12

49.5K 2.9K 42
                                    


Levin yang terkenal sebagai seorang pria dingin tengah tersenyum manis di ruangannya. Masih ia ingat saat Nami marah karena mengira ia deman akibat perbuatannya.

"Ekhm!" Yoongi berdehem membuat Levin memasang wajah datarnya. Yoongi malah tekekeh melihat sahabatnya.

"Sudah lama kita bersahabat dan ini pertama kalinya aku melihat kau kasmaran," ujar Yoongi sambil mendaratkan bokongnya di sofa empuk milik Levin.

Levin mendengus dan beranjak dari kursi kebesarannya. Menghampiri pria berkulit pucat itu.

"Aku tidak kasmaran," ujarnya menyangkal perasaannya. Yoongi mengangguk-angguk meski mata pria itu terus melayangkan tatapan menggoda.

"Kau tahu, aku tak percaya cinta," ujar Levin membuat Yoongi menghela napas sejenak. Ia menerawang ke depan. Mengingat sahabatnya tak pernah terlibat cinta. Mungkinkah itu sebabnya Levin begitu tak percaya akan cinta.

Jauhkan pemikiran kalian tentang dunia novel, nyatanya hidup lebih pedih. Bayangan CEO yang memiliki cinta masa lalu datang dan mengacaukan hubungannya itu harus kalian singkirkan.

Levin hanya seorang CEO biasa yang terjebak dengan perasaan yang mencoba ia sangkal.

"Kau tak percaya cinta karena kau belum saja merasakannya," ujar Yoongi. Ia mengingat pertemuannya dengan kekasihnya juga yang tak pernah ia duga jatuh cinta dengannya.

"Hanami ... bagaimana pendapatmu dengannya?" tanya Yoongi. Levin mengangkat bahunya cuek.

"Ah, kurasa kalian saling mencintai ternyata itu hanya asumsiku saja. Baiklah, mungkin permintaan Pak Jimin untuk dikenalkan lebih dekat dengan Hanami bisa kubantu," ujar Yoongi. Rahang Levin mengeras, tetapi pada dasarnya ia kepala batu hanya diam.

"Dasar keras kepala," batin Yoongi. Bibirnya menyeringai saat Nami datang membawa secangkir teh. Senyum manis tak terniat menggoda sama sekali membuat Yoongi merasa Levin memang sangat cocok untuk Nami.

"Silakan diminum." Nami meletakkannya di depan Yoongi dan Levin.

"Nami," panggil Yoongi saat Nami ingin kembali ke dapur.

"Iya?" Nami menatap Yoongi dengan wajah mengingat. Ah, ternyata Kakak dari sahabatnya.

"Bisakah kamu duduk dulu," ujar Yoongi dan Nami langsung duduk. Levin memasang wajah datarnya. Mari kita lihat seberapa kuat lelaki ini bertahan dengan egonya.

"Nami apakah kamu punya kekasih?" tanya Yoongi. Nami menggelengkan kepalanya karena ia tak memiliki kekasih.

"Apakah kamu nanti malam tidak memiliki acara atau sibuk?" Lagi-lagi Nami menggelengkan kepalanya. Bibir Yoongi tersenyum tipis sekali.

"Baiklah, maukah kau ikut denganku nanti malam bersama Pak Jimin? Kita akan makan di luar," ujar Yoongi membuat Nami berpikir dua kali lipat. Makan di luar bersama dua pria kaya tentu pilihan buruk baginya. Ia tak mampu membayar makanan mahal di restoran bintang lima, kecuali pria di sampingnya ini ikut dan meneraktirnya.

"Emm—" Yoongi memotong ucapan Nami. Terlalu mudah menebak gadis di depannya, "Aku yang akan membayar semua. Kamu tinggal dandan secantik mungkin."

"Wahhh ... Pak Yoongi baik sekali. Terima kasih. Aku akan dandan secantik mungkin!" ujar Nami semangat mendengar kata traktir.

Dia pergi dengan senyum mengembang. Yoongi pamit meninggalkan Levin yang menahan amarahnya. Setelah pintu tertutup dia mengepalkan erat tangannya.

