"WANITA sangat repot, ya? Kalau sedang dikunjungi oleh tamu kehormatan," komentar Taehyung selagi memusatkan kontemplasi penuh pada tayangan televisi.
Itu merupakan pagi yang problematis, kurasa.
Binar mentari berdenyar riang, menyoroti bentala melalui iluminasi yang serupa lampion afirmatif. Proyeksi antariksa dengan awan tipis menggembung, putih cemerlang di kaki langit memahat adiwarna yang nyaris terlupakan. Barangkali Ibu Alam ingin membubuhkan rehat bagi para individu, mengendapkan tragedi untuk hari lain, namun ia tetap memutuskan agar mengalpakan eksistensiku.
Eksesif, ya, tetapi apa yang kamu harapkan sesaat terbangun dengan kram di sekujur abdomen, dan pakaian dalam yang mendadak ternodai merah marun? Benar-benar menjijikkan sampai aku hampir membenturkan kepala di pintu kamar mandi sebab terlalu tergesa ingin meluputkan diri dari sehelai katun yang melindungi vulva.
Kendati itu adalah masalah perempuan yang lumrah dan bertandang setiap bulan, namun dengan semua hal yang terjadi, tentu saja, aku terdesak untuk melupakan tanggal seharusnya aku memperoleh menstruasi.
"Tentu saja, repot! Memangnya darah kotor itu mau dipelihara?" cibir Imogen yang sedang merancang kepang Belanda pada surai stroberi Josephine. "Kamu juga repot kalau sedang ada maunya."
Si gadis paling kecil terkekeh geli. "Aku ingat hari pertama datang bulan, aku menyuruh Papa untuk membeli tampon. Dan dia pulang dengan wajah merah seperti tomat."
"Oh! Aku sangat mengerti perasaan itu." Taehyung bergidik ngeri, isi kepalanya masif dengan fenomena seram tersebut. "Aku bersumpah tidak pernah merasa begitu tersesat dan malu di saat yang bersamaan."
"Tapi kamu tak segan kalau membeli kondom."
"Itu berbeda, Calon Nyonya Kim!" keluh Taehyung, spontan menggasak kranium Imogen dengan bantal hingga membuat si gadis nyaris terjengkang. Riuh tawa Josephine langsung pecah menyaksikan pasangan ajaib itu saling melemparkan bufer sesaat Taehyung menambahkan di sela-sela pergulatan, "satu untuk menambah generasi, satu untuk mencegah banjir!"
Aku tertawa pelan mendengar klausa si pemuda Kim. Sejujurnya, aku tidak tahu apa yang mereka tuju, menginap dengan beralaskan dalih bahwa absensi tradisi Unholy Trinity harus segera dituntaskan. Pesta piyama yang sempat menyimpan debu, semalam justru merengkuh euforia, kamar hening yang biasa kutinggali kini menjadi epitomi obrolan humoristis dan absurd.
Meski Josephine mengundang dirinya sendiri sebab mengamati Taehyung yang mendorong konsol klasik dari gudang ke rumah utama, aku tetap tidak protes, aku tahu aku membutuhkan atmosfer gaduh seperti ini. Mengelilingi diri dengan orang lain adalah salah satu cara efektif demi menghindari perbuatan imbesil, dan kurasa, mereka sempat menampung spekulasi bahwa aku akan terjerumus ke dalam liang destruksi tersebut.
Maka dari itu, Imogen, Taehyung dan Josephine sama sekali tidak menyinggung nama Jimin selama konversasi bergulir, bahkan Taehyung melakukan hal yang lebih ekstra dengan mengubah kata sandi ponselku agar aku tidak terhipnotis oleh gunjingan beberapa mahasiswi dari universitas.
Ya, tampaknya, kejadian seminggu lalu di Arboretum sudah sampai ke telinga para penyebar gosip hingga mereka memutarbalikkan kebenaran dengan mengapitalkan artikel di situs web Alabama Selatan bahwa aku merupakan suspek utama di balik Jimin yang menolak posisi NFL karena masalah pribadi.
Sungguh, aku tidak tahu apa pun, aku bahkan tidak menduga Jimin telah ditawari posisi di sana. Kupikir pertandingan sepekan lalu hanya sekadar audisi sekaligus evaluasi oleh para direksi NFL, namun nyatanya, Jimin sudah lebih dulu memperoleh invitasi dari mereka. Dan insiden bersama Catriona menyebabkan konklusi mengecewakan itu.
Dia memang sudah tidak stabil setelah kakaknya meninggal, mengapa harus Jimin juga yang berkorban?
Ah, sial, gadis ini benar-benar merebut masa depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Quarterback
Fanfiction❝I'm truly sorry, but it's time you got to be your own quarterback.❞ ──────────── Park Jimin • Female OC © yourdraga 2020