Preambule

26 0 0
                                    

Jakarta, 2017

17.34. Ada  dua orang yang memiliki janji temu hari ini. Si laki-laki menunggu si perempuan dengan gelisah. Setengah jam setelah jam pulang kantor  sudah berlalu. Namun belum ada tanda yang ditunggu akan datang. 

Laki-laki itu menggulung kemejanya seolah bisa membuat rileks pikirannya yang sudah kelewat kalut. Kedai kopi yang mereka pilih untuk bertemu seharusnya bisa ditempuh hanya dalam lima lima menit berjalan kaki. Lokasinya sangat dekat dengan tempat si perempuan bekerja. 

Setelah cukup lama sibuk dengan pikirannya, terdengar pintu berderit. 

Satu kali. Dua kali. Tiga kali. Empat kali...

Bukan perempuan itu. Sesaat sebelum laki-laki itu memutuskan untuk menghubungi melalui ponsel, 

Dari arah utara nampak yang ditunggu berjalan tergesa-gesa menghampiranya. Ia menyibakan rambutnya yang berantakan dengan menyeka sedikit peluh di dahinya. Bahkan lanyaard identitas dari kantor masih tergantung dilehernya. Perasaan bersalah jelas tercetak di raut muka perempuan itu untuk keterlambatannya. 

Perempuan itu tersenyum ramah, berbincang singkat sebelum bangkit lagi untuk memesan makanan ringan. Ia tidak terlalu lapar sebenarnya karena sebelum kesini sudah makan banyak snacks dikantor. 

Makanan akhirnya tiba, si perempuan telah ditanyai banyak hal, mengenai bagaimana hari-harinya di kantor, masalah yang terjadi, dan mereka juga membahas beberapa hal random seperti perpolitikan/perekonomian negara dengan santai, terkadang juga diselipi guyonan receh yang sering mereka lontarkan di waktu kuliah dulu. 

"Sebenarnya apa yang bikin kamu jauh-jauh dari Jakarta Pusat ke Selatan  sih Dan ?" Tanya perempuan itu dengan tenang. Sudah cukup ngalor-ngidulnya, Ia harus tahu alasan pertemuan di hari kerja ini bahkan ketika Ia tahu, mereka sama-sama sedang cukup sibuk.

"Gini Ya..." Perempuan itu sudah meringis sebelum laki-laki itu menyelesaikan kalimatnya. 

"Sorry..sorry, udah lama banget aku gak dipanggil Aya" Selain itu ekpresi kekalutan dan bingung oleh laki-laki dihadapannya ini mau tidak mau mengundang sedikit kegelisahannya juga.

"Aku ingin menikahi Aisha. How do you think ?" Lirih. Tapi masih cukup terdengar meskipun kedai cukup ramai tapi entah kenapa suara berat itu tetap sampai di telinga si perempuan. Meskipun terasa sangat jauh. 

"Aya ?" Perempuan itu terlalu tenang, untuk mendengar pernyataan yang bisa saja mengejutkannya. 

Lagi-lagi semesta mempermainan kita. Belum sembuh hati yang patah  karena harus kehilangan pertemanan selama puluhan tahun, kini Ia pun harus menyembuhkan luka orang lain. Di Dunia ini, mungkin tidak ada yang memahami Aisha sebaik Aya, namun apakah laki-laki ini juga tahu, Aisha sudah ingin melupakan kisah yang tidak pernah jelas ujungnya ? Mengajaknya menikah ? Yang benar saja. Kamu hanya akan mendapatkan kesedihan bodoh.

"Hallo, did you listening me ?" Perempuan itu seperti ditarik kembali ke situasti nyata. Tidak ada yang ingin ia lakukan selain pulang dan melanjutkan kehidupannya sebagai Ayudisa, warga Jakarta Selatan yang disibukan dengan deadline pekerjaan.

"Aku masih mencerna yang kamu katakan, can we just ended up this coversation and move to next episode ?"

"What do you mean ?"

"When you too tired to run, I can be your home. But would you do the same for me ?"

Perempuan itu mengemasi barangnya yang tercecer dimeja. Ia tidak bisa mengatakan seberapa menyebalkan yang Ia alami saat ini. Entah darimana asalnya perasaan kalah seolah terus bergelayar dihatinya. Please Ia tidak mau merasa lemah di depan laki-laki ini. Kamu itu sendirian Ay, dikota ini. Angkat kepalamu!

"Bus ku sebentar lagi tiba. Aku harus mengejar sebelum tertinggal"

Perempuan itu tahu segala konsekuensinya. Namun Ia juga masih mengingat apa yang menimpa pertemanannya seolah kemarin. Benang kusut yang tidak akan pernah mampu Ia urai meskipun telah menghilangkan seluruh egonya. 

Ia bangkit berdiri. Ia harus segera pulang menjernihkan pikirannya atau akan tumpah saat ini juga. Meskipun tidak mengerti, laki-laki dihadapannya juga ikut berdiri. Seolah ingin mencegah sesuatu. 

"Next time. Okey ?" Setelah berpamitan. Aya bergegas pergi menuju halte bus. 

Menyisakan tanda tanya untuk laki-laki itu. Selama empat tahun berteman, Ia tidak memperlihatkan wajah seperti itu. 

"When you too tired to run, I can be your home. But would you do the same for me ?"

Tiba-tiba Ia sadar akan sesuatu yang selama ini luput. Apakah Aku telah menjadi orang yang jahat ?

Langit Sore JakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang