Hukuman

50 4 0
                                    

"Bu Indah," kata anak-anak itu serentak. Lalu, mereka berhamburan ke sana kian ke mari dari tempat itu. Andi dan lelaki itu pun berhenti berkelahi.

"Kalian berdua, ikut ke ruangan saya," titah bu Indah tegas.

"Ta-tapi, Bu," kata Andi.

"Tidak ada kata tapi. Kalian harus ikut ke ruangan saya," titah bu Indah lagi. Ia berpaling dan melangkah menuju ruang guru.

Andi dan lelaki itu saling memandang kesal. Menggerutu satu sama lain sambil mendorong pelan lawan mereka. Nandra, Evril, Aliando dan Escy mengekor mereka dari belakang.

Setibanya di ruang guru, bu Indah pun duduk di bangkunya dengan Andi dan lelaki itu berdiri di hadapan guru tersebut. Saat itu, tiada guru lain di dalam ruangan guru. Hanya bu Indah dan beberapa anak murid yang sengaja masuk untuk mengantarkan buku tugas atau mengambil sesuatu yang dititahkan oleh guru lain.

Nandra dan keempat temannya itu menunggu Andi dari luar ruangan. Evril dan Escy duduk di bangku yang sengaja diletakkan tak jauh dari pintu ruang guru, Nandra duduk di lantai sembari bersandar di dinding, dan Aliando dalam posisi berdiri, menyandarkan tubuhnya sambil memainkan jemarinya.

Senyap. Andi dan lelaki itu hanya diam membisu. Tak berani angkat bicara sebelum bu Indah memulai percakapan. Kepala kedua lelaki itu saling menunduk dengan kedua tangan ditempatkan di belakang. Bu Indah menatap kedua lelaki itu sambil melipat kedua tangannya.

"Sebenarnya, apa yang terjadi?" tanya bu Indah. Ia menatap kedua lelaki itu secara bergilir.

"Emm ... anu, Bu. Tadi itu, 'kan ...," ucap Andi terbata-bata. Ia bingung mau berbicara dari mana.

Andi menggaruk-garuk kepalanya yang tak terasa gatal itu sambil menyenggol pundak lelaki yang di sampingnya. Ia juga berbisik kepada lelaki itu agar ia segera menceritakan kepada bu Indah apa yang terjadi sebelumnya. Namun, lelaki itu mengacuhkannya. Mereka berdua saling berbisik tak jelas sambil saling adu senggol-menyenggol pundak. Bu Indah hanya memperhatikan tindakan anak muridnya itu. Membungkam hingga akhirnya beliau angkat bicara.

"Tidak ada yang mau menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Bu Indah menghentikan pertengkaran kecil itu. Kedua lelaki itu kembali mematung sembari menundukkan kepala mereka masing-masing.

"Jadi gini, Bu. Sebelum itu, apakah saya boleh bertanya?" tanya balik Andi ragu-ragu.

"Tentu," jawab bu Indah.

"Kemarin, 'kan Ibu datang ke sekolah. Jadi, Ibu pasti tau soal kejadian kemarin."

"Soal apa?" tanya bu Indah.

"Soal si Dio, Bu. Kemarin, 'kan di Dio meninggal secara tragis di gudang. Tubuhnya termutilasi dan kepalanya ngilang entah ke mana," jelas Andi.

Bu Indah hanya menggeleng pelan. Ia mengerutkan keningnya. Melalui raut beliau sudah terlihat bahwa ia bingung. "Maksud kamu apa, Nak? Kemarin gak yang meninggal di gudang dan soal Dio ... siapa anak yang bernama Dio?" tanya bu Indah.

"Argh, yang benar saja. Masa ia Ibu gak tau kejadian kemarin?" tanya Andi geram.

Sementara Nandra, Evril, Aliando dan Escy sedang mengintip tingkah Andi dari pintu.

"Andi, kamu jangan mengada-ngada," tutur bu Indah.

"Saya gak mengada-ngada, Bu. Entah apa yang merasuki kalian semua sehingga kalian gak ingat sama kejadian yang menggegerkan satu sekolah ini. Padahal, kejadian itu baru terjadi kemarin, Bu. Kemarin!" ucap Andi setengah berteriak. Ia begitu kesal hingga kekesalannya itu menggerakkan tubuh Andi tuk mengambil barang yang ada di hadapannya dan melemparinya.

Gadis Misterius (PROSES REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang