#6 Takziran ( Hukuman )

12.3K 898 30
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

"Terkadang, sesuatu itu tidak harus dibuktikan melalui ucapan. Melainkan melalui tindakan."
.


.
.

Happy Reading

"Mampus! Bisa kena takziran, nih." Aku merutuki diri sendiri karena baru bangun. Padahal jam telah menunjukkan pukul 05:17. Otomatis, aku telat bangun.

Meskipun aku sedang uzur dan ini hari Minggu, tetapi juga harus ingat kalau masih ada jadwal kegiatan kajian kitab usai salat Subuh yang dilaksanakan di aula khusus. Ah, intinya mampus bisa terkena takziran.
 
Herannya, kenapa tidak ada yang membangunkanku? Kejam sekali mereka semua penghuni kamar Khadijah satu. Kalau pun manusianya tidak ada yang ingin membangunkan, makhluk halus, kan, juga tidak apa-apa. Yang terpenting tidak terkena takziran.

"Ah, aneh-aneh saja! Kalau makhluk halusnya serius muncul bagaimana?" Aku bermonolog sendirian. Kemudian bulu kuduk mulai merinding karena ucapan sendiri. "Aaa, Umi!" teriakku sedikit lepas seraya berlari menuju kamar mandi untuk mengambil air wudu.

***

Aku akhirnya memutuskan untuk mengikuti kajian kitab meskipun terlambat. Toh, ikut atau tidak nantinya akan sama-sama mendapatkan hukuman. Mending terlambat, meskipun dapat hukuman, kan, masih mending dapat ilmu sedikit.
 
Kalau tidak mengikuti sama sekali, ilmu tidak dapat, tapi dapatnya hukuman saja. Huh, siapkan mental. Aku pun memasuki aula sembari menunduk. Malu? Jangan ditanya lagi, malu sekali pastinya.


"Ukhti kerudung biru yang baru datang!" panggil seseorang lewat pengeras suara. Suara yang sudah tidak asing lagi. Akan tetapi, mana mungkin dia yang mengajar kajian kitab pagi ini.

Aku yang merasa pas dengan ciri-ciri yang orang itu sebutkan pun mendongak. Ck, benar saja, itu Gus Akhsan. Kenapa harus dia yang mengajar di saat aku terlambat?


"Saya, Gus?" tanyaku memastikan tanpa bersuara. Hanya dengan kode menunjuk diri sendiri saja.

"Iya, anti. Selesai kajian ikut saya!" titah Gus Akhsan dengan tatapan seperti hendak memangsa.

Aku hanya mendengus kesal. Kalau sudah seperti ini, tidak ada yang bisa kuperbuat lagi. Membela diri sendiri pun tak akan ada gunanya, yang ada malah dijadikan bahan ghibahan oleh para santriwati penggemar berat Gus Akhsan.
 
Aku benar-benar tidak habis pikir. Mereka itu matanya ditaruh di mana, sih? Laki-laki menyebalkan seperti Gus Akhsan dijadikan idola. Kata mereka, Gus Akhsan itu berbeda dari gus-gus lainnya.

         
Katanya, Gus Akhsan itu sopan, baik, berakhlak, paham agama, tidak sombong, perhatian, humoris tidak seperti kebanyakan gus lainnya yang cuek, dan tampan. Entahlah apa lagi, aku tidak peduli.
         
Mereka mengidolakan Gus Akhsan hanya mengingat kelebihannya saja, tidak dengan kekurangannya. Kalian mau tahu kekurangannya gus yang satu ini? Oke, aku katakan, kekurangannya itu sangat menyebalkan. Kata menyebalkanlah yang mampu mendefinisikan manusia yang satu ini.

"Dasar, menyebalkan!" gumamku lirih.

"Kenapa, Ning? Eh, maksudku, Sya," tanya seseorang di sampingku. Ternyata dia adalah Dita.

Tanpa berpikir lama, aku langsung mendaratkan sebuah cubitan di lengannya yang berhasil membuatnya meringis kesakitan. Tidak peduli, siapa suruh tidak membangunkan.

Kutukan Cinta Gus Tampan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang