02 | i blame on you

1.2K 160 27
                                    

The memories called by this wind
When I turn the dust-piled spring
You and I of the past days become clearer
In this season, the scent digs into me

🍁🍁🍁

Seungmin berada dalam perjalanan nostalgia. Mobil hitam menjadi kawannya dalam kais lebih banyak memori sepanjang jalan rodanya berputar. Musik-musik lawas turut temani kesendirian si pemuda virgo, juga antarkannya kepada kenangan beberapa tahun silam yang penuh kepalsuan.

Sebenarnya, Seungmin pergi untuk penuhi suatu undangan. Sebuah kertas sampai ke unit apartemennya minggu lalu, tertabur nama dua manusia yang Seungmin kenal betul pemiliknya. Seungmin tidak terkejut tatkala mendapatkan undangan itu, ia hanya kecewa. Benar, kecewa merupakan kata yang tepat untuk jawab pertanyaan mengapa Seungmin kerahkan seluruh airmatanya sore hari itu.

Tapi kendati begitu, Seungmin bukan pendendam. Ia, dengan topeng wajah yang terus menerus umbar senyum lebar menawan, mengatakan bahwa tentu saja dirinya akan datang dan ikut serta ramaikan acara satu kali seumur hidup orang itu.

"Jangan dateng kalo itu cuma bikin lo nangis."

Kekehan Seungmin terdengar miris, kala itu. Saat orang yang paling Seungmin percayai bisa ciptakan kurva di bibirnya berkata demikian seolah-olah bukan dia yang menjadi alasan kenapa Seungmin harus menangis.

"Gue nggak nangis. Gak bakal, lo tenang aja."

Dan Seungmin sahuti dengan kebohongan lain. Sore itu, di bawah sinar keemasan mentari yang hendak bertukar posisi dengan sang rembulan, di temani kicauan burung yang berbondong-bondong kembali ke sangkar, bersama guyuran hujan yang seakan tahu bahwa tangisan Seungmin butuh diredam, airmatanya tumpah. Basahi apapun yang ia jadikan sebagai peredamnya. Tidak ada yang tahu seberapa Seungmin berusaha kuat tuk tekan rasa sakit di hatinya supaya orang-orang tak anggapnya lemah. Tidak ada yang tahu, bahkan Seungmin sendiri.

Pun sampai sekarang. Senyum itu mungkin sudah kembali mengembang, sapa satu per satu orang yang juga berstatus sebagai tamu undangan dengan ramah, tapi mereka tak tahu jika sebenarnya Seungmin tengah remas dadanya sendiri. Nyeri itu muncul lagi.

"Oy, Kim Seungmin. Dah lama gak ketemu, kok lo makin kurus aja?"

Sapaan asal-asal Lee Felix buat Seungmin kembali gunakan topengnya. Bibirnya melebar, sambut pelukan si surai pirang dan beri satu dua tepukan persahabatan. Berbasa-basi singkat untuk kemudian Felix mengajaknya tuk cicipi jamuan yang berjejer tak jauh dari posisinya berdiri.

"Sumpah sih gue nggak nyangka Hyunjin gak jadi sama lo. Kenapa putus sama dia, Seung? Berengsek ya anaknya?" tanya Felix lagi, bahkan tak membiarkan mulut Seungmin terbuka untuk jawab semua pertanyaan itu. "Kayak yang, wow, pasangan klop kayak kalian aja bisa putus, gimana yang lain?"

"Hahaha ... ya gimana, gak jodoh."

Felix tertawa dengar sahutan tak berbobot itu, sekaligus tak percaya sebab tidak bisa disangka pasangan fenomenal yang dulu banyak dielu-elu oleh hampir setiap orang kini bahkan sudah tak punya hubungan apapun. Tidak, tidak, Felix tidak akan mengatakan dunia dan semesta sedang bercanda, karena nyatanya, manusialah yang senang memainkan peran dalam takdir mereka.

Felix pamit undur diri sebab miliki jadwal pemotretan lain, dan tinggalkan Seungmin sendiri dalam kekalutan dan canggung. Ia belum sama sekali menemui sang pemiliki acara, namun rasanya ia sudah ingin pulang. Atau memang seharusnya ia pulang saja, karena tentu dirinya tidak siap untuk bertemu siapapun lagi. Termasuk Hwang Hyunjin.

"Kim ...."

Iya, Hwang Hyunjin. Si pemilik acara, juga pemuda yang sama yang sore itu sambangi unit apartemennya untuk berikan selembar undangan pertunangan terbubuh namanya dan sang kekasih. Pun orang yang sama dengan yang kini sudah berdiri di depannya, memanggil namanya lantang tanpa nada.

Topeng Seungmin segera jalankan tugasnya. Tersenyum ramah sampai matanya hampir tenggelam dalam kelopak tipis. Senyum yang miliki makna ganda, yang bahkan orang-orang tak pernah berpikir bahwa senyum itu hanya sebuah kepalsuan semata.

"Hai, Hyunjin. Congrats!"

"Gue udah bilang gak masalah kalo lo gak mau dateng, Kim."

"Nyatanya gue dateng, Hyun," kata Seungmin. "I'm okay, no need to worry."

Seungmin tidak tahu apakah suaranya terdengar bergetar atau tidak. Ia tidak memikirkan apakah Hyunjin bisa melihat pelupuk matanya kembali terisi penuh atau tidak, apakah Hyunjin menyadari jika kedua tungkainya melemas sampai ia tak bisa tahan beban tubuhnya sendiri atau tidak, kendati apapun itu, Seungmin tidak ingin tahu. Kepalanya tertunduk sejenak untuk tekan lagi sakit di dadanya.

Atau mungkin Hyunjin telah sadari semuanya sejak awal. Sejak Seungmin injakkan kaki di pintu masuk, Hyunjin sudah pusatkan atensi kepadanya. Bagaimana tawa itu diumbar, bagaimana ia dan Felix bercakap-cakap, dan bagaimana Seungmin tergugu tatkala Hyunjin coba tuk hampiri dirinya. Hyunjin tahu, amat sangat tahu.

Lantas ketika Hyunjin bawanya ke tempat di mana tak akan ada orang lain yang lihat, sesegera mungkin direngkuhnya tubuh Seungmin erat. Lebih erat dari pelukan perpisahan mereka lima bulan lalu. Ia tak peduli pada kenyataan bahwa pelukannya tak mendapat balasan serupa dari yang bermarga Kim, Hyunjin hanya ingin salurkan hasratnya untuk rengkuh tubuh itu kuat-kuat, untuk yang terakhir kali.

Tangis Seungmin pecah dan ia mengumpati itu.

"Jangan nangis."

"Gue nggak nangis ... hiks ... bangsat!"

Hyunjin tidak terkekeh seperti dulu tatkala Seungmin mulai bersumpah serapah. Ia diam, biarkan dirinya menikmati menit-menit terakhir bersama Seungmin dan nikmati pelukan hambar mereka. Telinganya masih mendengar isakan kecil, dan itu semakin membuatnya merekatkan diri.

"Bales pelukan gue, Kim. Gue butuh,"

Dan Hyunjin ikut teteskan lelehan airmata ketika Seungmin lingkarkan tangan pada tubuhnya. Mereka menangis tanpa tahu kapan harus berhenti. Masing-masing dari mereka tidak ada yang ingin berpisah, tapi tetap saja perpisahan itu harus terjadi. Hubungan mereka hanya kepalsuan belaka, sementara di belakang sana ada sebuah hubungan nyata yang harus mereka jalani.

Hubungan mereka hanya berdasarkan pada sebuah kejenuhan, dan keduanya tahu sejak awal bahwa hari ini pasti akan datang cepat atau lambat.

"I love you, Kim. I love you a little too much and it hurts,"

🍁🍁🍁

I can't escape for a while
I'm trapped in your shadow
I blame on you
Catch me, I'm wavering toward you

//

heiyoo dengan fairyfox-xo di sini skaksjsk ini pas ditulis aku nangis tapi gatau deh kalian bacanya gimana :(

RAIN OF CRYING HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang