Tepat pada pukul 3 pagi alarm ponselku berbunyi sangat nyaring sehingga nyaris menulikan pendengaranku. Aku memang sengaja untuk memasang nada paling berisik yang kupunya karena kalau tidak, aku akan kembali mimpi menuju pulau kapuk. jika kalian bertanya, untuk apa gadis sepertiku bangun di jam segini? yah, untuk apalagi kalau bukan berperang bersama dengan pejuang pundi-pundi uang lainnya?
begini, biar kuberi tau satu hal ya. di Ibukota yang sudah maju ini, ada satu tempat yang sudah dikenal menjadi medan pertempuran era modern. bagi sebagian orang, tempat ini memiliki arti sebagai tempat yang menguntungkan karena mempermudah mereka untuk berpergian, tapi bagi kami, para pejuang rupiah, tempat ini sama saja dengan medan pertempuran. tempatnya amat sangat ramai, tapi akhir-akhir ini menjadi lebih ramai lagi karena menjadi perbincangan hangat di seluruh media sosial serta portal berita. mau tau apa tempatnya?
Stasiun Kereta Api Manggarai.
betul, kalian tidak salah membaca. Stasiun kereta yang menjadi tempat transit hampir seluruh penduduk kota-kota pinggiran untuk mencapai tempat kerja mereka di Ibukota. Sudah banyak prajurit yang berguguran di medan perang tersebut. Bahkan ada yang rela tidak menaiki mesin berjalan itu karena melihat isinya penuh dan sesak.
ini juga menjadi hal yang dipertimbangkan oleh kami, para pendekar, yang tak kenal lelah dan menerabas apa saja yang menjadi penghalang. Tapi akhir-akhir ini, aku sudah merasa sedikit rasa muak jika hrus berhimpitan dengan manusia-manusia lagi. ugh, rasanya aku seperti sudah kehilangan energiku sebelum bertemu dengan bos yang banyak maunya.
"WHAT? UDAH JAM SETENGAH 4??? OH MY GODDDD!" seruku ketika aku melihat jam
bagi sebagian orang pasti ini terlalu pagi, tapi menurutku ini sudah kesiangan. Ayam jantan punya pak Edi saja belum berkokok, Satpam komplek yang selalu kelilingpun belum nampak batang hidungnya, sepertinya aku menang dari mereka lagi. yah, memang sepagi itulah aku berangkat bekerja. tak dipungkiri, setahun menjalani kehidupan monoton seperti ini lama-lama membuatku lelah. uang gajianku pun hanya sekedar numpang di ATM lalu setelah itu entah kemana. Bertemu dengan bosku yang penuh tuntutan, teman sedivisi penjilat ( berarti dia bukan teman dong, ya?), lalu ada stasiun manggarai yang menjadi salah satu alasan terbsesarku untuk semakin benci berangkat kerja. Ah, apa aku resign saja ya?
wah, sepertinya ini ide yang bagus. Apa ya alasanku untuk resign?
" Mba Denadia, kenapa kamu resign?"
"Karena si *piiiip*, bu. saya kemarin lihat berulah lagi."ah tidak-tidak, kalau alasannya seperti itu kesannya aku seperti mengadu domba padahal dombanya saja tidak ada, kan?
"Karena gaji saya kurang, bu."
ugh.....aku ingin menjawabnya seperti itu namun bukannya mendapat surat resign, kemungkinan yang terjadi adalah aku akan mendapatkan promosi jabatan. padahal aku sama sekali tidak menginginkan itu.
"karena saya nggak mau mati muda di stasiun manggarai, bu."
Benar! ini juga sebenarnya salah satu alasanku, sih. tapi terlalu jujur ya?
Ah!Masa bodolah akan kupikirkan alasannya nanti kalau ku sudah sampai.
sambil menalikan tali sepatu, aku membulatkan tekad untuk membuat one month notice terkait resignku hari ini. pokoknya surat itu harus kubuat hari ini supaya besok, aku hanya perlu mengirimnya lewat surel. tak peduli aku akan dimarahi nantinya, aku sudah tidak tahan menjadi pepes di gerbong kereta ini!!!
