Semalaman Taehyung memikirkan tawaran Yoongi. Untuk menukar Jimin dengan adiknya, Hyerin. Dia sudah menyukai Hyerin sejak pertama kali masuk universitas. Sikapnya yang manis, penolong dan pintar membuat Taehyung jatuh cinta pada pandangan pertama padanya. Taehyung berusaha mendekati Hyerin, memberinya perhatian dan selalu ada di dekatnya saat ia butuh. Sayangnya selama ini, Hyerin hanya menganggap Taehyung sebagai sahabat baiknya. Mustahil untuk membuat perempuan itu menjadi miliknya. Ditambah lagi, dia menyukai Park Jimin.
“ Taehyung-ah!!!” Hyerin berlari kencang kemudian memeluk Taehyung dari belakang.
“ Mengagetkan saja kau!” seru Taehyung memukul kepala Hyerin pelan. “ Kenapa?” tanyanya dingin.
“ Uh, jangan galak-galak. Lihat alismu...” Hyerin menunjuk ke arah dahinya.
“ Habisnya kau... ah, sudahlah. Kau mau pulang?” tanya Taehyung melanjutkan perjalanannya. Hyerin berjalan disebelahnya sambil memegang tali tas sampingnya.
“ Mmm... tapi Yoongi-oppa sedang ada rapat jadi aku harus menunggu dulu sebentar.”
“ Kau ingin aku menungguimu sampai oppa-mu datang?”
Hyerin mengangguk.
“ Oke.”
Hyerin menunjukkan kedua jempolnya pada Taehyung yang kemudian tersenyum.
“ Ah, aku ingin bertanya sesuatu padamu,” kata Hyerin beberapa saat kemudian.
“ Soal apa?”
“ Park Jimin yang kau bilang seorang gay. Apa itu benar?” tanya Hyerin sedikit mengecilkan volume suaranya.
“ Kau tidak percaya padaku? aku dan dia satu kelas dulu di SMA.”
“ Lalu kenapa waktu itu kau bilang tidak mengenalnya?”
“ Karena dia GAY!!” teriak Taehyung berhenti berjalan. Dia menatap Hyerin yang mengerjapkan matanya karena terkejut. “ Dia gay... dan aku membencinya!!”
“ Membenci Jimin-ssi karena dia gay?” tanya Hyerin sedikit mengintrogasi.
“ Kau tidak tahu betapa menjijikkannya dia,” jawab Taehyung memalingkan wajahnya.
“ Mana aku tahu... aku tidak satu SMA denganmu dan Jimin-ssi.” Hyerin mengedikkan pundaknya. “ Beritahu aku... kenapa kau bilang kalau Jimin-ssi menjijikkan?”
Taehyung menatap Hyerin yang juga menatapnya dengan penuh keingintahuan.
“ Dia... dulu pernah menyatakan perasaannya padaku.”
Spontan mulut Hyerin terbuka lebar. Begitu juga dengan kedua matanya.“ Kau, serius?” tanyanya.
“ Iya! Dia bilang, dia menyukaiku. Dia bilang aku cinta pertamanya... benar-benar menjijikkan. Aku masih normal, aku menyukai perempuan!”
“ Lalu?” tanya Hyerin.
“ Lalu apa?”
“ Kau menerima perasaan Jimin-ssi?”
“ Tentu saja ti-dak... aku hanya bermain-main dengannya dan dia pikir aku serius. Makanya aku bilang dia menjijikkan.”
Hyerin menutup mulut dengan kedua tangannya. “ Kalian... pernah...”
“ Hanya sekali, kemudian aku meninggalkannya. Aku bilang padanya kalau aku membencinya.”
“ Kau jahat sekali... Jimin-ssi pasti sakit hati saat mendengarnya.” Hyerin menundukkan kepalanya.
“ Harusnya aku yang sakit hati padanya!!” Taehyung meninggikan nada suaranya membuat Hyerin mengangkat kepalanya –menatap Taehyung dengan ekspresi terkejut.“ Dia mengambil semua hal yang seharusnya milikku. Kau tahu? semua perempuan yang aku sukai, direbut olehnya. Mereka semua menyukai Jimin!! Kenapa? Padahal dia gay!! Dia merebut perhatian para guru!! Kenapa? Padahal dia gay!! Aku benar-benar membencinya!!!”
“ Kenapa malah kau yang membencinya?? Jimin-ssi ‘kan tidak melakukan apa-apa.” Hyerin kembali melangkah diikuti Taehyung. “ Jimin-ssi itu punya pesona. Wajar kalau banyak perempuan yang menyukainya. Dia juga baik, ramah... wajar kalau para guru memperhatikannya. Kau bodoh.”
“ Dan begitu juga denganmu?”
Hyerin berhenti melangkah. Dia menengok kearah Taehyung yang berdiri dua langkah dibelakangnya.“ Iya. Pesonanya membuatku jatuh cinta padanya.” Hyerin mengatakannya dengan mantab meski kedua pipinya sudah memerah.
“ Walaupun dia gay?”
“ Emm... siapa tahu aku bisa membuatnya menyukai wanita,” jawab Hyerin memegangi kedua pipinya.
“ Tapi kenapa?? Kenapa kau masih menyukainya padahal dia gay??!! Dia tidak akan menerima perasaanmu sampai kapanpun!!! Dia tidak menyukai wanita!!!!” Taehyung mencengkeram erat kedua lengan Hyerin membuatnya merintih kesakitan –meminta Taehyung untuk melepaskannya.
“ Lepaskan adikku.” Yoongi tiba-tiba muncul membuat Taehyung melepaskan genggamannya. “ Hyerin, masuk ke mobil,” suruhnya.
Dengan ragu, Hyerin mengikuti perintah kakaknya.
Setelah Hyerin pergi, Yoongi menatap Taehyung yang terlihat merasa bersalah karena sudah menyakiti Hyerin.
“ Kau dengar sendiri ‘kan? adikku sangat menyukai Park Jimin meski dia tahu kalau Park Jimin adalah seorang gay. Kau tidak akan bisa mengambil hati adikku.” Yoongi mencoba memprovokasi Taehyung. Dia mendekati Taehyung kemudian berbisik di telinganya, “ kalau tidak segera bertindak, Hyerin akan membuat Park Jimin berbalik menyukainya... dan mereka berdua akan...”
Yoongi sengaja tidak meneruskan perkataanya. Dia tersenyum saat melihat kepanikan Taehyung. Yoongi menepuk kedua pundak Taehyung kemudian pergi meninggalkan pemuda itu.
“ Park Jimin...” gumam Taehyung mengepalkan kedua tangannya erat sambil menatap mobil Yoongi yang semakin menjauh.
XXX
Jungkook dan Jimin keluar dari apartemen masing-masing bersamaan. Keduanya terlihat gugup dan panik. Jimin bahkan sempat menjatuhkan kuncinya. Setelah saling menyapa canggung, keduanya masuk ke lift bersama.
Di lift, sunyi senyap. Hanya ada mereka berdua yang saling diam bahkan berdiri saling memunggungi. Jimin yang paling panik karena dia masih belum mendapatkan jawaban dari pernyataan cinta Jungkook. Sepertinya dia tidak akan bisa mendapatkannya dengan cepat mengingat hatinya sudah tertutup.
“ Hyung...” panggil Jungkook membuat Jimin terkejut.
“ I-iya?” jawab Jimin menengok kearah Jungkook dengan kaku.
“ Malam ini ada waktu?” tanya Jungkook.
“ Eh? Em, sepertinya tidak. Kenapa?”
“ Mau keluar makan denganku?”
Jimin membuka kedua matanya lebar. Dia menatap Jungkook yang memalingkan wajahnya. Saat melihat kedua telinga Jungkook yang memerah, Jimin tersenyum kecil.
“ Boleh. Hubungi saja aku...”
“ Ah, aku belum punya nomor hyung.”
“ Oh? Aku pikir kau sudah punya.”
Jungkook menggeleng.
Tangan Jimin merogoh saku celana kerjanya. Ia mengambil ponsel kemudian menyerahkannya pada Jungkook. “ Berikan nomormu.”
Jungkook mengambil ponsel di tangan Jimin, kemudian mengetikkan nomor teleponnya. Setelah ponsel kembali ke si pemilik, Jimin mencoba menelepon nomor Jungkook. “ Sudah masuk ‘kan?”
“ Ah, iya...” Jungkook menyimpan nomor Jimin di ponselnya.
Tidak lama, lift terbuka. Mereka sudah sampai di lantai bawah. Keduanya keluar bergantian.
“ Aku pulang kerja pukul 5... kabari aku kita keluar jam berapa, bertemu dimana. Oke?!” Jimin menunjukkan ponselnya pada Jungkook.
“ Ah, aku akan jemput hyung di cafe.”
Jimin yang hendak pergi, mengurungkan niatnya. “ Eh?” katanya kemudian.
“ Kuliahku selesai pukul setengah 5... sambil menunggu Jimin hyung selesai kerja, aku akan berada di cafe. Baru kemudian kita pergi makan.”
“ A-ah... okelah kalau begitu. Sampai jumpa nanti.”
Jungkook menganggukkan kepalanya. Dia membalas lambaian tangan Jimin kemudian berjalan menuju kampusnya.
XXX
“ JIMIN-AAHHH!!!!” teriak Hoseok tepat di telinga Jimin membuat si pemilik nama terkejut. Hampir saja dia menendang kakak sepupunya itu.
“ Apa yang sedang kau pikirkan, ha? dari tadi aku panggil tidak menyahut!!” marah Hoseok sembari berkacak pinggang.
“ Ma-maaf.”
“ Kau sakit? mukamu merah,” tanya Seokjin mendekati Jimin.
“ Ti-tidak... aku baik-baik saja.” Jimin memegang wajahnya yang entah kenapa terasa panas.
“ Jimin-ah... jangan-jangan kau...” Hoseok menunjuk hidung Jimin.
“ Jangan-jangan apa?”
“ Kau sedang jatuh cinta?” tanya Seokjin.
“ HYUNG!!! ITU KALIMATKU!!!”
“ Kau lambat.” Seokjin menjulurkan lidahnya. “ Kau sedang jatuh cinta pada seseorang?” tanya Seokjin menatap Jimin.
“ Hah? aku? tentu saja tidak..."
“ Lalu? Kenapa kau melamun dan kenapa wajahmu memerah?” Seokjin masih belum menyerah.
“ Aku tidak apa-apa.” Jimin berusaha menghindar. Dia mendatangi kulkas –membukanya dan mengambil beberapa sayuran. Jimin memotong sayur-sayur tersebut di dekat wastafel.
“ Ah... apa karena Jungkook?”
“ Jungkook siapa?”
“ Adik Namjoon.”
“ AAAHHH...heh? dia? memang kenapa dia?” tanya Hoseok penasaran.
“ Hyung tahu soal... ah, Bos Namjoon.”
Seokjin mengangguk bangga.
“ Jadi, apa Jungkook sudah mengatakan padamu kalau dia menyukaimu?” tanya Seokjin kembali mendekati Jimin.
Pemuda berambut silver itu mengangguk.
“ Lalu? Bagaimana jawabanmu?”
Jimin menghela nafas panjang. Kemudian, “ belum tahu.”
“ Hm? kau tidak menyukainya? padahal dia tampan, badannya kekar, perhatian... dia bahkan jauh-jauh datang kesini hanya untukmu.”
“ Entahlah... aku belum siap menerima seseorang.”
“ Aku sudah bilang... coba buka hatimu. Kalau kau belum mencoba, mana bisa tahu kau siap atau belum. Aku berani jamin kalau Jungkook tidak akan pernah mengecewakanmu. Dia anak baik. Dia benar-benar mencintaimu dan kau satu-satunya orang yang dia cintai. Kalau dia tidak mencintaimu, dia tidak akan mau jauh-jauh dari jepang kemari hanya demi dirimu.”
Jimin menggaruk kepala belakangnya.
“ Kalau Jungkook menyakitimu, aku akan minta Namjoon menaikkan gajimu.”
“ BENAR??!!” teriak Hoseok. “ Jimin-ah, terima saja... ya? ya?” Hoseok menggoncangkan tubuh Jimin.
“ Kenapa kau yang heboh? ‘kan gaji Jimin yang naik, bukan kau.”
“ Tapi aku ‘kan kakaknya.” Hoseok meringis membuat Seokjin mencibir.
“ Coba buka hatimu untuk Jungkook. Kalau kau merasa tersakiti, buang saja dia.” Seokjin tertawa jahat.
“ Hyung... kau jahat,” sahut Hoseok.
“ Jimin-oppa!!!” teriak Jihyo masuk ke dapur. “ Meja nomor 12 ya...” kata Jihyo menyerahkan menu pada Jimin.
“ Oke.” Jimin segera menjalankan perintah Jihyo.
“ Kenapa Jihyo selalu menyuruh Jimin untuk melayani tamu? Kenapa bukan kita?” tanya Hoseok.
“ Karena kau tidak menarik.”
Mata Hoseok melotot. “ Bagaimana dengan hyung? Hyung juga tidak pernah melayani tamu, hanya berada di dapur sepanjang hari.”
“ Namjoon bisa membunuhku kalau aku berinteraksi dengan tamu... apalagi tamu perempuan.”
“ Hah... andai saja aku punya pacar,” keluh Hoseok.
“ Kalau begitu nyatakan perasaanmu pada Jihyo!!” seru Seokjin.
Hoseon menghambur kearah Seokjin dan membungkam mulutnya erat-erat. “ A-akan aku lakukan... suatu saat nanti.”
Seokjin menjauhkan tangan Hoseok.
“ Aku tidak tanggung jawab kalau Jihyo sampai jatuh ke tangan oranglain gara-gara menunggumu menyatakan cinta padanya.”
“ A-aku belum punya keberanian.”
Seokjin memutar bola matanya. Kemudian kembali bekerja. “ Dasar tidak peka,” gumamnya.
XXX
“ Silakan...” Jimin menyerahkan menu pada pelanggan di meja nomor 12 yang berjumlah 4 orang. “ Oh, Hyerin-ssi,” sapa Jimin melambaikan tangannya sembari tersenyum.
Hyerin membalas lambaian tangan Jimin kemudian kembali memilih makanan dan minuman di buku menu.
“ Oh, apa kau yang bernama Park Jimin?” tanya seorang pemuda berambut pirang yang duduk di depan Hyerin.
“ Em, iya.”
“ Ah, jadi kau orangnya. Kau kenal Taehyung? Dia bilang padaku kalau kau gay. Iya, benar? Em, dilihat dari tampilanmu... sepertinya iya. Kau terlihat seperti seorang gay. Jadi Taehyung benar?”
Kedua tangan Jimin menggenggam celana kerjanya.
“ Apa bos-mu tahu kalau kau gay?” kali ini seorang perempuan dengan rambut panjang yang bertanya.
“ Kalau bos-mu tahu, mungkin kau bisa dipecat. Ah, apa aku terlalu keras bicaranya? Bos-mu ada disini? Maaf, aku tidak bermaksud mengatakannya dengan keras.” Si pemuda berambut pirang itu menunjukkan telapak tangannya saat meminta maaf.
Nampak ekspresi panik terlihat dari wajah Hyerin. Sesekali dia menatap Jimin yang mati-matian menahan emosinya.
“ Hey, kau pernah melakukan seks dengan pria? bagaimana rasanya? aku ingin mencoba. Aku belum pernah melakukannya dengan pria. Mau coba denganku? berikan nomormu.”
“ Kau gila... berhubungan seks dengan pria pasti sangat menjijikkan. Bayangkan berhubungan badan dengan dirimu sendiri. iieuhh... aku jadi tidak selera makan membayangkannya.” Seorang pria lain mengomentari pria berambut pirang.
“ Yah, aku tidak bisa membayangkannya. Kenapa aku malah merasa jijik. Awh, menjijikkan. Aku tidak sanggup lagi. Bisakah kau berganti dengan pelayan lain? aku bahkan tidak bisa menatapmu. Bagaimana kalau tiba-tiba dia memperkosaku?” Pria berambut pirang itu memegang tengkuknya kemudian mengusir Jimin dengan gerakan tangannya.
Jimin menundukkan kepala kemudian menggigit bibir bawahnya. Pemudia itu menatap kesekelilingnya. Ia mendengar orang-orang di sekitar meja nomor 12 berbisik sambil menatapnya. Genggaman tangannya semakin erat, gigitannya juga semakin erat membuat sisi bibirnya berdarah.
“ Kalian lebih menjijikkan.” Jungkook datang tiba-tiba membuat Jimin terkejut. “ Merendahkan orang lain adalah hal paling menjijikkan dari seorang manusia.”
“ Apa kau bilang?!” pemuda berambut pirang itu berdiri dari duduknya. Dia siap bertarung kapanpun dia mau.
“ Memangnya kenapa dengan menjadi gay? Apa merugikanmu? Apa Jimin-hyung melakukan sesuatu yang buruk padamu?”