"Shit!" decaknya kesal. Dia kembali ke meja kerjanya dengan perasaan berkecamuk. Ia melampiaskan dengan bekerja. Bahkan ia tak peduli hal lainnya.

Emosinya memuncak sekali.

***

Nami POV

Hari ini aku senang sekali. Ini pertama kalinya aku diajak makan malam sebagai seorang teman. Sayang sekali Pak Levin tidak ikut.

Ngomong-ngomong soal Pak Levin dia seriawan mendadak. Mungkin azab dari Tuhan karena menciumku sembarangan.

Aku ke Apartemennya, tetapi kosong. Dia ke mana? Sewaktu aku pamit pulang kantor, ia hanya mengangguk saja. Huh, dia itu pria seperti apa?

Kadang ia baik, hangat dan dingin. Sudahlah, setelah aku memasak, aku menyelipkan sebuah note kecil di sana.

'Selamat makan Bos!'

-Hanami

Sekarang waktunya ke restoran yang katakan Pak Yoongi. Tadi, pak Yoongi ingin menjemputku, tetapi aku melarangnya. Aku ingin ke sini dulu memasak untuk Levin.

"Taksi!" Aku menyebutkan Restoran bintang lima tempat janji temuku bersama pak Yoongi dan Pak Jimin.

Setibanya di sana, aku disambut dengan karyawan restoran. Dia mengantarku ke Pak Yoongi. Seperti yang selalu dilakukan Pak Jimin ketika melihatku adalah memberikan senyum terbaiknya dan aku balas dengan senyum manis milikku.

"Wah, aku hampir tidak bisa mengenalimu," ujar Pak Jimin membuatku tersipu. Aku duduk di sampingnya.

"Silakan memesan makanan, Nami," ujar Pak Yoongi. Aku mengambil buku menu dan meneguk ludah sendiri.

Makanan di sini sangat mahal sekali. Namun, aku tetap memilih makanan yang aku anggap paling murah di antaranya.

Saat menikmati makananku dan mengobrol ringan, pikiranku tertuju kepada Pak Levin. Entahlah, aku memikirkannya begitu saja.

Drtttt ....

From Posesif Bos

'Masakanmu begitu asing. Aku tidak ingin makan.'

"Ck, aku memikirkannya dan dia mengatai masakanku begitu asing, huh?!" batinku.

Dia tidak makan malam? Apa dia pemilih-milih dalam makanan, ck. Selain posesif ternyata dia pemilih. Aku akan ke sana.

"Maaf, sepertinya aku harus pulang karena ada urusan mendadak. Maaf sekali lagi," ujarku tak enak.

"Tidak apa-apa, Nami," ujar mereka.

"Mau aku antar," tawar Pak Jimin yang kutolak.

"Ah, tidak perlu. Aku sudah memesan taksi," bohongku. Aku tidak mau mereka tahu aku ke Apartemen Pak Levin.

"Baiklah. Senang makan malam bersamamu," ujar Pak Jimin sembari tersenyum.

Aku membalas senyuman miliknya dan berkata, "Aku berterima kasih atas traktirannya."

"Sama-sama." Pak Jimin juga pamit pulang dan aku berjalan bersama Pak Yoongi.

"Aku melihatmu sepanjang acara makan malam tidak begitu menikmati. Pikiranmu berada di tempat lain," ujarnya.

"Mmm ... maaf," ujarku tak enak. Dia hanya mengangguk dan menatapku.

"Ayo aku antar. Aku tahu kau ingin menemui Bosmu yang memiliki ego setinggi langit itu," ujarnya dan pergi. Aku merasa pip[iku terbakar begitu saja. Astaga, aku deman hanya karena kata-kata dari lelaki pucat itu.

"Mereka berdua memang sahabat yang cocok. Membuatku deman mendadak," gumamku. Aku menepuk-nepuk pelan pipiku.

"Nami!" kau segera ke sana sebelum masakanku mubazir akibat Pak Levin!

TBC

Jejaknya ...

Maaf telat update, Guys. Ponselku hilang dan belum ketemu sampai sekarang. Mohon doanya agar cepat ketemu dan hati orang yang menemukannya terketuk untuk mengembalikannya. Amin.

Posesif Bos! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang