pertama. sebelum membaca cerita ini, baca al-qur'an dulu ya, teman-teman (bagi yang muslim dan tidak berhalangan)
kedua. sebelum membaca bagian ini, baca dulu bagian sebelumnya karena diadakan revisi dan penambahan cerita.
happy reading <3
°•°•°
Pagi harinya, Rivana dan Farhan sudah siap. Setelah sarapan dan pamit pada kedua orang tua mereka. Mereka ke sekolah selalu berdua, seperti biasanya.
Farhan masuk ke dalam mobilnya dan disusul Rivana. "Udah?" tanyanya yang dibalas anggukan kepala oleh sang adik. Mobil mereka pun langsung melesat keluar dari pagar yang bisa dibuka dan ditutup secara otomatis, jadi keluarga ini tidak perlu repot naik-turun dari mobil.
Saat sampai di sekolah, Rivana pamit untuk duluan masuk ke kelas. Sebenarnya, usia mereka hanya terpaut satu tahun. Yang artinya, Rivana duduk di kelas 10 dan kakaknya kelas 11 dengan jurusan yang sama—IPS.
Saat masuk kelas, Rivana melihat kedua sahabatnya tengah menuliskan sesuatu di atas buku. Mereka tengah mengerjakan tugas. Ritual pagi yang amat sangat lumrah di kalangan pelajar seluruh Indonesia.
Saat keduanya mendongakkan kepala mereka untuk menatap Rivana, ada sedikit perubahan di wajah mereka. "Loh? muka kalian kok gendutan gitu?" Rivana terkejut lalu tertawa melihat wajah Arina dan Fadilla sedikit 'gendutan'.
"Ini pasti gara-gara malam tadi, kan? Banyak banget makannya." Rivana tak henti-hentinya menertawakan kedua sahabatnya yang sudah tak fokus mengerjakan tugas mereka dan ikut tertawa.
"Ini semua gara-gara Arina! Dia terlalu banyak membawa dessert, sampai yang lainnya ga ikut kebagian. Iya nggak, Bom?" Fadilla membela dirinya sambil tertawa dan menanyakan pernyataannya ke teman sebelah kursinya yang tubuhnya sangat gempal—Bom-Bom.
"Hooh betul, Dil. Kemaren aku mau ambil cupcake yang toppingnya sparkle, keduluan sama Arina." curhatnya.
Yang dibicarakan pun hanya cengengesan. "Tolong dong, Bom-Bom... Jangan pakai embel-embel 'Dil' terdengar aneh. Dilla kek, Lala kek. Sebel, ih." Fadilla tiba-tiba mengerucutkan bibirnya. Ia membenarkan kacamatanya yang sedikit menurun, lalu kembali fokus ke 'ritual'nya.
Rivana yang sejak tadi masih berdiri, menaruh tasnya di atas mejanya. Baru sadar dengan apa yang dikerjakan kedua sahabatnya ini. "Tugas apa?"
"Sejarah," jawab Arina. Rivana hanya ber-oh ria.
"Terus, Dilla kenapa baru ngerjakan? Biasanya jam segini lagi santai sambil nungguin Arina ritual?" Tanya Rivana lagi.
"Malam tadi ga sempat buat ngerjain. Mau minta tolong sama Abang, eh udah ngorok dianya."
"Sekolah ini emang ajaib, ya? Biarpun ada acara semegah apapun, tetep aja ada yang namanya tugas." Arina membenamkan wajahnya di lengannya yang terlipat di atas meja, ia telah selesai menyalin tugasnya Fadilla.
"Namanya aja sekolah, SElalu K.O. dan leLAH" Arina menjawab pernyataannya sendiri. "Yah kan, jadi ngomong sendiri" Rivana menggeleng mendengar ocehan tak jelas Arina. "Receh? sudah dapat dipastikan." ungkapnya pasrah.
