Bagian XXI (End)

3.2K 134 2
                                    

Mereka tersenyum hangat menyaksikan Hamzah memeluk manja Bintang. Anak laki-laki itu begitu rindu sang ibu yang beberapa waktu melaksanakan KKN.

Bintang tersenyum menggendong Hamzah yang menyeruak pada lehernya. Usianya sudah empat tahun. Dua tahun mereka lewati begitu indah bersama. Dan sudah dua tahun Bintang menanti adik untuk Hamzah. Namun, rencana Sang Pencipta begitu indah. Ia diharuskan fokus merawat Hamzah dulu dan menyelesaikan kuliahnya.

"Bundanya capek, Bang. Sini sama Ayah dulu, ya. Nanti di gendong Bunda lagi." Walau memberenggut, Hamzah mengangguk. Melepas rengkuhannya dan turun dari gendongan Bintang.

"Bunda bersih-bersih dulu, ya. Abang main dulu sama Ayah dan Kakek-Nenek, nanti Bunda nyusul."

"Iya, Nda." Sebelum berlalu Hamzah mengecup pipinya singkat dan berlari menuju Bapak-Ibu Bintang yang duduk bersama Papa Deliar.

Membiasakan diri menyebut dirinya Abang membuat Hamzah kegirangan. Ia pun begitu semangat menanti sang calon adik.

.
.
.

Ada rindu yang begitu bergelora bagi dua insan yang bergelung di bawah selimut. Beberapa Minggu tak bertemu membuat keduanya begitu merindu.

"Hamzah sekarang sudah jilid 2, Bie." Bintang mendongak dari tempat bersandar ternyamannya -dada kokoh Deliar.

"Alhamdulillah, kalau hafalan doa hariannya sudah sampai mana?"

"Nah itu, dia masih suka ketukar antara doa bangun tidur sama sesudah makan." Bintang terkekeh. Dia yang dewasa saja masih suka tertukar, baiklah sekarang ia terkekeh malu. Deliar yang paham akan tawa Bintang yang berbeda mengecup puncak kepala Bintang dengan senyum.

"Pelan-pelan, Bie. Setiap orang pasti punya lupa dan khilaf."

"Iya sih, tapi aku kadang malu." Rungut Bintang membalikan tubuhnya dan merengkuh erat Deliar. Bersembunyi.

"Kita belajar sama-sama, Sayang." Bintang mengangguk. Tersenyum hangat sebelum memejamkan matanya. Usapan Deliar begitu hangat membelai punggung terbukanya. Membuat matanya terpejam dengan nyenyak.

Deliar tersenyum saat sadar napas hangat Bintang yang berhembus di dadanya mulai teratur. Wanitanya begitu kelelahan pasti. Ia baru sampai sudah harus memanjakan anaknya dan malamnya memanjakannya. Kembali mengecup puncak kepala Bintang, Deliar ikut memejamkan mata, belum tertidur, tapi sedang mengucap syukur yang begitu besar pada sang Pencipta. Serta memanjatkan doa tanpa lelah tentang keinginannya dan Bintang, hadirnya si kecil pelengkap kehidupan mereka. Yang akan menjadi topik pembicaraan mereka sebelum tidur setelah Hamzah.

-END-

Kuterbangkan Bintang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang