Sisilia sudah merapikan penampilannya. Rambut terkuncir rapi, badan dibalut celana pensil dan blouse biru muda. Ia menemui Hiro dan Ambrosio di ruang makan. Selain membawa senjata baru, Hiro juga membawa makanan dari dapur Madame Setsuna untuk Sisilia dan petugas lainnya. Mereka makan bersama di pantri.
Selesai makan, para karyawan kembali ke posnya masing-masing. Sisilia tetap di pantri bersama suami dan iparnya. Dia meminta Hiro memperagakan cara menggunakan bom cahaya.
Hiro memperlihatkan benda itu di depan wajah Sisilia. Wanita itu antusias memperhatikan. "Tekan bagian tengah cakram ini, dan pisaunya akan keluar. Tinggal dilempar saja, maka benturan pada pisau akan mendetonasi gas bercahaya. Untuk makhluk yang peka cahaya, serangan seperti ini akan mengalahkan mereka."
"Hmm, boleh juga, penggunaannya mudah. Aku akan menyimpannya 3 buah," ujar Sisilia sembari memasukkan bom mini itu ke saku tas mungilnya. Dia dan Hiro lalu berbincang soal manisan yang dibuat Madame Setsuna khusus untuknya. Sisilia perlu makan yang manis-manis jika disibukkan dengan pekerjaan laboratorium. Madame Setsuna membuatkan kue nerikiri (salah satu jenis kue tradisional jepang) bertema musim gugur.
Manisan tersebut berbentuk binatang dengan wajah yang terlalu imut. Di dalamnya berisi pasta kacang merah yang sangat manis dan lezat. Hanya ada dua kue nerikiri. Hiro memakan yang berbentuk beruang. "Kawaiii ...!" sengir Sisilia girang sambil menimang-nimang nerikiri berbentuk kelinci di depan wajahnya. Dia tak tega memakannya karena terlalu lucu. Merasa tak diperhatikan, Ambrosio melahap kue itu dari tangan Sisilia dengan sekali sambar.
Plakk! Tak disangka, Sisilia memukul pipi Ambrosio. Pria itu melotot padanya. Sisilia malah menangis kesal. "Warui neko!" kucing nakal, ujarnya.
Kening Hiro mengernyit mendengarnya. "Neko? Amano-nii Neko-chan?" Kucing? Amano, kakaknya, seekor kucing? gumamnya.
Ambrosio malah mempercepat kunyahannya. "Aaah, jahat! Amano, kau jahat, kue itu milikku! Kembalikan ...," rengek Sisilia sambil memukuli Ambrosio. Pria itu tetap mengunyah sambil melindungi kepalanya dengan lengan.
Hiro bertopang dagu dan menyeret pandangannya melihat kelakuan dua orang itu. "Hmmmph, kalau istrinya saja boleh memukul, kalau orang lain, ... beugh!! Kepala bakalan melayang ...," gerutunya.
Sisilia masih mencebik, "Amano jahat! Jahat!"
Bibir Ambrosio menyeringai tipis. Ia tahu satu hal yang akan membuat Sisilia tak berkutik sekaligus membuat Hiro semakin kesal. Ia menahan tangan Sisilia dan sebelahnya lagi menangkup belakang leher wanita itu. "Jangan marah, Sisilia, ayo kita makan kuenya bersama!" Tanpa sempat dibantah, Ambrosio membekap mulut Sisilia dengan mulutnya. Sisilia terbelalak. Itu adalah ciuman dalam yang terasa sangat manis.
Nerikiri nyaris tak bersisa dalam mulut Ambrosio, tetapi inti kacang merahnya masih terasa. Rengekan kesal Sisilia berganti dengan engahan lembut dan pasrah. Kelopak matanya tertutup. Tangannya terturun dan mendekatkan diri ke dada prianya. Jemari Sisilia menelisik rambut tengkuk Ambrosio.
"Gaaaah!" pekik Hiro kesal sambil berbalik dan beranjak pergi dari ruang makan itu. "Keterlaluaaan!" ketus Hiro. "Aahh, jika bisa aku pindah kontrakan ke planet lain yang tidak ada dua orang itu. Menyebalkan!"
*
*
*Malam dingin menjelang. Sisilia dan 2 orang petugas medis mengenakan jas lab putih. Mereka berada di kamar pemeriksaan yang dilengkapi alat pemantau kondisi vital pasien. Mereka mengatur penempatan peti berisi tawanan serta mesin-mesin pemantau.
Ambrosio dan Hiro mengamati dari ruang observasi yang dibatasi dinding kaca. Ketika seorang wanita memperlihatkan keahliannya—dalam bidang apa pun—melihat gairahnya dalam suatu pekerjaan atau hal yang ditekuninya, citra diri wanita itu akan menonjol dan dia akan terlihat sangat memesona di mata siapa pun yang memandangnya. Tak ada putusnya kekaguman Ambrosio terhadap Sisilia, wanita yang kerap ditidurinya dan melahirkan anaknya. Apakah itu cinta buta? Ambrosio tidak merasa demikian. Sisilia tentu saja banyak kekurangan. Akan tetapi, semenjak matanya telah menjatuhkan pilihan, ia akan bertahan pada pilihan itu sampai akhir hayatnya. Ia hanya memiliki satu wanita, tetapi ia bisa mencintainya dengan banyak cara.
Dua pria dalam peti kayu itu dalam keadaan terbelenggu. Tubuh mereka penuh luka sayat yang terbuka lebar. Mata mereka ditutupi kain hitam dan mulut mereka disumpal dengan bola karet. Sisilia tidak tega melihatnya, tetapi itu harus dilakukan untuk keamanan. Jika lengah, mereka bisa bangkit dan menyerangnya. Keduanya dibaringkan di ranjang periksa. Sejumah kabel sensor dipasang di tubuh mereka yang bertelanjang dada.
Sementara Ren hanya mengenakan celana hakama, sedang berbaring di pelat mesin pemindai. Kabel-kabel di tempelkan ke dada dan punggungnya yang bidang. Di balik penampilannya yang tampak pesolek, tubuh Ren ternyata berotot padat. Sisilia menyuntikkan suatu zat ke dalam tubuhnya melalui pembuluh di punggung tangan. Dia tersenyum pada Ren. "Aku tahu kau tidak suka zat asing masuk ke dalam tubuhmu, tetapi zat ini akan membantumu. Ini adalah Gold serum," ujarnya menjelaskan. "Gold akan mendorong tubuhmu mengeluarkan energi yang sangat besar."
Ren diam saja karena tiba-tiba ia merasa menjadi kelinci percobaan Sisilia. Ia menatap was-was pada mesin pemindai yang melintang di atasnya. Dokter memandunya dari tepi. Mesin mengeluarkan bunyi dengkuran halus dan lampu sensor alat menyala. Ia diminta mengerahkan tenaga chakra-nya. Ren berkonsentrasi membuka aliran chakra dalam tubuhnya. Dokter itu mengamati layar mesin pemindai. Terlihat sekeliling tubuh Ren memancarkan aura radiasi yang menyala bak lidah api bercahaya keemasan.
Ren bisa merasakan tubuhnya seperti bola lampu yang menyala sangat terang. Energi yang sangat kuat berdesir dalam seluruh pembuluh darahnya. Saat itulah, dua orang asisten menusukkan jarum dilengkapi selang panjang ke pembuluh darah di lipatan tangan Ren. Darah segar mengalir ke dalam kantong darah.
Sekitar 30 menit, 500 ml darah telah ditarik dari tubuhnya. Mendadak Ren kehilangan tenaga. "Sial!" gumamnya. Tubuhnya lemah lunglai dan pandangannya gelap.Ren meremas dahinya sendiri. Ia merasakan detak jantungnya melambat dan tubuhnya kehilangan perasa. Ia tak tahu apa yang terjadi di sekelilingnya.
*
*
*"Ren!" Sayup-sayup Ren mendengar suara Sisilia memanggil namanya. "Ren-san, kau baik-baik saja? Jawab aku!" Suara itu semakin jelas terdengar dan perlahan Ren mendapatkan penglihatannya kembali.Bias cahaya lampu di langit-langit putih menyilaukan matanya. Ia telah dipindahkan ke ranjang pasien. Cairan infus dialirkan melalui jarum di punggung tangannya. Seorang asisten wanita merapikan bekas suntikan di pipa infus. Jarum pengambil darah tadi sudah dicabut dari tubuhnya, digantikan plester penutup luka. Ia melihat Sisilia berdiri di sampingnya dan tersenyum.
"Jangan khawatir, kami telah menyuntikmu dengan Platinum injeksi. Kau akan baik-baik saja," ujar Sisilia menghiburnya.
"Platinum injeksi?" gumam Ren sambil mengumpulkan kesadarannya.
Sisilia mengangguk. "Hm, itu salah satu obat ciptaanku. Bukan obat tepatnya, platinum bisa beracun juga, tetapi itu akan membantu memulihkan tenagamu dengan cepat," ujarnya semringah.
Ren mengernyitkan kening pada Sisilia. Zat macam apa lagi yang diketahui wanita itu dan ekperimen macam apa yang telah dilakukan Sisilia padanya?
Sisilia meninggalkan Ren untuk berdiskusi dengan dokter. Virologis itu membaca laporan data-data yang mereka kumpulkan. Beberapa menit kemudian, seorang asisten datang dan menyerahkan tabung berisi serum kekuningan kepada dokter itu. Ia memeriksa kadar radiasi cairan itu. Ia menatap Sisilia. "Sepertinya berhasil, Sisilia. Radiasinya terkumpul dalam serum ini," ujarnya.
"Hmm, bagus! Sekarang kita tinggal mencobanya pada manusia," sahut Sisilia. Dokter itu segera menyiapkan peralatannya.
Sisilia menoleh pada Ren. Dia tersenyum dan kali ini Ren tidak membalas senyum manis itu. Ia seperti telah tertipu. Sisilia tidak sesederhana kelihatannya. Di dalam, dia wanita yang sangat rumit.
*
*
*
KAMU SEDANG MEMBACA
Play In Deception 2: Camouflage (END)
Romance21++ ----Kebahagiaan tidak ada yang abadi. Semua itu bayangan semu belaka, imajinasi yang dibuat oleh otak manusia---- Lebih mengutamakan pekerjaan daripada keluarga, membuat Sisilia kerap meninggalkan anak dan suami dalam jangka waktu lama. Hal itu...