When We Meet

20 5 3
                                    

Apakah kalian pernah mengalami kejadian mirip-mirip sepertiku? Kejadian yang sulit sekali dinalar dengan akalku. Aku baru saja bertemu dengan cowok. Awalnya dia bersikap dingin. Beberapa waktu kemudian dia menyatakan suka kepadaku.

***
.
.
.
.
.

When We Meet

Langit tampak mendung saat aku sedang berada di kafe.  Milkshake strawberry sudah ditangan. Tapi aku bingung ingin duduk di mana. Baru sadar bahwa kafe ini sudah penuh.

Aku mengedarkan pandangan. Lalu terjatuh pada seorang cowok yang sedang fokus dengan laptopnya. Dengan berani aku melangkah ke sana dan mulai menyapa.

"Hai, " aku memasang senyum sebaik mungkin. Tapi rensponnya benar-benar tidak seperti yang diharapkan. Dia hanya mendongak dan mengangkat alis. Wow. Sepertinya dia terganggu. Oups.

"Apakah kursi ini kosong? Boleh nggak aku duduk di sini?" ucapku. Aku memang tidak tahu malu.padahal sudah dijutekin tapi masih saja ngarep. Dengan pertanyaan beruntun lagi.

Orang itu mengedarkan pandangan sejenak dan mengaguk. Aku pun meletakan milkshake milikku dan duduk.

Tidak ada tugas, membuatmu gabut. Jadi kuputuskan untuk berkeliling dan berakhir di kafe ini. Untuk pertamakalinya berkunjung di sini. Kafe ini juga jauh dari rumahku. Entah bagi kalian yang kebanyakan nongkrong jauh.

Diam-diam aku memperhatikan cowok didepan. Dia memiliki hidung mancung, rambut hitam yang di potong undercut. Terdapat kacamata di wajahnya. Dia tidak ganteng dan tidak bisa disebut jelek. Dia cukup keren secara style. Dia....

Oh astaga astaga astaga. Dia membalas tatapanku. Sekali lagi. DIA MEMBALAS TATAPANKU. Apa yang harus aku lakukan? Punggungku tegak begitu saja. Setelah refleks mengalihkan padangan. Aku merasa pipiku memanas.

"Nggak bagus ngeliatin orang diam-diam," suara itu benar-benar membuatku kaget dan tegang. Suaranya begitu berat dan mengintimidasi.

"Maaf. Jika aku membuatmu terganggu. Aku tidak akan mengulanginya." aku gugup mengatakannya.

Canggung menguar. Kafe masih ramai padahal. Tapi tak membatu. Kugoyangkan kaki, gelisah dengan suasana seperti ini. Sebaiknya aku pulang saja dan kembali mengurung diri di kamar.

Dengan segera aku meraih slingbag dan berdiri, "Permisi. Aku ingin pulang. Terima kasih telah berbaik hati berbagi meja denganku." aku pamit.

Saat aku ingin pergi. Sebuah suara mengagetkanku, "Lo yakin? Di luar sedang hujan." ucapannya masih datar.  Aku baru sadar bahwa di luar sedang hujan. Aku membawa sepeda motor,tetapi tidak bawa jas hujan. Bagus sekali.

Aku duduk kembali. Mencoba pasrah menunggu hujan reda karena tidak mau sakit. Kesal sekali rasanya. Oke, aku akan mencoba bertahan dalam suasana canggung ini. Semenit dua menit. Aku gelisah dan kagok sekali.

Helaan nafas berat terdengar membuatku melirik. Orang itu mencopot kacamatanya. Dan menutup laptopnya. Lalu mengulurkan tangannya kedepanku.
"Nama gue Fero. Lo? "

Ini sungguh tidak terduga. Kenapa dia tiba-tiba mengajakku berkenalan? Padahal aku kira dia tidak senang dengan kehadiranku.

" Reva" aku hampir saja tercekat. Mungkin masih kaget, dan dengan bergetar aku menerima uluran tangannya tadi.

"Pakai gue-lo ya. Canggung." ucapannya tenang. Hei kau yang membuatku canggung. Apakah kamu tidak tahu?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

When We MeetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang