Episode 16 / Masa lalu... Kami?

167 25 3
                                    

Kami keluar dari pesawat lalu menuruni anak-anak tangga transparan. Jika ada ilmuwan atau teknisi  dari kota yang melihat teknologi seperti ini, mereka akan menangis terharu untuk mempelajari tekniknya.

Teriakan para warga yang berdiri di sekitar lapangan semakin antusias, apalagi saat Miss Anna dan Elios muncul dari bingkai pintu. Wajah mereka terlihat berseri-seri, seperti melihat anggota grup boyband atau girlband terkenal.

Di atas kami, atraksi pesawat tempur dimulai. Bagaikan tiga kelelawar putih yang terbang dalam formasi anak panah. Asap warna-warni keluar dari ketiga pesawat, menjadi tinta untuk menulis di udara. Jika diartikan ke bahasa kami, tulisannya akan berbunyi:

SELAMAT DATANG DI DISTRIK WATAWATO, PETUALANG!

Para warga berseru-seru, mengangkat tongkat yang bersinar seperti lampu lebih tinggi. Ini mungkin merupakan salah satu acara penyambutan paling meriah di akhir tahun.

Kami berlima melambaikan tangan, tersenyum seadanya. Tapi tentu tidak ada yang bisa mengalahkan aura kakek dan dua bersaudara Zoltria itu, mereka memancarkan aura bangsawan sejati.

Setelah pesawat-pesawat terbang menjauh, kembali ke markas militer.

Kami melihat ke atas sejenak, tanpa sadar senyum terukir di wajah masing-masing. Penuh arti.

Lani menyikut lenganku, menunjuk ke salah satu kerumunan. Dia menahan tawa. "Jangan bertanya, lihat saja."

Tawaku tidak bisa tertahankan saat melihat ke sana. Lihatlah, di antara kerumunan warga lainnya, ada kelompok ibu-ibu dan remaja perempuan yang memakai kaos dengan wajah Elios tersenyum lebar. Sedangkan banner digital di belakang mereka menampilkan nama dan foto Elios yang memakai pakaian resminya sebagai pangeran.

"Aku ingin sekali memuji siapapun yang membuat kaos dan banner digital itu. Mereka fans garis keras!" Lani memegang perutnya, sakit karena tertawa.

"Elios ternyata lebih terkenal dari yang kukira," Aku masih tertawa, segera menarik Zandar di samping untuk melihat ke arah yang sama.

Saat dia sadar, tawanya jauh lebih keras dari kami, menarik perhatian Lucius dan Miss Anna. Seketika semua orang kecuali Elios tertawa.

Bahkan yang ditertawakan sejak tadi tidak sadar.

"Kenapa kalian tertawa?" Wajah Elios terlihat bingung menatap kami.

"Pangeran Elios, fans dari kota Watawato sangat antusias melihatmu," Miss Anna menjawab, mengusap setitik air mata. "Aku masih tidak percaya mereka bisa meretas data galeri kerajaan demi banner itu."

Elios melihat ke kerumunan fansnya, membuat mereka semakin histeris memanggil namanya. Seketika wajahnya memerah karena malu.

"Haha, mereka masih mending. Coba kalian lihat ke atas!"

"Hah?" Aku berhenti tertawa, mendongak ke atas. Bukannya atraksi pesawat tempur sudah berakhir?

Kedua mataku membulat. "Lani, Zandar, kakek. Demi keselamatan masing-masing, jangan tertawa."

Mereka bertiga segera mendongak, dan terdiam. Elios benar, kelompok ibu-ibu dan remaja perempuan itu jauh lebih baik daripada yang ada di atas langit.

Ada kapal udara yang melintas di tengah asap, membawa banner yang sisinya tak kurang dari delapan meter, gambar Miss Anna yang memakai pakaian resmi terpampang jelas. Terlihat menakjubkan.

Miss Anna tidak memberi respon. Tangannya merogoh saku jas, mengambil ponsel lalu menekan layar dengan cepat.

"Halo, apa aku berbicara dengan pusat Informasi Teknologi? Ini Anna. Kirimkan data-data pengguna situs kerajaan dalam waktu satu bulan terakhir, selengkap mungkin. Ada yang ingin kuperiksa."

Kami bertiga merinding, menatap Elios yang tertawa lebar melihat foto kakaknya di ketinggian. Miss Anna melirik tajam, bahkan Lucius tidak bisa bersuara.

"Eli, kau lebih suka kunjungan dari Ame atau tidak ada makan siang selama seminggu?" Miss Anna memukul-mukulkan tongkat energi di tangannya, tersenyum menyeramkan.

"Tu-tunggu dulu! Jangan terburu-buru! Tapi itu memang lucu, kok! Kakak terlihat cantik dengan gaun dan mahkota di foto itu,"

"Elios," Zandar menatap mereka.

"Dan Miss Anna..." Lani menimpali.

"""Benar-benar bersaudara.""" Aku dan Lucius menjawab bersamaan.

Pak Lilang yang bersiap lepas landas tertawa renyah di kokpit pesawat, melihat Elios yang berusaha membujuk Miss Anna mengubah keputusan untuk menghilangkan jatah makan siangnya dan kunjungan itu.

***

Setelah drama fans dua bersaudara yang mengejar hingga pintu gedung Balai Kota, akhirnya kami benar-benar sampai di tempat tujuan. Wali kota memberi tur singkat sambil sesekali meladeni pertanyaan wartawan.

Blitz kamera terus mengikuti kami, para partawan berusaha menerobos para penjaga berjas hitam yang berdiri di sepanjang jalan. Di sini bukan mikrofon lagi yang digunakan, tapi kamera terbang berbentuk seperti bola kasti. Merekam suara sekaligus area yang tidak dapat dijangkau cameraman.

"Maafkan aku atas ketidaknyamanan ini. Para wartawan sudah menerima izin resmi dan aturan dari ibu kota, tapi mereka tetap saja tidak bisa membendung pertanyaan seluruh warga di internet." Wali kota berkata pelan, cemas akan tamunya.

Elios menggeleng pelan, tersenyum mengerti. "Kami sudah menduga ini akan terjadi." Ia menoleh ke belakang. "Benar, kan?"

Miss Anna dan Lucius tersenyum tipis, kami bertiga di samping mereka mengangguk. Setelah melihat reaksi warga dan penggemar dua bersaudara, tidak butuh waktu lama untuk memprediksi keberadaan wartawan seperti ini.

"Ini mengingatkanku dengan siaran langsung Institut Hukum Zoltria sebelumnya," Terdengar suara Zandar melalui telepati. Kami bertiga saling lirik, mengangguk pelan.

Tapi menurutku wartawan Zoltria jauh lebih mengerikan. Cara mereka membawakan berita sangat terperinci, sampai para penonton berspekulasi dan berpikir keras. Jika diminta, mereka bisa saja mencuci otak seluruh penduduk dunia paralel dengan satu berita.

Wali kota melangkah lebih cepat, segera menekan tombol lift. Pintu pun menutup, lift meluncur ke bawah tanah.

"Oh iya, saya belum memperkenalkan diri dengan benar pada kalian berempat," Kali ini suaranya terdengar lebih santai. "Nama saya Komo Ri, wali kota Distrik Watawato. Senang bertemu dengan anda, tuan Lucius, anak-anak petualang. Orang-orang Blendvark dan Watawato turut senang dengan kerja sama ini."

Kami mengangguk. "Anak-anak juga turut senang dapat berkunjung ke tempat baru. Terutama keturunan Dunia Bayangan di antara mereka,"

Lucius menunjuk ke arah kami, lebih tepatnya pada Zandar. Wajah sahabatku itu seketika memerah, tersenyum malu-malu.

"Benarkah?" Komo Ri langsung tertarik, menatap Zandar lebih lama. Beberapa saat kemudian, ekspresi wajahnya berubah. "Masa depan kalian... Sangat rumit. Tidak kalah dengan masa lalu kalian pula,"

Salah satu alisku terangkat, kami bertiga saling lirik. Wajah kami menunjukkan ketidakpahaman dengan jelas.

"Kalian tidak akan mengerti sekarang," Komo Ri berdeham, "perjalanan kalian masih jauh. Terutama kamu, anak muda. Kemampuan psychometric, precognition, dan retrocognition milikmu kelak akan menolong banyak orang. Aku berharap banyak pada kalian bertiga dalam misi ini."

Zandar menelan ludah, patah-patah mengangguk. 

Yang dikatakan Komo Ri saat itu sulit sekali dicerna oleh anak-anak umur empat belas tahun. Tapi di masa depan, saat kami mengingat kembali hari ini, semua yang dikatakannya itu benar. Bukan hanya kemampuan Zandar, tapi semua yang kami pelajari dan peroleh dalam petualangan kami.

***

Please support me by vote and follow! {^~^}



TMA Series 2: ILUSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang