Aku menggeret koperku keluar dari terminal kedatangan. Berjalan menuju deretan armada taksi, melihat nomor antrian dan aku menghela napas. Aku melanjutkan langkah ke arah lain, menuju deretan premium taksi. Hari Jumat malam, antrian taksi regular memang mengular.
"Selamat malam. Kemana, Pak?", sapa driver taksiku. Aku sudah duduk di dalam Mercedes E-Class, seorang pria paruh baya dengan setelan safari berwarna abu-abu gelap tersenyum.
"Setiabudi ya, Pak."
Ia menjawab dan mulai menjalankan sedan ini. Aku menghela napas sekali lagi. Meninggalkan bandara, meninggalkan jejak-jejak asmara yang mungkin terlarang. Wow, bukan. Jelas terlarang.
*
Aku terduduk di pinggir ranjang berukuran king di sebuah resort hotel. Kamarku -- kamar kami, langsung menghadap Samudera Hindia.
"Kamu udah bangun?"
Aku menoleh ke arah suara. Nampak disitu seorang laki-laki, berumur menjelang lima puluh tahun, tanpa sehelai benang. Rambutnya yang sudah sedikit beruban, pipinya yang chubby dan perawakannya yang tinggi besar, membuatku teringat apa yang terjadi semalam.
"Kamu?", aku bertanya.
"Iya. Kenapa?"
"What the hell are we doing here?", aku bangkit dari ranjang. Shit, sama dengannya, aku bangkit tanpa sehelai benang yang menempel di badan. Aku mengambil boxer dari bawah kursi dan memakainya.
"Kamu kenapa kaget? Harusnya aku yang kaget dengan tingkahmu semalam.", ia berkata dan menekankan kata "aku".
Semalam?
*
"Tambah lagi dong, gila ya lo kapan lagi kita bisa kaya gini?", Agni berkata sambil memanggil waiter. Ia memesan tambahan botol lagi. Hendrick's dan teman-temannya. Aku sudah setengah sadar -- kami bertujuh sudah menghabiskan dua botol Hendrick's, dua shots Tequila per orang dan some flaming drinks. Nino, Michal, Maya dan Tristan masih berjoget mengikuti irama lagu. Aku bangkit dari sofa.
"Pengen kencing.", aku berkata setengah berteriak kepada Nino yang hanya dibalas dengan lambaian tangan. Aku berjalan tertatih menuju toilet bar, beberapa orang menghindar sambil tersenyum. Shit, aku tersandung.
"Damn.", aku berusaha menyeimbangkan langkah dan berpegangan ke orang-orang di sekitarku. Berhasil, aku kembali melangkahkan kaki ke toilet. Selesai menunaikan tugas negara, aku masih berjalan tertatih, hingga aku merasakan seseorang merangkulku.
"What are you doing here?", tanya orang itu. Aku menoleh, menyipitkan mata. Siapa sih?
"Kamu lupa ya?", who will remember someone ketika mabuk?
"Aku antar ke meja kamu.", ia menggandeng tanganku. Tak lama aku melihat Agni sedang berjoget. Aku langsung memeluknya dan tertawa.
"Itu siapa? Gue dianterin dia ke meja lo.", ujarku sambil tertawa. Agni memicingkan pandangannya, lalu melambaikan tangannya.
"Sini. Kita have fun disini aja. Minuman lo, gue yang bayar!", Agni berkata sambil memberikan gelas kosong. Ia mengambil gelas dan merangkulku.
"I'm here, don't worry."
*
"Kamu ngapain pake gabung di meja kita?", aku bertanya setelah mencuci muka dan menggosok gigi. Ia berbaring sambil menyenderkan kepalanya di headboard. Kacamata baca bertengger di hidungnya. Ia menaruh iPadnya.
"Kalian udah pada wasted begitu. Aku ga akan biarin kamu pulang sama random people atau naik taksi sembarangan. You are my team dan aku harus memastikan kamu bisa balik ke Jakarta, masuk kantor dan ngurusin kerjaan kita."
YOU ARE READING
But You're My Boss!
Ficción GeneralBagaimana rasanya ketika kamu tahu kalau kamu bangun di ranjang bossmu sendiri setelah mabok semalaman? Ketika hangover belum hilang, kamu harus siap didera pernyataan yang mengejutkan!