Dengan langkah percaya diri, aku keluar dari kamar kos kecilku setelah memastikan pintunya terkunci. Aku sudah memesan ojek online lewat ponsel jadi sekarang tinggal menunggu drivernya datang sembari memakan sarapanku. Entah ini bisa disebut sarapan atau tidak, bagiku makan 1 lembar roti yang kucolong dari meja dapur bu kosku sudah termasuk sarapan (gratis dan (tidak) halal). 5 menit kemudian, kendaraan roda dua yang dikendarai oleh driver ber-helm pinky itu sudah tiba di depanku, lalu dengan kalimat andalan, " Pak, maaf saya udah telat, kalo bisa ngebut boleh, pak." Motor itu melaju tanpa batas dan melampauinya.
Kukira nyawaku sudah tertinggal di lampu merah, nyatanya kakiku masih bisa menapak aspal usai driver memberhentikan motornya di depan stasiun. Setelah membayar, kutatap horor stasiun-yang-namanya-tidak-kusebut sambil mengehala napas. Jam menunjukkan pukul setengah 6 pagi, sebentar lagi pasti akan ramai diisi oleh manusia-manusia yang bertujuan sama denganku.
"Mba, mba!" Panggil seseorang sambil menepuk pundakku
Dengan kaget, aku menoleh kesamping, "Huh? Eh, y-ya, ada apa?" Jawabku
Kulihat seorang bapak sekitar umur 40 atau 50-an, sedang mengarahkan ponselnya kearahku yang tingkat kecerahan layarnya dapat membutakan mata semua orang, "Mba maaf, saya mau tanya kalo mau ke sini arahnya kemana, ya?" Tanyanya
"Oh, nanti bapak naik yang ke arah *piip* terus nanti transit di stasiun *piiip*. Nah dari situ bapak tinggal pesen opang, pak."
Si bapak lalu berterimakasih dan kami berpisah menuju peron yang dituju. Benar saja, sekelilingku sudah mulai padat apalagi ketika pengumuman kereta sudah mendekati peron. Semuanya berkumpul di pinggir pembatas, saling berdesakkan, kudengar lengkingan pluit petugas yang menandakan kereta sudah mendekat, teriakkan-teriakkan calon penumpang satu demi satu masuk ke pendengaranku meminta untuk tidak saling mendorong.
Singkatnya, setelah sedikit memaksa peluang yang ada, aku berhasil masuk ke dalam gerbong dalam keadaan terhimpit. Bodo amat deh, yang penting i make it on time sampe kantor. Masalah penampilan bisa dibetulkan nanti, sekarang urgensinya sampai dulu. 30 menit kemudian, aku sudah sampai stasiun tujuanku.
Butuh waktu 5 menit untuk mencapai kantor dari sini. Ya tinggal jalan kaki saja soalnya trotoar di daerah sini sudah di design ramah pejalan kaki. Tidak perlu khawatir akan kesenggol spion mobil atau terserempet motor, pokoknya dijamin aman oleh pemerintah.
"MBA! MBA AWAS MBA!"
Yah, setidaknya itulah yang ku percaya. Katanya trotoar ini ramah pejalan kaki, tapi kenapa di depan sana ada mobil yang sepertinya oleng menuju kearahku?
Oh....tunggu....ke arahku?
Belum sempat aku menghindar, tubuhku seperti dihantam oleh sesuatu yang keras. Sesaat kemudian, aku bisa mendengar suara teriakan orang-orang yang meminta tolong, tercium bau asap terbakar, lalu setelahnya pandanganku gelap.
Pada hari ini, pukul 7.30 pagi, Denadia Rahayu dinyatakan telah berpulang ke Rumah Tuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon A Tale
Fanfic"Buat apa? Pasti ada alasannya kan aku terlempar ke sini? Ke timeline ini?" "Siapa yang harus aku percaya?"