"Hal yang paling menyakitkan adalah mencintai seseorang yang tidak bisa bersamamu"
Happy Reading♥️
***
Aresha sudah selesai menjalankan hukumannya. Kini ia sudah berada di kantin, memberi nafkah untuk cacingnya yang sedari tadi meminta jatah.
Aresha memasukkan mie ayam ke dalam mulut dengan lahap. Ia terlalu fokus menyantap makanannya hingga tak memperhatikan seseorang yang sedari tadi mengoceh. Kelaparan membuatnya lupa pada sekitar.
"Woyyy!!!" Abel berteriak untuk menyadarkan Aresha. Hampir saja Aresha tersedak, namun ia segera menetralkannya.
"Ya Allah Bel, gak usah teriak-teriak kali."
"Lo, yah! Gue dari tadi ngomong gak di dengerin. Bete gue!" Abel menyentak dengan wajah kesal.
"Sorry ... gue laper banget Bel, lo tau kan gue tadi gak sarapan."
"Tapi kan, gak sepenuhnya perhatian lo ada di mie ayam itu." Abel mendelik. Bibirnya Ia pajukan karena kesal.
"Iya iya, lo tadi ngomong apa? Gue sekarang dengerin baik-baik." Aresha mencoba membujuk sahabatnya itu.
"Telat. Gue sekarang gak mood! Cepet abisin, kita ke kelas!"
"Jangan marah dong Bel, gue janji gak gitu lagi. Masa lo tega marahin sahabat lo yang imut ini." bujuk Aresha. Memasang wajah memelas.
"Jijik gue liat muka memelas lo itu!" Abel berdiri dari tempat duduknya sambil terkekeh. Aresha mengikuti pergerakan Abel. "Jahat lo," umpatnya.
***
Hari sudah berganti malam, namun tidak ada tanda-tanda Ayah Aresha pulang. Ia sedari tadi menunggu kepulangan Ayahnya di ruang tamu. Tak menghiraukan Bi Darmi yang sudah berkali-kali menyuruhnya untuk tidur dan beristirahat. Ia saat ini hanya rindu kepada Ayahnya.
Aresha memutuskan akan tidur di sofa ruang tamu, demi menunggu kepulangan sang Ayah. Saat ia ingin terlelap tidur, tiba-tiba ponselnya berdering menandakan panggilan masuk.
"Hallo, ngapain bel nelpon malem-malem?" Aresha mengangkat telpon itu dengan mata yang masih terpejam.
"Gue Aksa, bukan Abel," ucapnya datar.
Aresha membulatkan mata, segera mengangkat tubuhnya mengambil posisi duduk. Ia tidak melihat siapa orang yang menelpon tadi.
"Ehh Kak Aksa, ada apa telpon Kak?" Ia segera mengembalikan ekspresinya.
"Gak. Cuman mastiin aja, ini no lo bukan."
"Ohh dapat no gue dari mana?"
"Dari tembok toilet sekolah." Aksa tertawa renyah.
"Hahaha lucu gembel!" Aresha tertawa tidak minat. "Gue serius Kak!"
"Ohh lo mau di seriusin sama gue? Boleh! Karena gue juga tau, lo cuma di permainin sama Arga!" Tawa Aksa pecah.
"Sialan lo!" umpat Aresha. Ia tak habis pikir dengan kakak kelasnya ini. Apalagi seorang Aksa, ia terkesan cuek oleh semua orang, namun dengannya bisa secair ini.
"Emosian Mbaknya, becanda kalii." Aksa terkekeh.
"Ngelawak Masnya? Tapi sayang, gak lucu!"
"Iyalah, gue mah gak pandai becanda, apalagi becandain perasaan orang," sahut Aksa dengan nada yang dibuat serius.
"Apa sih Kak, buceeen terooos!" ujarnya sambil terkekeh.
"Udah malem, lo tidur gih. Awas lo bandel mimpiin gue yang ganteng ini!" Aksa dengan kepedean tingkat akutnya. Tetapi Aresha akui, Aksa memang tampan. Namun ia heran, kenapa Aksa tidak sefamous Arga? Arga yang notabenenya most wanted di sekolah.
"Pede amat! Udah ah, bye!" Aresha mematikan sambungan teleponnya secara sepihak. Senyuman tebentuk di bibirnya yang mungil. Ia beranjak dari tempat duduknya, melangkah menuju kamar. Bahkan, niatnya urung untuk menunggu sang Ayah pulang. Ia tidak menyangka, Aksa bisa secair itu dibalik sikapnya yang terkesan cuek dan dingin oleh semua orang.
***
Aresha bangun cukup pagi, namun ia tak mendapati keberadaan Ayahnya. Ia bertanya kepada bi Darmi pun, hanya dijawab gelengan kepala. Aresha kini sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah.
Saat Aresha di luar dan menutup pintu rumah, ia dikejutkan dengan adanya sebuah motor sport terparkir di depan pagar rumahnya. Sang pemilik duduk di atasnya, dengan pandangan terus menuju benda pipih yang ada di tangannya. Mungkin cowok itu belum menyadari kehadiran Aresha.
Aresha menghampiri sang pemilik motor itu. "Ngapain pagi-pagi udah ada di rumah orang?" tanyanya.
Arga pun menoleh. "jemput lo lah, masa ngapelin Bi Darmi."
"Tumben lo! Pasti ada unsur." Aresha memutar bola mata, seolah mengerti tujuan Arga.
"Lo Su'udzan aja Sha, gak baik tau! Lo itu sahabat gue yang paling manis," ucapnya dengan tangan yang terulur merangkul pundak Aresha.
"Pacar apa kabar?" tanya Aresha penuh penekanan.
"Yaelah, nanti aja bahasnya," jawab Arga malas.
"Kok gitu? Ohh gue tau, sekarang lo baikin gue karena lagi ada masalah sama pacar kesayangan lo itu?" Matanya memicing mengintimidasi Arga.
"Udahlah gak usah bahas dulu, keburu kesiangan ini." Arga menyodorkan helmnya, dan langsung diterima oleh Aresha. Motor Arga melaju dengan kecepatan rata-rata menyusuri jalanan.
Aresha tentu saja menikmatinya. Semenjak Arga pacaran dengan Siren, Arga jarang sekali menghabiskan waktu dengannya. Ia cukup sadar diri, memang seharusnya ia pergi dari kehidupan Arga.
Selama perjalanan, Aresha hanya melamun. Memikirkan kehidupannya bersama Arga. Terkadang Ia berandai-andai bisa menjadi teman hidupnya. Ia membayangkan bisa selamanya bersama Arga. Teman dari masa kecilnya itu.
"Lo masih betah ya bareng gue?"
"Hah?" Seketika lamunannya buyar. Ia tidak menyadari karena sedari tadi melamun. "Udah nyampe ya?" Aresha turun dari motor milik Arga.
"Ya udah, gue duluan ke kelas ya Sha. Nanti istirahat gue jemput ke kelas. Ada yang mau gue omongin."
Setelah Arga berbalik, ia melangkah menuju kelas.
***
Bel berbunyi sejak 5 menit yang lalu. Semua murid berhamburan menuju kantin. Di kelas tinggal Aresha seorang. Ia menyuruh Abel duluan dengan alasan Arga akan menemuinya saat istirahat. Abel dengan sangat terpaksa harus pergi ke kantin seramai itu sendirian.
Tiba-tiba suara siswa berlarian di koridor sangat ramai. Aresha hanya acuh tak acuh. Tiba- tiba Joni-teman sekelas Arga- menghampirinya dengan napas ngos-ngosan. Aresha menatapnya heran.
"Ada apa Jon?" tanyanya.
"Arga berantem sama Maxi." Maxi adalah kelas dua belas. Maxi juga salah satu most wanted di sekolah. Banyak kaum hawa yang mengejarnya. Bagaimana tidak? Ia adalah mantan ketua basket yang sekarang dijabat oleh Arga. Bahkan, ia juga mantan dari Siren yang sekarang juga menjadi pacar Arga.
Tanpa berpikir panjang, Aresha segera berlari untuk menghapiri Arga. Ketika sampai di tempat perkelahian, semua orang sudah bubar. Hanya menyisakan mereka berdua. Mata Aresha memanas ketika melihat Siren membantu membersihkan luka Arga dengan penuh khawatir.
Aresha membalikan badannya dan berlari. Arga yang menyadarinya mengikuti kemana Aresha pergi.
***
Tbc
Salam manis,
Miii:*
KAMU SEDANG MEMBACA
The Styrofoam Boy (On Going)
Ficção Adolescente[Harap follow akun author terlebih dahulu!] Sikapmu tak terduga. Membuatku merana. Tanpa kata, kau berhasil meruntuhkan pertahanan diriku. Sikapmu, tanpa sadar membuatku membuka pintu hati. Kuharap, takan ada sikap menyakitkan yang membuat terpuruk...