Happy reading 🤗
.
.
."Ayo, Onta!"
"Bentar dong, bocil. Ini Aunty parkirin Miko dulu."
"Ditinggal di sini aja kenapa, sih?"
"Ngalangin orang jalan, Pinteer." Aku tersenyum gemas campur jengkel, masih sambil berusaha memarkirkan Miko di tempat yang luang. "Entar digerek sama polisi, Aunty nggak mau, ya!"
"Onta bawel!"
Aku hanya mendengus. Setelah berhasil parkir dengan baik dan benar, barulah aku menekan tombol buka pada pintu yang sedari tadi tidak sabar ingin dibuka oleh anak tunggal Bangrai ini.
"Duitnya jangan lupa dibawa. Athar nggak mau ya nanti ditahan Pak satpam kalau Onta nggak bisa bayar!"
Aku mengelus dada. Ya Allah, kuatkan hati hamba dalam menghadapi keponakan songong, bossy, dan petakilan ini. Aamiin.
"Ayo dong jalannya cepetan, Onta. Dasar cewek!"
Aku berdecak, meraih sebelah tangannya untuk digenggam agar bocil ini berhenti lari. "Kamu yang jangan lari-lari. Nanti kalau kamu ilang, Aunty nggak bakal nyari. Biar aja entar Ayah sama Bunda cari anak lain yang kalem, nggak kayak kamu!"
"Ih, nggak boleh, Ontaaa!"
"Ya makanya jadi bocah jangan petakilan!"
"Iya-iya." Dengan bibir manyun, akhirnya bocah cilik ini rela tangannya kugenggam.
Kami berjalan memasuki gedung pusat perbelanjaan dengan langkah santai. Sebenarnya, Minggu pagi ini aku sudah punya rencana untuk tetap santai di rumah bersama Papa dan Mama. Tapi ternyata kedua orang tuaku malah ada pertemuan rutin dengan para sahabat Papa.
Dan karena katanya kasihan melihatku kesepian, Bangrai memintaku menemani Athar nonton. Sedangkan dia ingin quality time dengan istrinya demi kesuksesan proyek untuk menghasilkan anak kedua. Semalam, Bangrai sudah memesan tiket di bioskop untuk tiga orang, tapi karena hanya kami berdua yang menonton, ya sudah yang satunya jadi mubazir.
"Filmnya masih entar tiga jam lagi. Kita mau ngapain dulu?" tanyaku, ketika kami sudah berdiri di lantai satu.
"Mandi bola!"
"Oke."
"Eh eh, enggak, ding." Athar mendongak, menggoyang-goyangkan tautan tangan kami. "Main game di Timezone!"
"Ookee."
Aku mengajaknya naik eskalator. Dia mepet-mepet, mendongak dengan tatapan memelas. Aku yang tahu maksudnya, hanya menghela napas. Lalu menggendong badannya yang bisa dikatakan sangat berbobot ini. Ini salah satu kelemahan Athar, takut naik eskalator.
"Onta, jangan langsung ke Timezone!"
Menggeram, aku menatapnya sambil berusaha keras menahan kesal. "Terus mau ke mana?"
"Beli chiki dulu. Terus beli susu melon."
"Iya, Sayaaang."
Heran, keponakanku yang satu ini rewelnya minta ampun. Semua maunya harus dituruti. Efek jadi anak satu-satunya ya itu. Semua orang di rumahku memanjakannya, tapi hanya aku yang memang agak tidak akur dengannya. Mau bagaimana lagi? Lebih mudah menjahili bocah ini daripada bersikap lembut seperti yang selalu dilakukan Kia haha.
Kami membeli beberapa cemilan bermicin dan susu melon kesukaan Athar. Setelah itu, baru ke Timezone. Game center itu cukup ramai dikunjungi oleh para pengunjung dari berbagai usia. Kebanyakan yang memang sekeluarga, menurut pengamatanku. Maklumlah, weekend selalu jadi pilihan untuk menghabiskan waktu bersama keluarga. Beda dengan Bangrai dan Kak Widya yang malah melempar anaknya ke aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aww-dorable You (Terbit)
Ficción GeneralNote: Cerita ini sebenarnya sudah tamat tahun 2020. Tersedia versi PDF, Karyakarsa dan cetak. Di Wattpad, sebagian besar bab sudah dihapus. D'Abang Seri 2 (bisa dibaca terpisah) Di dunia ini, Agnes paling takut kalau Papa dan Raihan mulai galak. Bia...