Selama 10 menit mereka terdiam dengan kegiatannya masing-masing, bel jam pertama pun berbunyi. Seorang guru berwajah manis berumur 45'an masuk ke dalam kelas sambil tersenyum dan menyapa murid-muridnya. Pelajaran pertama adalah, Matematika.
Tak seperti cerita-cerita lain yang menceritakan seorang guru Matematika yang terkenal dengan sifat bengis yang tiada ampun memberikan tugas beruntun kepada muridnya. Guru Matematika yang satu ini—Ibu Muthia—sangat berbeda, bahkan bisa dikategorikan sebagai 'Guru Matematika Terfavorit se-SMA Pancasila'.
Dengan metode belajar beliau yang amat sangat santai namun serius, dan sangat mudah untuk dipahami membuat satu kelas diam memerhatikan dengan seksama. Hingga saatnya tiba...
°•°•°
Setelah perjuangan keras namun lembut, pelajaran Matematika yang langsung disusul pelajaran Geografi. Akhirnya bel istirahat tiba. Fenomena alam yang paling ditunggu-tunggu seluruh Ikatan Pelajar Indonesia.
Oiya, di SMA Pancasila tidak ada kantin. Cuma ada koperasi yang disamakan dengan kantin. Dengan puluhan meja tersusun rapi, dan sebuah café lengkap dengan beragam makanan dan minuman yang berdiri tegak di depan meja-meja tersebut. Tidak cocok disebut kantin, lebih cocok disebut 'Restoran Ala Kadarnya'.
'Trio Kelinci Biru' berjalan menyusuri cafe sekolah dan menemukan sebuah meja kosong di tengah-tengah kerumunan. Rivana yang duduk di sana untuk menjaga meja agar tidak ada yang mengambilnya lagi. Sedangkan Arina dan Fadilla pergi ke cafe untuk mengambil makanan dan minuman.
"Nana!" panggil Farhan yang dibelakangnya ada Reyn, kakaknya Fadilla. "A!" balasnya sambil melambaikan tangannya.
"Yang kemaren, udah?"
"Apanya?"
"Surat Izin Permintaan Maaf atas Ketidaksengajaan Kejadian Malam Tadi." ucap Rivana ngawur. Farhan terkekeh pelan sambil mengacak puncak kepala Rivana. "Udah, katanya bukan masalah." Farhan dan Reyn duduk di depan Rivana, numpang makan katanya.
"Emang masalah apaan, sih?" Reyn mulai kepo.
"Itu, kema–"
"Ngga ada, kok" potong Rivana cepat sambil menginjak kaki kakaknya di bawah meja.
Tak lama, Arina dan Fadilla kembali ke Rivana. Fadilla kaget ketika melihat kakaknya. "Eh! abang ngapain di sini? tempat cewe tau!" Fadilla mendorong-dorong pundak kakaknya.
"Eh biarin, tadi Rivana aja ga keberatan! Blee :p" Bela Reyn sambil menjulurkan lidahnya. Fadilla terlihat kesal, namun ia tidak peduli dan melanjutkan makannya. Di meja yang sama, mereka semua mengisi perut yang sudah kosong sejak tadi.
Dapat terlihat dari jauh, Andreas baru memasuki wilayah cafe hanya sendirian. Tak sengaja Rivana berpapasan mata dengannya, namun dengan cepat pria itu membuang mukanya. Sadar dengan gerak-gerik sang adik, Farhan mengedarkan pandangannya ke pelosok cafe dan akhirnya melihat juga siapa yang ditatap oleh adiknya.
Ditatap lagi wajah adiknya, ia tengah melanjutkan makannya. Tidak apa, selagi tidak ada masalah yang mengganggu pikiran sang adik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eurasia
Teen FictionAndaikan saja seekor serigala yang siap menerkam siapapun, menghampiri seorang manusia yang ia yakini bahwa manusia itu adalah 'mate'nya, semua yang mengenal tentang werewolf pasti tahu apa yang akan terjadi pada keduanya-tentunya dengan persepsi ma...