SEBELUM MEMBACA JANGAN LUPA BACA DOA !!!
-
-
-Api unggun yang beberapa jam lalu mereka nyalakan kini sudah padam. Hanya bersisa bara bara kecil yang masih menyala.
Tak jauh dari api unggun itu ada Nugro dan Tyo yang ketiduran dengan posisi duduk, sementara tangannya masih memegang kayu yang ujungnya ditancapkan sebuah jagung bakar tapi sudah tak berbentuk karena gosong.
Silvi masih setia berdiri di depan tenda perempuan dengan kaki yang gemetar. Susah payah Silvi menelan saliva-nya. Mengumpulkan keberanian untuk pergi sendirian ke tengah hutan malam malam seperti ini. Lampu senter berukuran sedang sudah ia siapkan untuk memecah kegelapan. Berbagai doa bahkan doa mau makan pun ia lisankan dalam hati.
Lampu senter itu Silvi nyalakan. Perlahan kakinya mulai melangkah. Pandangannya ia tajamkan, takut ada hewan buas yang tiba tiba datang. Padahal matanya masih sangatlah mengantuk namun ia paksa untuk tetap terbuka.
"Permisiii.... Assalamualaikum. Mbak, mas, om,tante, kakek, nenek. Numpang lewat.. Silvi cuma mau pipis kok. Kalian tidur aja, Silvi nggak akan ganggu..." Ucap Silvi dengan polos, kepalanya celingukan tak jelas seperti maling yang takut tertangkap basah.
Srrek
Srrek
Srrek
Suara langkah kaki itu terdengar dengan jelas karena menginjak daun daun kering dan ranting patah. Beriringan dengan suara gamelan yang sayup sayup sampai di telinga Silvi.
Silvi menghentikan langkahnya untuk memastikan bahwa ia tidak sedang berhalusinasi. Benar, itu suara gamelan. Suaranya semakin lama semakin keras. 'kurang kerjaan banget sih, tengah malam gini mainin gamelan.' ucap Silvi dalam hati.
Srrek
Srrek
Tunggu. Bukankah Silvi sudah berhenti. Lalu suara langkah kaki siapa itu. Apa ada yang mengikuti Silvi diam diam. Atau...
Dengan kaki yang bertambah gemetar, Silvi mencoba memberanikan diri untuk memutar badannya walaupun dengan mata tertutup dan mulut yang komat kamit membacakan Al Fatihah. Perlahan matanya ia buka...
Tubuhnya terasa menegang seketika.
"Aaaaaaaaaaaaaaaa !!!! "
***
Di dalam tenda perempuan, Rianda merasakan haus yang amat sangat. Tidak biasanya ia merasa kehausan di tengah malam seperti ini. Gadis itu memposisikan tubuhnya menjadi duduk. Sementara tangannya sibuk mencari botol minum di dalam tas yang tadi ia gunakan sebagai bantal.
Ketemu. Rianda membuka penutup botol itu, kemudian meneguk air di dalam nya hingga tersisa setengah. Lalu menutupnya kembali. Matanya menelisik ke arah samping, tempat teman temannya tertidur pulas.
'Seperti ada yang kurang...' pikirnya dalam hati kemudian memperhatikan masing masing temannya dengan teliti.
"Silvi kemana ? " Tanyanya pada diri sendiri.
Pikirannya mulai panik. Kemana sahabatnya itu pergi di tengah malam seperti ini.
"Mila, Mila, Mil... Bangun. Silvi ngga ada. " Rianda membangunkan sahabatnya itu. Kemudian berganti membangunkan Sindy dan yang lainnya.
"Silvi kemana malam malam begini ? " Tanya Nadia yang entah pada siapa.
"Kita kasih tau anak anak cowok. Siapa tau mereka ada yang liat Silvi pergi. " Saran Rianda kemudian diangguki yang lain dengan antusias.
Kelima gadis itu segera membuka penutup tenda dengan kasar. Lalu satu persatu dari mereka bergantian keluar dari tenda. Mereka sangat panik karena kehilangan salah satu dari anggota mereka.
"Apa ! Silvi hilang ?!! Gimana bisa, di luar tenda kan ada Nugro sama Tyo yang gantian jaga !! " Ucap Dimas meninggikan suaranya. Selaku ketua tim, cowok itu memiliki tanggung jawab paling besar dalam menjaga keselamatan anggotanya.
Nugro memberikan cengiran lebarnya yang sedikit dipaksakan, " hehe... Sorry Dim. Kita berdua ketiduran. Jadi ngga tau kalo Silvi ke luar tenda. "
Dimas membuang nafasnya kasar. Cowok itu tidak bisa menyalahkan Nugro ataupun Tyo dalam kejadian hilangnya Silvi ini.
"Ambil senter kalian masing masing !! Kita cari Silvi ke hutan !! Tapi inget, jangan sampe ada mencar. Kita semua satu tim !! Kita dateng ke hutan ini sama sama, keluar pun juga harus sama sama !! " titah Dimas.
Tanpa menunggu aba aba lagi, kedelapan remaja itu kembali masuk ke dalam tenda untuk mengambil senter mereka masing masing, tak lupa mereka mengenakan jaket karena hawanya begitu dingin.
Suara mereka memanggil nama Silvi semakin memecah keheningan. Cahaya dari senter yang mereka bawa diedarkan ke segala arah. Hawa dingin yang menusuk sampai ke tulang kian memperburuk suasana. Ditambah kabut yang semakin lama semakin menebal, membuat pandangan mereka hanya sampai beberapa meter saja.
Namun anehnya. Hanya suara rombongan itu yang terdengar, tidak ada suara serangga, atau hewan hewan kecil yang biasanya aktif di malam hari. Padahal pepohonan disana sangatlah lebat.
Rianda menyipitkan matanya. Pandangannya tertuju pada sebuah cahaya di balik rerumputan tak jauh dari tempat mereka berdiri. Ia lalu menghampiri cahaya itu. Gadis delapan belas tahunan itu mendapati sebuah senter dengan bertuliskan SICAN dipinggirnya.
"Ini senternya Silvi. " Pernyataan Rianda lantas membuat teman temannya menoleh.
"Gue yakin. Pasti Silvi ngga jauh dari sini. " Lanjut Rianda.
Dimas mengambil senter yang dipegang Rianda. Ia tertarik pada sebuah nama yang berada di benda tersebut.
Dimas pernah melihat Silvi menulis kata SICAN di senter itu. Saat Dimas bertanya apa artinya, Silvi hanya menjawab bahwa kata SICAN berarti SILVI CANTIK. Ia menuliskannya agar senter miliknya tidak tertukar dengan yang lain, karena senter itu dibelinya saat ia study tour di jakarta dulu. Dimas hanya menggelengkan kepalanya, disaat gadis lain lebih memilih membeli baju atau aksesoris untuk oleh oleh, namun gadis itu malah membeli senter.
"Guys..." Panggil Nadia dengan suara yang sedikit dipelankan. Semuanya menoleh ke arah gadis itu, lalu berjalan perlahan mendekatinya.
"Liat deh... Kok malam malam gini ada yang nyapu. Di tengah hutan pula. " Lanjut Nadia sembari menunjuk objek yang ia maksud. Mereka mengikuti arah jari telunjuk Nadia.
Berjarak beberapa meter dari tempat mereka berdiri, terdapat seorang perempuan paruh baya yang mengenakan kebaya berwarna putih tengah menyapu hutan seorang diri.
Sindy mengrenyitkan dahinya. " Jangan jangan dia bukan manusia ? " Tanyanya kemudian.
-
-
-
-
-Sebelum kalian meninggalkan halaman ini, ada baiknya kalian tekan tombol vote ( ⭐) dan tinggalkan coment kalian di kolom komentar agar aku makin semangat buat nulis.
KAMU SEDANG MEMBACA
RONGGENG
TerrorKe sembilan remaja itu tidak menyadari kalau nyawa mereka berada di ambang kematian. Desa Petilasan adalah desa angker. Dan hutan Ronggeng adalah sarangnya. JANGAN LUPA UCAP DOA SEBELUM MEMBACA CERITA INI !! *27 Maret 2020*