Mencet Bintang dulu dongggg.. vote vote voteee
Pesan kesan buat guan??
Happy Reading
•~•~•"Guan, lo lulus mau kemana?"
"Mmm gue bakal kuliah dulu. Ntar baru kerja" zee mengangguk. Ia kembali meminum susu kotak yang baru tadi ia beli bersama guan. Susu putih full cream kesukaan zee dan juga susu coklat kesukaan Guan. Yaa mereka sama sama penyuka susu.
"Kalo lo zee?" Zee berpikir, ia menatap langit yang saat ini penuh dengan bintang.
"Kalo gue, mungkin bakal ngikut lo." Zee menyengir. Guan yang melihat itu terkekeh dan mengacak rambut hitam zee.
Guan terdiam beberapa saat. Saat ini mereka tengah duduk di bangku taman. Menatap beberapa orang yang berlalu lalang.
"Gue nggak janji zee." Guan bergumam. Ia tersenyum tipis.
Zee menghela nafas.
"Pasti lo nggak mau kan gue ikutin?? Dari SD gue sering merengek ke mama, mau sekolah di sekolah SD lo. Terus tiba tiba aja, tante mindahin lo ke tempat jauh. Pasti lo nggak mau kan gue ngintilin terus." Zee menunduk, tiba tiba hatinya sakit.
Guan terkekeh dan beralih merangkul zee.
"Ngomong ap sih lo?? Ngomong apa kumur kumur ha?" Kekeh nya. Zee mendelik.
"Bodo lah. Terserah."
"Ciahh ngambek.. gini ya sayang, gue nggak papa lu ikutin. Tapi ada satu tempat yang bakal gue datengin. Dan lo... Gak boleh ikut." Ucap guan, ia mencolek hidung zee.
"Mau kemana emang lo?"
"Mmmmm..." Guan pura pura berfikir, menatap beberapa objek dan kembali pada wajah cantik zee, yang menatap nya penuh harap.
" Ke hati lo." Guan terkekeh. Sedangkan zee memandang tak percaya pada Guan.
"Lo kesambet apa??" Zee meletakkan tangannya mengecek suhu guan, siapa tau ia tengah sakit saat ini.
Guan tersenyum manis sambil menatap zee lembut. Namun tersirat tatapan kepergian di matanya membuat zee ingin menangis. Hatinya sakit saat menatap kedua manik coklat milik guan.
"Kenapa gue sedih banget ya guan." Gumam nya. Guan tersenyum ia menghapus air mata milik zee yang membuat zee makin menangis. Entahlah hati nya sakit, rasa sedih menerjangnya begitu kuat.
"Gue mau pergi zee." Zee menggeleng. Ia menggenggam tangan Guan yang sedari tadi di pipinya, mengelusnya dengan lembut.
"Nggak lo nggak boleh pergi. Temenin gue guan."mohon nya, sedangkan guan menunduk, membalas genggaman tangan zee dan mengelusnya lembut. Memberikan ketenangan bagi zee.
"Tugas gue udah selesai. Saat ini rencana gue udah berjalan lancar." Zee menggeleng.
"Nggak, lo masih kudu sekolah guan..." Guan terkekeh. Zee mengucapkan itu, membuat Guan mengingat sosok zee kecil, nada penuh dengan manja khas milik zee.
"Tugas gue udah selesai. Besok... Lo ke apartemen gue ya." Zee mengerutkan keningnya.
"Dan satu hal. Jangan ikut gue.... Gue yang bakal ikutin lo. Sip."
###
"GUAN!!"
Tess..
Sakit, hati gue sakit. Gue meremas dada gue cukup kencang. Rasanya sesak.
"Hiks.." entahlah, mimpi itu terasa nyata. Gue bahkan bisa merasakan susu yang gue minum.
"Guan. Lo bener bener tau maksud gue kemarin" gumam gue lirih.
Tok tok tok.
Gue menghapus kasar air mata gue dan melirik ke arah pintu, di sana Kai berdiri dengan pakaian serba hitam nya, di ikuti oleh pak ceye yang sedari kemaren hampir setiap hari nemenin gue.
Melihat kedua lelaki itu pake pakaian serba hitam membuat gue melirik ke baju yang gue pake. Ya, gaun berwarna hitam lengkap dengan syal merah pemberian Guan yang melilit rapih di leher gue. Sesak itu kembali buat tanpa sadar air mata gue menetes kembali.
"Pemakaman nya mau di mulai." Kalimat itu, kalimat yang nggak mau gue denger. Entah lah, tapi beberapa hari yang lalu gue masih menganggap ini mimpi. Tapi sekarang? Gue bener bener sadar, ini semua nyata.
Gue inget, gue nggak tidur hampir 2 hari. Ya, setelah guan di nyatakan meninggal, gue menyiksa diri gue dengan nggak mau untuk tidur karna gue takut. Dan kemarin kita pulang, membawa jazad guan dan memindahkan mbak rara yang masih belum sadar ke rumah sakit keluarga.
Kai duduk di tepi ranjang. Mengelus lembut rambut gue.
"Ikhlasin ini semua zee. Guan nggak bakal suka liat lo gini." Ucap kai, gue menunduk memilin jari jari tangan gue, ya gue rasa yang di bilang sama kai bener.
"Guan juga mungkin nggak bodoh zee." Kali ini pak ceye, dia berjongkok ke sisi tempat tidur dan beralih menggenggam tangan gue. Hangat, ya genggaman tangan pak kai sama seperti genggaman papah dan juga... Guan.
"Di liat dari gimana jalan pikir Guan, saya yakin, dia sudah merencanakan sesuatu." Pak ceye tersenyum tipis.
'besok.. lo ke apartemen gue ya.' kalimat guan di mimpinya terlintas.
Gue menatap pak ceye dengan tatapan terkejut. Ya, gue yakin guan merencanakan hal lain. Guan nggak bodoh. Lo terlalu pintar guan.
"Iya.. guan nggak bodoh." Gue bergumam serak. Suara gue abis akhir akhir ini bahkan gue susah makan dan minum tenggorokan gue terasa sakit karna kebanyakkan teriak.
•~•~•
"Tuan.. Pisikiater mengatakan jika ia mengalami gangguan kejiwaan." Lelaki berseragam serba hitam itu menunduk hormat.
Min ho mengangguk, ia sudah menduga tentang kejiwaan nya dan mendapat kabar itu membuat ia tak terlalu terkejut.
"Selidiki orang ini. Dia juga ambil andil dalam khasus ini." Min ho menyerahkan map berwarna coklat.
"Baik tuan."
Min ho bertekad, ia tak ingin kematian keponakan nya menjadi sia sia. Saat ini khasus yang dulu di tangani Guan, berpindah tangan pada nya.
####
Vote vote voteeee
#staysafe guys
guan pamit duluu
Babay abang :'(
KAMU SEDANG MEMBACA
Duda ✔ PCY (Trio Bangsat) [Selesai]
FanfictionGanteng?? beuh gk usah di tanya tinggi?? banget. lucu? iya pinter?? pasti bisa main musik?? hati aku aja bisa dia main in apa lagi cuma alat musik.. hah!! sexy?? uhh.. hot daddy banget dari semua ini dia kelihatan sempurna tapi sayang, dia... DUDA...