"Hentikan ucapanmu, Hanin! Itu tidak lucu sama sekali" gerutu Ganish, gadis disampingnya hanya tertawa.
"Sejak kapan kau mulai menyembunyikan rahasia dari seorang Hanindya, hm?" goda Hanin, membuat wajah Ganish memerah malu
"KALIAN MEMBICARAKAN APA CEPAT BERITAHU"
"HEERA PELAN PELAN" ucap Ganish gemas.
Lagi-lagi, Hanin hanya tertawa.
"Bagaimana jika kita ke kantin???? Kau mau ikut??? Aku lapar" keluh Heera seraya memainkan ujung rambutnya
"Ck, baiklah"
"Heera, Hanin, kau mau pesan apa? Biar aku yang pesankan" tanya Ganish lembut
"Aku tidak, tanya saja Heera. Dia kan yang ingin ke kantin daritadi?" jawab Hanin datar
"Ah samakan saja denganmu, aku malas berpikir"
"Untuk makanan saja kau harus berpikir???" ketus Hanin
"YA! APA MASALAH UNTUKMU???"
"CIH APA-APAAN KAU INI, MENYEBALKAN SEKALI"
"Teman - teman... hentikan..."
Ganish mencoba melerai kedua sahabatnya yang kini menjadi pusat perhatian di kantin. dasar kekanak-kanakan.
"Hanin... Heera... Kalian diperhatikan berpuluh pasang mata sekarang"
"Hanin, berhenti"
"Heera"
"CUKUP!"
"??????"
Suasana kantin menjadi hening, entah Hanin maupun Heera terkejut mendengar seorang Ganish Arundati membentak sekeras ini. Sangat sulit dipercaya
Sementara Ganish mati-matian menahan malu karena sekarang, ia yang menjadi pusat perhatian. Ia merutuki kelakuannya yang secara tidak langsung mempermalukan dirinya sendiri. Astaga, Ganish.
"Wah, empat tahun berteman denganmu, baru kali ini kau membentak?" ucap Heera dengan ekspresi terkejutnya
Ganish kembali duduk dan menutup wajahnya yang memerah, "kalian pesan saja sendiri, aku malu"
Gadis bersurai pirang itu mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan dua bocah yang terselip diantara banyak siswa yang mengantre
"Lama sekali" monolognya seraya mengetuk meja kantin dengan jarinya
Netranya terarah pada sosok pemuda manis yang melewati bangku tempat ia berada. Bersama kedua temannya, pemuda itu terkekeh dan sepertinya tengah membicarakan sesuatu
Bibir Ganish mengatup, pupilnya membesar saat melihat sang pemuda tertawa, senyumnya merekah.
Ganish tak henti-hentinya memperhatikan tiga lelaki di meja seberang, terutama dia yang duduk di tengah.
Manis, batin Ganish
Sampai ketika manik mereka bertemu, demi alam semesta dan isinya, Ganish benar-benar tidak percaya
Tubuh Ganish kaku, bibirnya tertutup rapat, tangannya bergetar, maniknya tak bisa lepas.
Dia, Renjana, pemuda sejuta teka-teki yang tertutup tampan parasnya
Dia, Renjana, dengan segala pesona
KAMU SEDANG MEMBACA
seven letters to the boy.
Teen Fictionnanti pada surat ke tujuh, kamu akan tahu; siapa yang ingin sekali melindungimu; siapa yang selalu memelukmu melalui tulisannya. local! semibaku © cardburry, DISCONTINUE.