#1

7.1K 403 111
                                    

Keynal memeluk erat jasad ibunya yang bersimbah darah. Kedua mata wanita yang telah melahirkan dirinya itu terpejam. Perut hingga dadanya robek, ususnya terburai. Beberapa organ lainnya, seperti lambung dan paru—paru juga mencuat keluar.

Tengkorak belakang Keynal terasa berat. Kepalanya berputar—putar seperti gasing. Bau anyir dan aroma besi berkarat menguar di udara.

Sesuatu mencekat tenggorokannya membuat Keynal ingin muntah. Jantungnya berhenti berdetak di satu sisi, namun tetap mengalirkan berjuta lara ke seluruh sel dalam tubuh.

Sementara di samping mayit ibunya, sang Ayah pun meregang nyawa tergolek di ruang tamu. Cairan kental pekat merembes dari leher pria paruh baya itu, lehernya digorok dan nyaris putus. Kedua matanya melotot tajam, tak sempat terpejam.

Baru saja pulang sekolah Keynal sudah mendapati rumahnya berantakan. Dua pintu masuk telah dibobol paksa. Beberapa guci dan vas bunga pecah berserakan di atas lantai.

Semua barang—barang berharga, mulai dari uang, perhiasan dan dua unit mobil raib dicuri. Kedua orang tuanya menjadi korban perampokan hingga pembunuhan keji.

Perasaan tak nyaman mendadak menghujamnya. Dada Keynal terasa sakit seperti ditikam menggunakan palu. Wajahnya memerah dan terasa memanas.

Mata dan hidungnya terus mengeluarkan air. Dia menangis meraung—raung, menyaksikan kedua orang tuanya telah dibantai dengan sadis.

Keynal terus memeluk ibunya. Kepala ayahnya yang dia letakan diatas pangkuannya. seragam putih yang dia kenakan menyatu bersama darah sang ibu.

Sepuluh menit berlalu. Hanya isak tangisnya yang terus menggema, di ruang tamu yang kental penuh aroma kematian. Dia teringat satu orang, Keynal segera berlari menuju kamar kakaknya.

Kaaak? teriaknya.

Kakak dimana?

Kamar sang Kakak kosong, Keynal tidak menemukan sosok yang dia cari. Dia hanya mendapati tetesan darah yang tercecer di atas kasur.

Tidak lama kemudian, Keynal merosotkan badannya ke lantai, terduduk dan menatap ke langit—langit dengan pilu. Tubuhnya meremang, kedua kakinya sukar digerakkan. Bibirnya bergetar hebat serta kedua mata yang tertutup rapat.

Rasa kehilangan yang membuatnya frustasi, hingga sanggup melenyapkan akal sehatnya. Yang hanya dia inginkan adalah kakaknya bisa kembali, kembali dalam pelukannya. Tapi Tuhan selalu punya permainan lain.

Langit yang mendung dengan rintik hujan, mewarnai prosesi upacara pemakaman malam itu. Doa—doa yang dipanjatkan menjadi melodi pengantar dua sosok tak bernyawa yang terbungkus kain kafan.

Tangisan dan ucapan belasungkawa turut terdengar, dikala tanah merah mulai mengubur kedua jasad itu. Bunga berwarna—warni khas pemakaman, ditebar diatas tanah merah yang masih basah. Menimbulkan wewangian tajam yang menusuk indera penciuman.

Setelahnya, orang—orang mulai pergi meninggalkan tempat itu. Menyisakan Keynal, pemuda 16 tahun yang masih enggan beranjak dari sisi batu nisan yang kini bertuliskan nama kedua orang tuanya. Meylisa Putri Prameswari dan Ahmad Rizky Risaldi.

Keynal sangat menyukai warna abu—abu gelap, tanpa alasan yang jelas. Dan sekarang hidupnya telah menjadi abu—abu pekat. Mungkin juga untuk selamanya. Pelangi telah memudar, Keynal merasa telah kehilangan segalanya.

Keynal mengatupkan rahangnya rapat, matanya menyalang murka. Percikan amarah membakar dadanya. Keynal benar—benar merasakan perubahan itu, dimana dunianya menjadi gelap, tidak terarah.

Sejak saat itu Keynal memutuskan untuk membalas dendam. Pada orang—orang biadab yang telat merenggut nyawa kedua orang tuanya. Keynal juga bertekad untuk mencari sang kakak, baik dalam kondisi hidup atau mati.

Bisakah Keynal membalas dendam?

Berhasilkah dia menemukan kakak perempuannya yang hilang?

Better With You [VENAL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang