Ke sembilan remaja itu terus menelusuri jalan setapak yang membawa mereka ke dalam hutan. Sudah setengah jam mereka berjalan, namun belum juga menemukan posisi yang pas untuk mendirikan tenda. Mereka sengaja mencari tempat yang dekat dengan sumber mata air.
Dimas yang memimpin liburan kali ini. Ia berjalan di barisan paling depan karena jalan setapak yang mereka lewati cukup sempit.
"Eh Dim, ada cewek tuh di depan. Minggir minggir !!" Teriak Tyo yang berada di barisan ke empat.
"Dasar si Tyo ! Penglihatannya tajem banget kalo soal cewek ! " Ledek Nugro dibelangkangnya. Namun semuanya hening. Tidak ada yang menanggapi candaan Nugro.
Perempuan itu berjalan dengan berpakaian seperti seorang penari. Kemudian berhenti beberapa meter di depan Dimas. Wajahnya pucat pasi. Rambutnya pun acak-acakan.
"Permisi mbak. " Sapa Dimas dengan ramah. Dimas menghampiri perempuan tersebut. Hawa dingin semakin terasa.
"Saya mau tanya, kalau sumber mata air di daerah sini dimana ya mbak. " Lanjut Dimas.
Perempuan itu hanya menunjuk ke jalan setapak di depan mereka. Tanpa membuka suara sedikitpun.
"Kalau hutan Ronggeng ?" Sahut Rianda yang tadi berada di belakang Dimas.
Perempuan itu menoleh ke arah Rianda. Menatap Rianda dengan tatapan tajam. Kemudian kembali berjalan.
Rianda pikir perempuan itu akan menghampirinya. Tapi ternyata ia salah. Perempuan itu berjalan meninggalkan rombongan begitu saja. Tanpa sepatah kata pun.
"Aneh banget si. Gue kan cuman nanya. " Ucap Rianda saat jarak perempuan itu sudah lumayan jauh darinya.
"Guys !! Kok gue ngeri ya sama perempuan tadi ! Jangan jangan dia han-"
"SILVI !!" Bentak Sindy memotong ucapan Silvi.
Disini mungkin Sindy lah yang paling memiliki sifat pemarah. Ia kadang suka memarahi teman temannya ketika bertindak keluar jalur. Namun ke delapan temannya itu tidak pernah menanggapi serius. Itulah sebabnya persahabatan mereka langgeng hingga saat ini.
"Hehe sorry..."
Dimas menggelengkan kepalanya melihat tingkah satu temannya itu. "Udah udah ! Kita lanjutin perjalanan. Keburu sore nanti !"
Semuanya kembali berjalan pada barisan semula.
Barok yang berada pada barisan paling belakang masih merasa ada yang janggal dengan perempuan berpakaian penari tadi. Ia menolehkan kepalanya ke arah belakang. Tapi nihil. Perempuan tadi sudah tidak ada di belakangnya. Padahal jalan setapak ini cukup panjang, jalurnya pun lurus tanpa belokan. Seharusnya masih terlihat walaupun jaraknya sudah jauh.
Barok mengangkat bahunya. "Bisa saja dia belok. " Lalu kembali berjalan dengan cepat karena ia sudah tertinggal oleh teman teman yang lainnya.
***
Setelah berjalan cukup jauh. Akhirnya mereka menemukan tempat yang strategis untuk mendirikan tenda.
Semuanya membagi tugas.
Ketika Dimas hendak ke air terjun untuk mengambil air. Rianda memanggilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RONGGENG
HororKe sembilan remaja itu tidak menyadari kalau nyawa mereka berada di ambang kematian. Desa Petilasan adalah desa angker. Dan hutan Ronggeng adalah sarangnya. JANGAN LUPA UCAP DOA SEBELUM MEMBACA CERITA INI !! *27 Maret 2020*