Part 3

116 9 0
                                    

Hari semakin siang. Kami memutuskan makan siang direstoran yang cukup besar. Restoran ini berada didepan pantai, jadi kalau duduk dekat bagian belakang mereka menyuguhkan pemandangan pantai yang indah. Saat memasuki restoran aku tertarik melihat alat-alat musik yang lumayan mahal tergeletak disana tidak ada yang memainkan. Aku mengikuti teman-temanku memilih meja yang agak panjang karena kami lumayan ramai. Udah kayak bawa warga sekampung kita mah.

Saat aku baru saja mendaratkan bokong dikursi, aku mendengar lantunan lagu yang familiar. Suara piano yang menenangkan memainkan lagu I Don't Wanna Live Forever dengan indah. Aku langsung menoleh ke sumber suara. Disana aku melihat sosok berhoodie hitam dengan celana hitam dan sepatu hitam yang biasanya mengikutiku. Aku tercengang. Pasalnya topi pada jaket hoodienya terbuka dan menampakkan wajah Fanno Gray teman lama ku yang sudah 5 tahun lalu meninggal. Ini tidak mungkin. Pasti ini mimpi lagi. "Nov cubit gua." "Hah? Emg kenapa?" Sahut Nova kebingungan. "Udah cubit aja." Kataku sedikit memaksa. Seketika Nova langsung mencubit tangan ku dan pastinya sakit sekali karena si Nova kalo sudah nyubit, kulit berasa lepas dari tempatnya. "Aw sakit" kataku sambil mengelus tanganku. Oh, tunggu. Ini bukan mimpi. Jadi itu siapa?. Aku mencoba berfikir positif mungkin itu hanya orang yang mirip.

Ketika musik dari piano selesai dimainkan, si dopelganger Fanno berdiri dan menatapku dengan tatapan dingin dan mengintimidasi. Seketika semua orang bertepuk tangan atas permainannya tapi tidak ada yang sadar dia melihat kearahku. Dia langsung melenggang pergi ke arah toilet. Aku berdiri dan berniat mengikutinya. Mungkin dia benar-benar Fanno? Entahlah aku tak tahu harus percaya yang mana. Aku mengabaikan semua panggilan dan pertanyaan teman-temanku dan langsung berjalan mengikutinya.

Entah kenapa aku merasa jalannya semakin cepat. Aku sudah setengah berlari mengejarnya. Dia bukan ke toilet melainkan ke pantai yang ada dibelakang restoran. Aku mencarinya kesana kemari tapi tak menemukan apapun. Aku berdecak kesal dan berniat kembali ke restoran. Ketika aku membalikkan badan, aku melihat sosok Fanno didepan wajahku. Jarak kami hanya beberapa senti. "Nyariin gua?" Katanya dengan suara khas Fanno yang serak-serak berat. "Lo..." Aku sedikit menjeda perkataanku karena masih bingung dan ragu. "...Fanno?" Kataku, sedikit ragu. "Haha bukan, kenalin gua Gray. Gua kembarannya Fanno. Lo Nesya temen Fanno kan?" Katanya sambil menyodorkan tangannya untuk menjabat tanganku. Aku pun menerimanya. "Oh, iya..." Sahutku, dengan nada suara yang menurun karena bingung antara harus kecewa atau harus lega.

Perkenalan yang lumayan singkat itu kami akhiri dan ku ajak dia makan bersama kami. "Woi gais, kenalin ini kembaran temen lama gua, namanya Gray." Mereka langsung mengenalkan diri mereka masing2 dan Gray dengan senang hati menjabat tangan merekan satu persatu. Emang sok asik mereka mah. Mereka bercanda gurau dan Gray bisa berbaur lumayan cepat. Dia sudah mengobrol daritadi dengan Dani dan Iron. Yah, sifat SKSD kami bahkan memang terkenal sekampus. Bahkan tidak sedikit yang membenci kami karena terlalu sering SKSD.

Sebenarnya aku masih penasaran. Fanno dulu tak pernah cerita padaku dia punya kembaran. Aku akan menanyakannya nanti pada Gray. Kami sudah akan kembali kerumah Bian. "Oh iya Gray, nomor whatsapp lo berapa?" Tanyaku pada Gray. "Sini hape lo." Sahut Gray seraya mengambil handphone dari tanganku. Dia mengetik nomornya disana dan menelponnya. "Oke makasih. Ohiya entar lo mau ikut kita gak? Kita paling keliling-keliling doang sih didaerah sini." Ajak ku pada Gray. "Oh boleh. Sekalian gua bisa nunjukin beberapa tempat yang menarik menurut gua disini." "Oke entar gua kabarin ya." Kami langsung masuk ke mobil kami masing-masing sedangkan Gray masuk ke mobil silver yang ada diujung parkiran.

Sampai dirumah Bian teman-temanku langsung merebahkan diri diruang tamu. Dasar kaum rebahan. "Woi kita gak mau keluar gitu? Keliling kemana kek gitu?" Tanyaku pada mereka. "Mager ah." Kata Abib sambil memainkan hp nya. "Yaudah, gua mau jalan-jalan keluar ya bentar." "Sendiri?" Tanya Bian. "Iya gapapa. Daerah sini aja kok gak bakalan nyasar gua. Dahh." Sahutku sambil beranjak pergi meninggalkan rumah Bian.

Aku berjalan ditrotoar jalan menelusuri kompleks perumahan yang asri dan bersih. Aku berkeliling disekitaran kompleks hingga aku menemukan para pedagang kaki lima. Ada aneka makanan yang sering aku jumpai saat dirumah, juga ada makanan yang tidak pernah aku temui. Rata-rata makanan berat semua. Aku tidak begitu tertarik, jadi aku membeli air kelapa lumayan banyak sekalian untuk teman-temanku. Aku berniat kembali kerumah Bian tapi saat aku berbalik aku melihat Gray sedang membeli minuman tak jauh dari tempatku. Aneh pikirku. Kenapa dia ada disini.

"Gray" ku panggil dia dengan suara yang lumayan keras tapi dia tidak menoleh. Mungkin tidak terdengar olehnya. Ketika aku ingin menghampirinya, dia sudah beranjak akan pergi. Aku tak berniat mengikutinya karena takut nyasar. Ku putuskan untuk langsung kembali kerumah Bian saja. Saat aku menempuh jalan yang sama aku lalui saat jalan-jalan tadi, aku merasa diikuti. Aku menoleh sana sini tapi yang aku lihat hanya beberapa ibu-ibu dan anak-anak yang sedang bermain. Aku meyapa mereka dan mencoba berfikir positif. Mungkin perasaanku saja.

Sesampainya dirumah Bian aku meletakkan bungkusan air kelapa yang ku beli diatas meja dan Bian langsung mengambil gelas untuk memindahkan air kelapanya. Mereka langsung bangkit dari kubur, eh maksudnya bangkit dari sofa untuk melihat apa yang aku beli bak anak kecil yang mengecek belanjaan ibunya. Dasar para bocil. "Wih, beli dimana Ney?" Tanya Dani antusias. "Tadi didepan banyak pedagang kaki lima trus ada yang jualan ini jadi gua beli aja." Sahutku.

Hari menjelang sore. Aku mulai gabut. Mereka malah mabar daritadi gak selesai-selesai. "Gaes pantai kuy." Celetuk Dani mungkin karena dia bosan mermain game saja daritadi. "Akhirnya" kataku yang disambut tawa oleh mereka. Pasalnya aku daritadi memutari rumah Bian. Keluar masuk rumah, berjalan-jalan dihalaman depan dan belakang rumah. Mengganggu mereka yang asik mabar. Apa daya yang bukan moba player. "Yaudah yuk, deket sini ada pantai kok." Sahut Bian. "Nah gitu dong daritadi. Cus lah." Kataku.

Pitch Black Midnight (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang