Johnny meletakan handphone nya begitu saja ketika selesai mengirim pesan kepada adiknya, sebenarnya bukan Johnny yang memulai tetapi Janita yang sepertinya khawatir dengan Johnny yang tadi pagi sempat melewatkan sarapan paginya.
"Siapa?" Tanya Yudhis begitu melihat Johnny menelungkupkan kepalanya di atas meja.
"Janita. Dia ngechat gue cuma mau bilangin jangan lupa makan gara-gara gue engga sarapan tadi pagi."
Yudhis melepaskan apronnya kemudian bergabung dengan Johnny. "Gila adek lo perhatian banget, gue kadang gemes-gemes iri sama kalian berdua. Adek kakak tapi engga sungkan untuk pelukan, kasih cium, semangatin satu sama lain, curhat juga."
Johnny hanya bisa tersenyum mendengar semua perkataan Yudhis, karena memang benar ia dan Janita memang seperti itu.
"Soalnya gue selalu mikir, Janita kehilangan orang tua itu di usia dia yang seharusnya masih dapet kasih sayang dari orang tua. Kalau gue engga bersikap kaya gini gue takutnya Janita kurang perhatian, kurang kasih sayang karena ya sekarang ini cuma gue yang dia punya dan sebaliknya juga."
"Janita bukan tipe adek yang ngerepotin, bahkan gue engga merasa direpotkan sama dia. Janita mirip sama Ibu.. dia perhatian selalu ngingetin gue apapun sampai hal terkecil."
Johnny kembali melanjutkan, "semoga nantinya ada seseorang yang akan menjadi tempat buat Janita bergantung selain gue."
Berbeda dengan itu, saat ini Jeffrian tengah mengeluh terus menerus sepanjang perjalanan kepada perempuan yang sekarang berada di sebelahnya.
"Teteh nanaonan sih ikut ke kampus gini?" (Teteh ngapain sih ikut ke kampus gini?)
Perempuan yang berada di sebelahnya langsung menghadiahi Jeffrian satu sentilan di jidatnya. "Kamu ini, bukannya bersyukur teteh masih peduli sama adeknya."
"Ya tapi kan engga sampe ikut ke kampus gini, adek kan cuma mau ambil toga aja. Udah ih teteh pulang aja."
Belum sempat perempuan itu menjawab perkataan Jeffrian tetapi ada suara yang menginterupsi kegiatan mereka. "Loh kak Jeffrian ke kampus?"
Janita.
Perempuan yang sekarang tengah membawa laptop dan beberapa tumpukan kertas dengan tampilan rambut cepol yang sudah mulai acak-acakan.
Jeffrian lantas tersenyum. "Iya ini cuma mau ambil toga aja. Jani mau bimbingan?"
"Iya kak tapi ini Jani baru selesai bimbingannya, lagi cari Alisha tapi belum ketemu."
Perempuan yang sedari tadi berada di samping Jeffrian turut memperhatikan interaksi diantara keduanya. Ia pun tidak henti-hentinya melihat senyuman sang adik yang tidak pernah luntur dari wajahnya ketika berbicara dengan gadis di hadapan Jeffrian.
"Kabogohna si adek ieu teh?" (Pacarnya si adek ini tuh?)
Jeffrian mulai merasa panik ketika mendengar suara tersebut, apalagi di hadapkan dengan Janita yang tidak mengerti dengan maksud dari ucapan kakaknya barusan.
"Jangan di dengerin Jani, obatnya abis si teteh mah jadinya suka gitu."
Satu pukulan kencang yang diterima Jeffrian di punggungnya. "Ngomong naon kamu barusan? Mau teteh bilangin ke ambu?"
"Tuh da teteh mah kitu, sok bebeja wae ka ambu." (Tuh teteh mah gitu suka bilang-bilang ke ambu terus)
Perempuan tersebut memandang adiknya malas, kemudian beralih pada gadis yang ada di hadapan mereka. "Kamu pacarnya Jeffrian?"
Janita yang mendengar hal tersebut langsung menggelengkan kepalanya. "Bukan teh, aku kebetulan kenal sama kak Jeffrian dari Mark."
"Oh si Mark. Nama kamu siapa, aduh teteh lupa tadi."
"Janita teh."
Kemudian perempuan di samping Jeffrian tersebut mengulurkan tangannya. "Auristal, tetehnya Jeffrian."
"Panggil aja teh ital." Jeffrian menambahkan.
Janita mengangguk kemudian melemparkan kembali senyuman kepada dua orang yang ada di hadapannya.
"Kamu lucu banget sih gemesin gini engga kaya si Jeffrian, males teteh ngeliatnya. Bosen tiap hari liatnya muka dia terus."
"Terus weh untung aku teu pundungan orangnya." (Terus aja untung aku engga baperan orangnya.)
Janita kemudian tertawa melihat perdebatan diantara kedua kakak adik ini. "Janita ikut teteh yuk sama Jeffrian juga."
"Kemana teh?"
"Kemana ya, belum ada tujuan sih tadinya mau ajak Jeffrian cari cafe tapi belum dapet tempatnya."
Janita mengangguk. "Kalau teteh engga keberatan, gimana kalau ke tempat kakaknya Jani kerja? Kebetulan kakaknya Jani jadi barista."
"Barista? Wah seriusan kamu? Keren banget loh jadi barista, yaudah kita kesana aja."
Setelah lima belas menit, Jeffrian segera memarkirkan mobilnya di depan Blooming Cafe- tempat dimana Johnny bekerja. Janita langsung sibuk memasuki tempat dimana kakaknya bekerja yang langsung disusul oleh Jeffrey dan Teh Ital.
"Meni lucu gitu si Jani, iya kan Jeff (lucu bange si Jani, iya kan Jeff?" Tanya Teh Ital sambil menyenggol lengan kiri adiknya.
Tanpa sadar Jeffrian menganggukan kepalanya yang langsung dibalas kekehan pelan sang kakak.
"A YUDHIS." Panggil Janita dengan setengah berteriak.
"Lah Jani kok bisa ada disini?"
"Bisa dong A, kakak mana? Lagi sibuk ya?"
Yudhis kemudian menggeleng, lalu sedetik kemudian menunjuk ruangan yang ada dibelakangnya. "Lagi ngecek bahan-bahan barusan baru aja datang."
"Mau A Yudhis panggilin atau gak usah?"
Janita mengangguk dengan semangat. "Makasih A Yudhis."
Janita kemudian beralih pada dua orang yang sekarang tengah berjalan ke arahnya. "Mana kakak kamu Jan? Kalau lagi sibuk mah gak usah dipanggil, kasian nanti keganggu." Ucap Teh Ital.
"Hehe engga kok Teh barusan lagi dipanggilin."
"Adek?"
Suara berat Johnny langsung terdengar dibelakang mereka.
"Kok malah kesini? Katanya mau bimbingan ketemu dosen, adek nakal ya kabur-kaburan gini." Selidik Johnny.
"Ih bukaaann.. aku gak kabur kok. Bimbingannya udah selesai juga. Kakak, kenalin ini ada Kak Jeffrian sepupunya Mark sama ini Teh ital tetehnya Kak Jeffrian."
Johnny langsung mengarahkan pandangannya pada dua orang yang berada disamping adiknya. "Saya Johnny kakaknya Janita."
Suara Yudhis langsung menginterupsi kegiatan mereka. "Ajak duduk dulu aja John, kasian kalo berdiri terus takut pada singsiremen kakinya (kesemutan kakinya)."