: Gengsi :

90 9 0
                                    

Menatap setiap sudut sekolah, membuat Madeline mendengus, kesalnya bertambah. Bagimana tidak? sudah sepuluh menit dia berjalan seperti anak kecil, yang baru keluar dari rumah untuk berinteraksi. Kesal, kaki capek, dan botolnya yang semakin enteng. Akhirnya Mad memilih berhenti, merutuki dirinya sendiri yang sepuluh menit lalu, membiarkan Elizabeth dan Elga meninggalkannya begitu saja, setelah memberikan pesanan es lemon teanya. Jika dia bisa berfikir panjang, tanpa mengangguk cepat menyetujui pamitan mereka, mungkin dia sekarang sudah duduk di antara bangku kantin yang tersedia.

Semakin kesal, botolnya sudah kosong. Madeline menutup botolnya, lalu membuang sedotan, baru saja dia akan menutup tutup tong sampah super gedhe milik sekolah, seseorang membuang plastik ciki dengan cepat. Karena posisi membuang yang salah bumbu ciki jatuh mengenai tangannya, dan jatuh sempurna masuk ke dalam tong sampah. Madeline melongo, dengan posisi tangan mengangkat tutup sampah yang terbuka separuh.

"Oke Mad, dia ngga tau diri banget. Ngebuang plastik ciki kayak ngebuang  popok bayi yang penuh tai ke sungai." Bisiknya geram, setelahnya tutup sampah sudah menutup rapat tong sampah super gedhe milik sekolah, lalu berbalik, menatap dua punggung laki-laki. Matanya sedikit menyipit merasa kenal dengan salah satu punggung diantara mereka berdua.

Kedua mata Madeline semakin menyipit, menatap bergantian dua punggung yang perlahan mengecil, dan hilang setelah berbelok ke kiri, masuk toilet cowok.

"Awas kalau ketemu, Mad bakal bejek-bejek lo pada." Dumelnya, dan terlonjak kaget, karena bahunya digoncang keras seseorang dari belakangnya.

Mad berbalik, mendapati Elga yang bingung, dan Elizabeth yang sibuk menyomot gorengan. Menggeleng samar, menatap Elizabeth lekat membuatnya berfikir: Bu Elok ngimpi apaan punya murid kayak Bebet, parah sih, pasti kalau Bu Elok tau nilai sikap taruhannya. bayangkan saja makan gorengan berdiri, dan belepotan kayak anak paud.

"Mau bejek-bejek siapa, Mad?" tanya Elga bingung, membuat Madeline melirik Elga sekilas, kembali membuatnya teringat perilaku tolol tadi.

Madeline mendengus, kesal bukan main. "Kepo kayak monyet dora," jedanya membuang pandangan, menatap lapangan yang gaduh dengan beberapa murid yang bermain sepak bola. "Lagian kalian darimana aja sih? udah ninggalin Mad sendiri, dan nggak tau dirinya nggak balik-balik." Akhir kata Madeline menambahkan dengan mendumel misuh misuh nggak jelas.

Refleks, Elizabeth menjendul kepala Madeline, dengan beberapa minyak yang menempel di jari jari cantiknya. Madeline menoleh, semakin kesal dan geram.

"Obet! enak aja ya main lap sana sini, di rambut Mad lagi! Kemproh!"

Elga mendengus, menatap Madeline yang sekarang moodnya terlihat jelek, di tambah Elizabeth suka aja iseng nggak jelas dan pasti berakhir seperti sekarang.

"Ya elo sih, kita tadi kan udah nawarin: Mad, ikut ke kantin nggak? dan elo malah geleng-geleng, ya udah kita kira elo lagi males jajan. Jadi kita nggak salah dong ninggalin elo sendiri." Elizabeth ngotot tidak mau salah.

Madeline sudah ancang-ancang ingin balik ngotot, tapi Elga yang berdiri di tengah-tengah memang sengaja mem-paskan posisinya agar dapat melerai, sambil ke dua tangan yang melipat di depan dada.

"Mad udah," cegah Elga sabar, menatap penuh mohon pada Madeline.

Dan Elga menoleh ke kiri, setelah melihat Madeline yang tidak lagi melawan, "Dan elo, udah ngga usah banyak bacot, sekarang kita makan." Ucap Elga sabar, sedikit kasar.

"Lah jadi kalian belom makan?" Madeline bertanya kaget, hampir melongo seperti orang bloon, salah bukan seperti tapi memang benar Madeline paling bloon dari ke dua temannya.

"Ya belum lah, kan kita habis dari ruang guru," jawab Elizabeth, dengan nada sedikit berbeda, lebih kalem, tapi nada ngototnya masih terdengar jelas, suka banget ngotot, padahal jelas-jelas cewe ngga punya otot, halah boro-boro otot, ngangkat kursi lima meter aja ngga sanggup.

Mat and MadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang