Hyunjin menawarkan Minho untuk pulang bersama karena rumah Hyunjin juga berada di Surabaya Barat.
Kantor mereka berada di pusat Kota Surabaya dan itu terlalu jauh menurut Hyunjin jadi dia bertanya pada Minho, "Kenapa nggak milih kos yang deket kantor aja, Kak?"
"Kan tujuan awal nemuin seseorang tapi ternyata orang itu nolak dan Sore nawarin buat sekamar. Ya udah, aku setuju, gak papa agak jauh yang penting Sore kelihatannya bahagia terus pas aku di sana."
Hyunjin manggut-manggut, "Sore itu kesepian, Kak. Apalagi semenjak bundanya ninggalin dia dan mutusin cerai sama papanya."
"Orang tua Sore cerai?"
Hyunjin mengangguk, "Udah lama, sepuluh tahun lalu."
Persis seperti Minho.
Sepertinya benar. Tuhan mengirimkan Jisung supaya Minho tidak merasa sendiri.
"Nggak mau mampir?" Tanya Minho ketika mereka sudah berada di depan indekos.
"Nggak usah, nanti dia kira aku bakal nyeret dia buat pulang lagi," Hyunjin berujar lalu langsung melajukan mobil warna merah nyentrik miliknya itu membelah kembali kemacetan.
***
"Aku pulang," Minho berucap setelah membuka pintu kamarnya yang masih gelap.
Tak biasanya Jisung belum menyalakan lampu kamar padahal sudah lebih dari pukul 5 sore.
Setelah masuk pun Minho tidak menemukan batang hidung teman kamarnya itu. Dia taruh tas ransel di atas meja sebelum keluar kamar lalu keluar dari kamar untuk mencari keberadaan Jisung.
Di luar kamar Minho malah mendapati Chan yang sedang menjemur baju.
"Kak-" Minho menyapa Chan dan membuat lelaki lebih tua setahun lebih beberapa hari darinya itu diam untuk menunggu Minho melanjutkan maksudnya.
"Kak Biru tahu Sore ke mana? Kok belum pulang pukul segini? Tidak biasanya," jelas Minho dengan konten bertanya.
"Hari ini hari Rabu ya?"
Minho mengangguk sebagai jawaban.
"Tiap bulan di hari Rabu minggu pertama, Sore selalu pergi ke rumah bundanya. Bentar lagi balik kok, gak perlu khawatir. Kamu makan dulu aja."
Minho pun menurut dan berniat masuk ke kamarnya kembali tapi tertunda karena ucapan Chan, "Kamu tau kan kalau kakak suka Sore? Kuharap kamu sadar dan berlaku apa yang seharusnya kamu lakukan."
***
Tampak kaki ramping sedang selonjoran dengan kepala yang berada di pangkuan seseorang, lelaki itu Jisung yang sedang dalam posisi ternyamannya seraya memejamkan matanya.
“Bun, Sore kangen sepuluh tahun lalu," gumam Jisung dengan mata yang masih terpejam.
Tangan sang wanita tidak berhenti untuk mengelus rambut Jisung dengan lembut, sesekali wanita itu juga berdehem seperti sedang mendendangkan lagu nina bobok untuk bayinya.
“Sore sudah berusaha mencintai mama tapi mama anggap Sore berbeda. Bun, apa mencintai itu salah? Sore juga tidak mau seperti ini,” mata Jisung terbuka dan memeluk tangan kiri sang bunda yang berada di atas pinggangnya.
“Sore kan tahu, hati tidak bisa dikendalikan. Turuti kata hati, sayang. Lihat? Bunda bahagia sekarang karena memihak hati,” suara wanita yang paling Jisung sayangi terasa selalu lembut.
“Tapi Sore tidak ingin dipandang dengan tatapan menusuk begitu, bun. Cukup mama yang tahu dan mencemooh Sore, jangan orang lain. Elang saja tidak tahu perasaan ini, dia juga masih suka nyuruh Sore pulang ke rumah. Sore takut."
Bunda bergeming, tidak berniat memberikan balasan atas curhatan sang putra, cukup dengan eksistensi tangannya yang masih mengelus rambut Jisung.
"Sore kalau disuruh pulang selalu beralasan mama papa yang tidak pernah di rumah. Padahal ya karena biar tidak sering bertemu mama dan Elang. Kenapa sih Paman Jian malah membuat rumah bersebelahan dengan rumah papa?" paman Jian adalah ayah Hyunjin dan kakak dari papa Jisung. "Tapi untuk kesepiannya benar sih, Sore masih suka kesepian karena tidak menemukan bunda di rumah sebesar itu. Sepuluh tahun rasanya masih saja seperti baru kemarin bun, Sore masih tidak terima."
Elusan di rambut Jisung berhenti, "Kamu setiap bulan ceritanya mamamu sama Elang terus, yang ada nanti bakal sedih sayang. Coba cerita yang lain."
Ucapan sang bunda membuat Jisung tersadar.
“Sebenarnya, Sore sekarang punya seseorang yang buat Sore nyaman dan jadi sedikit melupakan rasa Sore ke Elang.”
“Benarkah? Siapa orang itu, sayang?” bunda bertanya lembut.
“Namanya Kak Ja-"
“BUNDA!!!” teriakan seorang balita berumur lima tahun membuat Jisung bangkit dari posisi nyamanya.
Jisung tersenyum, meski dalam hati banyak perihnya ketika melihat sang bunda mengelus lembut penuh sayang surai legam lelaki kecil itu.
Jika seperti ini, Jisung sedang ditampar. Ditampar kenyataan jika kasih sayang bunda tidak lagi hanya untuknya.
***
Sepuluh tahun lalu, anggota keluarga bungsu Hasyim yang tersohor duduk di ruang makan. Lingkup ruang makan keluarga pengusaha yang sudah turun temurun itu tampak hening.
"Le, papa sama bunda ingin berpisah."
Tak pernah terpikir di benak Jisung bahwa hari itu akan datang. Tanpa mendengar penjelasan sang papa lebih panjang Jisung berlari menuju kamarnya.
Jisung tenggelamkan kepalanya disela kedua kakinya yang ditekuk. Menangis terisak memikirkan banyak hal. Ini terlalu tiba-tiba. Banyak pikiran yang berkecambuk di kepalanya. Bagaimana dia akan menjalani hidup setelah ini ? Bagaimana masa depannya ? Dan bagaimana bagaimana lain yang muncul di benak Jisung.
Gedoran pintu memekik telinga dia abaikan. Suara memanggil namanya dia abaikan. Dering ponsel berkali-kali dia abaikan.
Dia hanya ingin sendiri. Untuk bertarung dengan pikirannya sendiri.
Kala itu hari Minggu, hari yang seharusnya bahagia tapi malah jadi petaka.
Jisung tidak pernah siap untuk berpisah dengan kedua orang tua yang selama ini tampak harmonis.
***
Jisung pulang dengan keadaan lesu dan lelah. Biasanya meski bercerita mengenai mama, Hyunjin, dan kesambatannya menyoal hidup, pasti Jisung pulang dengan wajah ceria dan bahagia, seperti telah melepas beban. Sang bunda adalah tempat curhatan ternyaman yang pernah Jisung punya. Namun kini sama saja, malah tambah parah dia bersedih.
Sampai depan kamar Chan, ada suara yang bertanya, "Sore, katanya mau minta ajari matkul?"
Rasanya Jisung ingin mengabaikannya tapi tidak enak karena itu adalah kakak tingkatnya sendiri.
"Gak jadi, Kak. Kali lain aja. Selamat malam."
Jisung menunduk dengan wajah kusutnya lalu membuka pintu kamar.
***
Update sebelum makin lupa alur💛
KAMU SEDANG MEMBACA
Ambilkan Bulan | minsungchan✓
Short Story(💋) Biru, Renjana, Sore. Tiga kata, tiga manusia, tiga kepribadian. [180320ㅡ080420]