Aku melihat Shawn dan Matthew di eskalator
Mereka berdua sedang berbincang. Ku panggil mereka namun kurasa mereka tidak mendengar. Jadi aku mengeraskan volume suaraku.
"Shawn, Matt!!"
dan akhirnya mereka menoleh.Aku melihat Eskpresi Shawn begitu terkejut saat menemukan jika yang memanggilnya tadi adalah aku. Dia menatapku sebentar lalu sedetik kemudian senyumanya mengembang.
"Anita"
Mereka berdua berteriak dan berlari menghampiriku."Hey I miss you a lot"
Kata Shawn
Masih dengan senyuman sumringahnya. Dia mengelus lenganku sebentar"Bagaimana keadaanmu Anita?"
Sambung Matthew.
Laki-laki itu memakai kaca mata hitam, jeans ketat dan kaos oblong hitam. Tapi ada yang aneh, wajahnya hari ini tidak secerah seperti biasanya."Keadaanku mulai membaik. Aku senang bisa melihat kalian lagi" kataku menatap keduanya.
Rasanya aneh jika aku tidak menangis disaat aku tidak bisa tidur semalaman karena mereka.
Namun aku menahanya karena ada Jeanie."Kami juga begitu. Aku fikir kau tidak datang. Dan apa kabar Jeanie ?"
Matt menyapa Jeanie. Dia bersalaman dengan Sepupuku itu."Aku baik Matt. Bagaiamana dengan kalian? Aku merindukan kalian"
Jeanie memeluk Matt dan Juga Shawn. Mereka terlihat begitu senang saat bertatap satu sama lain."Ehem.. Jadi aku tidak kebagian pelukan nih?"
Protesku memasang wajah cemberut namun Mereka malah tertawa."Jika saja bukan karena perban bodoh itu mungkin kami sudah memelukmu. Dan jika saja Jeanie tidak bersekutu dengan Bart semuanya pasti akan terkendali Haha hidup memang lucu"
Aku dan Jeanie menatap Matt.
"Eh? Aku salah bicara ya? Oh yasudah aku diam saja" Matt memberhentikan tawanya, candaan Matt tentang perban bodoh ini tidak membuatku risih tapi tentang Jeanie dan Bart. Itu yang membuatku khawatir tentang perasaan Jeanie.
"Tidak apa-apa kau lucu Matt seperti biasanya. Tapi sayang sekali aku tidak bisa menemani kalian lama-lama karena aku harus check in, kalian bisa duluan"
Kami mengagguk secara bersamaan dan Jeanie pergi untuk Check in.
Aku membuang nafas lega akhirnya sepupuku itu tidak mengabil hati akan perkataan Matt."Yang lain sedang latihan di lantai 12, ayo kesana" ajak Shawn membuyarkan lamunanku.
Kamipun berjalan menuju lift. Shawn bercerita tentang alat pencukur Aaron yang baru berwarna pink membuat aku ingat akan janjiku untuk membelikan alat pencukur yang baru untuk laki-laki berhidung besar tapi imutitu.Perbincangan kami begitu menarik hingga aku tidak sadar jika lift sudah berada dihadapan kami.
20 detik kemudian pintu lift terbuka. Dengan hentakan kaki berirama kami masuk bersamaan dan Matthew menekan angka 12.
"Besok aku akan bernyanyi apa yah"
Gumam Shawn meminta saran."Shawn hati-hati"
"E..eh"
Laki-laki jangkung itu hampir jatuh karena sepatunya menginjak lantai lift yang sedikit basah. Untungnya Kedua tanganya berpegangan disisi lift."Anita.. Aku benar-benar hampir mati"
Kata Shawn memegangi jantungnya.Seketika gelagak tawa kamipun menyelimuti ruangan sempit di lift. Jujur saja aku juga kaget saat Shawn, pria kalem itu hampir terjatuh.
Ekspresinya membuatku tertawa. Raut wajahnya merah bercampur sedikit shock! Benar-benar menggelikan. Aku bahkan melupakan kehadiran Matthew disisi kami."Oh Hey Matt kau baik-baik saja?" Kataku masih cekikikan. Belum juga Matt menjawab, pintu lift terbuka tepat dilantai 12 dan kamipun berjalan keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magcon Love Story 2
RomanceMenceritakan Kisah seorang Manager pengganti (Anita Ancanisa Abagail 18) type yang realistis Malah mendapat job untuk memenejeri 12 anggota konyol sekaligus dari famouse VINERS bernama MAGCON. Apakah dia sanggup?