Part 4

128 17 0
                                    

Pagi ini sepertinya keberuntungan tidak berpihak pada Ratiza. Saat dijalan ban motornya kempes dan apesnya lagi di sepanjang jalan ia tidak menemukan bengkel sama sekali. Tadi Dion sudah mengajak Tiza untuk berangkat sekolah bersama namun gadis itu menolak. Karna ia tahu pasti Abangnya itu akan menjemput pacarnya terlebih dulu, jadi Tiza menolak dengan alasan 'Gue nggak mau jadi nyamuk'

"Abang angkat dong!" Geramnya, gadis itu sudah berkali-kali mencoba menghubungi Dion agar Abangnya itu mau menjemput, namun yang menjawab selalu suara embak-embak operator.

"Nyebelin! Punyak Abang nggak guna banget" umpatnya.

Tin Tin

Gadis itu menghentikan kegiatannya mendorong motor dan menoleh pada sumber suara. Matanya menyipit berusaha untuk mengenali siapa laki-laki di depannya ini, tapi jika dilihat dari seragamnya sih sepertinya laki-laki itu satu sekolahan dengannya. Tapi....siapa? Tiza agak kesulitan melihat wajah laki-laki yang mengenakan helm full face tersebut.

"Motor lo kenapa?" Tanyanya.

'Bentar-bentar kayak pernah denger suaranya tapi gue lupa siapa ya?' Ucapnya dalam hati berusaha mengingat siapa pemilik suara itu.

Tak kunjung mendapat jawaban laki-laki itu melepas helm yang ia kenakan dan bertanya lagi "Motor lo kenapa?".

'Eh ini kan...'

Laki-laki itu menjentikkan jarinya di depan wajah Tiza yang masih melongo "Em anu aduh itu ban motor gue kempes" ucapnya sedikit terbata karna grogi.

'Astaga Za malu-maluin banget sih....kayak nggak pernah liat cogan aja' rutuknya dalam hati.

Aksa turun dari motornya dan melihat keadaan motor adik kelasnya itu. Ya, cowok yang membuat gadis itu melongo adalah Aksa Kaivan Mahendra kakak kelasnya yang tampan dan baik hati. Oh....jangan lupakan pertemuan mereka saat MOS dulu, rasanya perut Tiza seperti ada kupu-kupu yang berterbangan jika mengingat hari itu.

"Ban lo kenak paku jadi bocor" ucapnya setelah melihat apa penyebab ban motor Tiza bisa kempes. Tiza hanya menjawab dengan ber 'oh' ria.

"Di sekitar sini nggak ada bengkel" lanjutnya.

"Yah....terus gimana?" Tanya Tiza bingung ya kali ia mendorong motornya sampai sekolah, jaraknya saja masih jauh.

Aksa mengedarkan pandangan ke sekitar mencari solusi. "Em gini aja motor lo gue titipin dulu di warung depan itu, terus nantik gue nyuruh orang bengkel buat ambil motor lo"

"Emang nggak ngerepotin?" Tanya Tiza, sungguh sekarang ia meras tidak enak karna telah merepotkan kakak kelasnya itu.

"Enggak lah" jawabnya mantab, laki-laki itu lalu menuntun motor Tiza ke warung di sebrang sana. Tiza terus memperhatikan gerak gerik Aksa, gadis itu sedikit menyunggingkan bibirnya membentuk senyuman yang samar-samar. Hatinya menghangat atas perlakuan Aksa yang menurutnya.....manis.

'Gue kenapa sih?' Tanyanya dalam hati, baru kali ini Tiza meraskan sesuatu yang aneh seperti ini. Entahlah ia jugak tak paham rasa aneh itu berwujud seperti apa.

"Udah beres, yuk" ucap laki-laki itu menyadarkan Tiza dari lamunannya.

"Hah?" Tiza tidak mengerti apa yang di ucapkan oleh laki-laki itu.

"Ayo naik, kita udah telat"

"Ah i-iya"

Gadis itu sedikit kesulitan saat hendak menaiki motor besar Aksa yang sedikit tinggi. Tiza bingung harus berpegangan dengan apa 'Masak iya gue tiba-tiba pegangan sama pundaknya nggak sopan banget' ucapnya dalam hati. Aksa yang peka dengan situasi langsung mengulurkan tangan untuk membantu adik kelasnya itu. Tiza sedikit terkejut dengan aksi Aksa barusa, Tiza menerima uluran tangan itu dengan jantung berdegub tak karuan.

Take My HandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang