Dua

33 3 0
                                    

ULANGAN matematika dadakan itu sudah hal terbiasa bagi Raka Ardana.
Mungkin bagi murid lain ulangan matematika dadakan itu rasanya ingin menenggelamkan diri hidup-hidup di rawa. Mungkin bagi mereka, Syukur saja kalau dapat jawaban gratis tanpa pamrih, kalau tidak? Pasrahlah mereka bila mendapatkan nilai jeblok.

Hal yang paling sering terjadi saat ulangan berlangsung itu; hening, ada yang menoleh ke sana kemari, mengedipkan mata, bisik-bisik, dan meraba-raba jawaban yang ada di kolong meja. Kesenangan murid saat sedang menjalani ulangan itu macam; guru yang dadakan akan ada rapat bersama guru-guru yang lain, guru yang tidak pedulian, pergi dadakan ada keperluan penting, keluar kelas untuk menerima telfon, dll.

Tetapi hal yang paling sadis itu, saat sudah belajar semaximal mungkin, tetapi yang dipelajari malah bukan pelajaran yang sudah diberikan contoh, soal yang sangat beda dari contoh yang diberikan dan yang lebih parah, baru saja mengerjakan beberapa soal guru sudah meneriaki untuk dikumpulkan saat waktu itu juga. Dan disaat itu lah terkadang siswa ingin menguburkan guru itu hidup-hidup.

Kalau yang lain pusing memikirkan ulangan mereka tadi, cowok jangkung nan tampan itu yang sedang duduk di bagian kursi ke tiga itu malah santai-santai saja dengan tangan yang dilipatkan di dada.

"Tu guru emang dasarnya pengen dikubur idup-idup anjing, kesel gue." cowok berambut coklat itu mengadu kesal seraya menelungkupkan kepalanya di atas meja. Sedangkan, cowok yang terlihat sangat santai itu sedikit terkekeh atas ucapan sahabatnya.

"Tau tuh, tu guru emang pengen gue tendang kesumur, mati-mati dah tu si bleki," timpal cowok dibelakang mereka yang tengah memukul tembok.

"Lu juga sih Rak, lu napa pelit banget si jadi orang." dumel Rijal yang sangat kesal dengan pria yang ada disebelahnya.

"Tau tuh, dikodein berapa kali malah kagak nengok-nengok, sengaja kali ya buat kita sengsara kayak gini."

"Yeh, mangkanya punya otak tuh cepet nangkep jangan lemot melulu, kayak gue dong," sombongnya, begitulah Raka memang pelit dalam ilmu yang ia punya.

-o0o-

Dari kejauhan ini Raka tengah memperhatikan Firly dibawah sana yang sedang pemanasan dan memakai seragam olahraga. Raka tengah siap-siap untuk membawakan air mineral dan tissue, pikirnya pasti disana Firly tengah kehausan dan kepanasan, dan ia yang akan mengusap keringat yang sedang bercucuran di dahi gadis itu.

Raka yang telah menyadari Firly menyelesaikan aksi larinya dari lapangan itu, melangkahkan kakinya untuk memberi air mineral dan tissue yang sudah ia siapkan sejak tadi.

"Nih, buat kamu. Pasti capek kan?" Raka menyodorkan air mineral yang sudah ia buka tutup botolnya. Tentu saja Firly tidak menolaknya, ia sungguh dehidrasi sekarang, tenaganya sudah terkuras sekali. Ia meneguk air mineral yang diberikan Raka sampai habis.

"Makasih, yaudah gue pergi du--" ucapannya terpotong saat Raka menarik tangannya, "bentar dulu, itu banyak keringet di dahi lo." Raka membuka bungkus tissue yang ia bawa dan dengan perlahan-lahan Raka mengusap dahi Firly yang dipenuhi keringat, menurutnya Firly tampak lebih cantik dengan keringat-keringat itu.

Sekarang mereka tengah menjadi tontonan, Firly yang merasa risih menyudahi kegiatan Raka untuk mengelap keringatnya.

"Seenggaknya lo mulai menerima pemberian gue fir." gumamnya seraya tersenyum lebar, cewek-cewek yang masih setia berdiri di tengah lapangan itu pun tersenyum geli melihat Raka tersenyum-senyum sendiri.

Raka yang sedang diperbincangkan pun tak perduli dengan omongan mereka yang dilontarkan untuk dirinya, ia melangkahkan kakinya menuju kelas Firly untuk mengajak makan siang bersama dikantin.

Anak perempuan yang hendak membuang sampah itu tersenyum malu melihat kedatangan Raka, Raka yang melihat pun hanya terkekeh pelan, "eh lo liat Firly gak?"

"Firly ada kok, di dalam." Raka mengangguk mengerti, dan menelusup masuk ke kelas Firly, tanpa permisi, dan benar saja Firly sedang sibuk memainkan handponenya.

"Hai, kantin yuk beb." Firly tersentak kaget melihat kedatangan Raka namun ia gantikan ekspresi itu menjadi ekspresi biasa saja.

"Ngapain sih lo kesini!" ketusnya seraya mengusir Raka yang tengah duduk di sebelah Firly, namun gagal tenaga Raka lebih besar darinya. "Jangan ganggu gue lagi! Bisa gak sih?" Raka menggelengkan kepalanya sontak Firly semakin geram dengan manusia yang sedang dihadapannya, sungguh keras kepala.

"Gue gak bisa hidup tanpa lo fir." katanya ngawur, Firly yang mendengarnya saja ingin muntah.
Berbeda dengan siswi-siswi yang tengah menonton pertengkaran mereka, mereka malah baper dengan ucapan ngawur Raka, rasanya mereka ingin berada di posisi Firly sekarang.

"Udah deh lo mending pergi, muak gue liat muka jelek lo." Raka yang mendengar itu hanya terkekeh, Firly menatap aneh kearah Raka mengapa cowok itu tertawa? Apakah ada yang lucu? Rasanya tidak.

"Aneh." desisnya seraya mengambil kembali ponsel yang ia taruh dimeja tadi. Ide jahil terlintas muncul secara tiba-tiba di dalam otak Raka, ia mengambil ponsel yang sedang digenggam Firly, Firly merasa tak terima ponselnya telah direbut oleh seorang Raka Ardana!

"Balikin hape gue Raka!" ucapnya sambil melompat-lompat untuk mengambil ponsel yang sedang di pegang tinggi-tinggi oleh Raka, sulit rasanya karena tubuh Raka cukup bisa dibilang tinggi. "Ayo ambil sini handpone lo." titahnya seraya menampilkan senyum jahil.
Firly yang merasa tak terima diperlakukan seperti ini, sekarang ia harus melakukan sesuatu untuk bisa mengambil ponselnya yang sedang di pegang oleh manusia sialan itu! Tak kalah pintar pun Firly berakting untuk pura-pura menangis, dengan cara itu mungkin Raka bisa luluh, untuk mengembalikan ponselnya itu.

"Sayang, jangan nangis dong," akhirnya Raka mengalah untuk mengembalikan ponsel cewek itu.
Firly menyudahi akting itu dan mengambil paksa ponselnya secara kasar, ia tidak memperdulikan Raka memanggil dirinya memakai embel-embel 'sayang' yang terpenting ponsel nya itu kembali kepada tangannya.

-o0o-

"Anak..anak.." sapa lembut Guru wanita muda yang masih berumur 22 tahun itu dan kulit putih yang menambah aura kecantikkannya bertambah.
Namanya Laras Kinanti Laudya.

"Iyaa buk." jawab mereka seisi kelas, terkecuali Raka tidak menjawab sapa Guru muda itu, ia malas sekali harus melihat wajah Guru genit itu, sedangkan yang sedang dibahas di dalam hatinya kini menghampiri dirinya, entah untuk apa, Raka tidak tahu. "Raka..kamu kenapa tidak menjawab?" tanya lembut Guru muda itu seraya mengedipkan matanya. Raka yang melihat itu hanya memutarkan bola matanya jengah.

"Terserah saya buk!" protes Raka, ia sungguh sangat malas jika harus meladeni Guru muda dihadapan-nya sekarang.
Guru muda itu tersenyum genit, Raka hanya mengacuhkannya saja, tidak peduli pada Guru muda itu yang sedang di hadapannya.

"Bos!" teriak Arbian dari luar kelas seraya menetralkan nafasnya yang terengah-engah, yang berada didalam kelas pun terkejut, "Ada apaansih lo teriak-teriak?" ucap satu salah siswi berambut curly.
Namanya Rini Sadewa cewek manis mempunyai gigi gingsul.

"Gue baru dapet kabar! Kodok kepeleset di rumah pohon!" siswa maupun siswi yang sedang di dalam kelas tertawa pecah atas ucapan receh yang diucapkannya tadi, "Gue serius!" alibinya seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Bacot anjing! Receh pisan." Arbian tertawa paling keras diantara yang lainnya, "Goblok anjing, gue punya temen kayak lo." yang disebut kata kasar pun menyengir tak berdosa.

TBC

Raka ArdanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang