BAB 1

51 3 4
                                    

Angin malam berhembus dengan lembut. Semakin lama semakin kencang. Cahaya bulan tak seperti biasanya-gelap. Tak ada bintang yang menemani malam. Awan kelabu menghiasi langit. Cuaca mendung. Titik-titik air mulai jatuh. Semakin lama semakin banyak. Deras. Suara petir terdengar keras. Kilat berulang-ulang memekakkan telinga.

Cuaca saat ini sangat ekstrem. Malam ini aku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Aku hanya bisa meringkuk dibawah selimut tanpa memejamkan mata. Aku berpikir keras untuk melenyapkan suara berisik dari luar rumah. Tak ada ide. Hanya otak buntu yang aku dapatkan.

Setengah jam berlalu. Aku menghela napas pelan. Aku menyerah. Aku mulai beranjak dari kasur, berjalan ke pintu. Clek!, pintu kamarku terbuka. Sinar lampu dari ruang tengah merambat ke kamarku. Terang. Bagaikan bulan menerangi malam.

"Apa yang kau lakukan, Charly?" Sapa Papa ku lembut. Kulihat Papa sedang duduk di sofa. Ia sedang meminum secangkir kopi. Oh, bukan! Bukan itu yang dilakukannya. Papa sedang berkutat dengan laptop nya. Menulis cerita. Lebih tepatnya begitu.

Ya, aku tahu. Papa punya banyak waktu untuk itu. Larut malam pun, Papa tak akan menyerah. Yang kutahu, jika Papa sudah menulis dua belas halaman untuk hari ini, Papa akan tidur.

"Aku gak bisa tidur, Pa!" Aku mengucek mata yang belum mengantuk. "Hanya memejamkan mata kamu tidak bisa,ya?" Jawab Papa tanpa menoleh dari laptop nya. "Ngomong-ngomong, Papa masih ada obat tidur,gak?" Aku telah duduk di samping Papa. Papa menunjuk sofa lain yang tak terlalu jauh darinya. "Itu, lekas tidur,ya." Belum sempat ku mengiyakan, Papa sudah berkata lagi. "Papa tak ingin melihatmu terlambat sekolah besok."

Aku mengangguk pelan. Tangan ku meraih obat tidur yang Papa tunjuk beberapa detik yang lalu. Tak lama setelah itu, aku telah meminumnya di dapur.

Bisa disimpulkan, aku mengidap penyakit Insomnia. Tidak terlalu parah. Ini terjadi karena aku stress akibat kehilangan handphone-ku minggu lalu. Hal kecil. Saat itu, aku mengisi baterai handphone-ku di sebuah mall besar di kotaku. Ya, akulah yang tak waspada. Aku yang salah. Sepertinya, penyakit ini akan hilang minggu ini. Aku tak tahu pasti. Hanya bisa memperkirakan.

Bersambung...

SILENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang