seterang itu. Anak kampusnya lebih suka warna rambut gelap, seperti violet, ash, brown, dark red, dan lain-lain. Kalau kata Jaemin, berbeda itu baik.
"Kok gue?!" sergah Jaemin, tidak suka kalau dia diseret-seret ke dalam percakapan itu.
"Rambut lu kelihatan sampai lantai 4, tahu gak?" yang dikatai hanya bisa mendengus kesal dan kembali pada acara mengerjakan tugasnya. Benar-benar, Jung Jeno membuat Jaemin kesal.
"Gua ada urusan," tutur Haechan mengalihkan pandangan dari Jeno.
Haechan mulai memberanikan diri untuk bangkit dari duduknya, rencana agar bisa kabur dari Jeno sudah ia susun dengan rapih, sehingga tidak ada yang bisa menghalangi Haechan sekarang. Namun, semua rencana itu hancur dalam sekejap ketika Jeno berkata, "mau kabur? Hari ini ada latihan band."
KAMU SEDANG MEMBACA
REVISI - modifié [nohyuck]
Fanfiction"Jeno gak bakal bisa berubah," final Haechan dan itu tidak bisa diganggu gugat. Apakah hal itu benar? Apakah Jeno bisa berubah? Atau dia akan tetap seperti dulu? - 25/04/2020