“ Si-siapa tahu dia tiba-tiba menyerangku saat aku pulang nanti! Atau dia menyari tahu nomorku kemudian mengajakku melakukan seks? Kalau aku tidak mau, dia bisa saja membunuhku. Kita tidak tahu apa yang ada di pikirannya!”
“ Semua orang juga begitu. Bisa jadi perempuan ini akan membunuhmu nanti. Siapa tahu kakek-kakek yang sedang berjalan itu akan menyerangmu dengan tongkatnya. Tidak ada yang tahu jalan pikiran seseorang. Lalu kenapa kau hanya menghakiminya? karena dia gay?” Jungkook sempat menunjuk Hyerin, juga kakek-kakek yang tengah berjalan di depan cafe. Terakhir, dia menunjuk Jimin dengan dagunya.
Pemuda itu terdiam sejenak. Matanya menelusur ke seluruh cafe. Kali ini, orang-orang menatapnya sambil berbisik.
“ Gay juga manusia... mereka berhak untuk menjalani kehidupannya seperti layaknya manusia. Kalian tidak berhak menghakiminnya, tidak berhak merendahkannya!! Jika kalian pikir menjadi gay salah, lalu kenapa? Apakah karena dia gay, dia akan membuat hidup kalian menderita? Apa hidup kalian akan tersiksa karena dia gay?” Jungkook kembali menunjuk Jimin.
“ Kau bilang dia menjijikkan karena dia gay? Dia bahkan tidak membalas kata-kata kotormu, dia tidak menyerangmu, dia tidak melakukan apapun yang merugikanmu... sekarang, siapa yang lebih menjijikkan, dia atau kau?”
Muka si pemuda merah padam. Dia mengambil tasnya dan bergegas pergi diikuti teman-temannya.
Hyerin panik. Dia tidak tahu harus melakukan apa. Pada akhirnya karena ajakan temannya, ia pergi dari cafe.
“ Kau melakukan yang terbaik, nak... jaman sekarang, seharusnya orang-orang bisa berpikir lebih jauh dan saling menghargai,” kata seorang nenek menunjukkan jempol tangannya pada Jungkook. Dia juga mendapatkan jempol dari dua pria yang duduk di ujung ruangan.
Jungkook tersenyum, kemudian membungkukkan tubuhnya sedikit. Dia menatap Jimin yang juga menatapnya. Selang beberapa saat, Jungkook menggandeng Jimin keluar dari cafe.
“ Aku sedang bekerja,” kata Jimin menarik diri dari Jungkook.
“ Hyung tidak bisa bekerja dengan kondisi seperti ini.” Jungkook meraih tangan Jimin dan kembali menggandengnya ke suatu tempat. Jimin hanya bisa pasrah mengikuti kemana Jungkook membawanya.
“ Kau harus membelaku kalau Bos Namjoon memarahiku,” kata Jimin.
“ Ya, akan aku lakukan.” Jungkook membukakan pintu mobil untuk Jimin. Setelah Jimin masuk dan pintu kembali ditutup, Jungkook menuju ke kursi sopir. Dia memakai seatbelt, begitu juga dengan Jimin. Kemudian, Jungkook melajukan mobilnya –pergi ke suatu tempat.
XXX
“ Kenapa kau membawaku kesini?” tanya Jimin menatap air laut di hadapannya.
“ Hyung pasti butuh tempat yang sepi yang mengeluarkan semuanya.”
Jimin menatap Jungkook disebelahnya. Hanya sesaat, sampai ia kembali ke posisinya semula.
“ Aku benci diriku sendiri. Kenapa aku harus menjadi gay? Kenapa aku tidak bisa menyukai perempuan? Aku ingin sekali mendapatkan jawabannya tapi tidak pernah aku temukan sampai sekarang. Apa karena lingkunganku? Tapi teman-temanku normal. Mereka menyukai perempuan. Apa karena trauma di masa lalu? Tidak... aku tidak punya trauma apapun saat kecil yang membuatku menjadi gay. Lalu kenapa? Aku tidak mengerti... aku hanya tahu jika aku tidak bisa merasakan apapun dengan perempuan tapi dengan pria... ”
Tatapan Jungkook tertuju pada Jimin saat pemuda itu tidak meneruskan perkataannya.
“ Bilang saja kalau hyung menjadi gay karena sudah takdir. Beres,” respon Jungkook. “ Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa menyukaimu pada pandangan pertama... padahal saat itu aku hanya melihatmu menari. Berapapun lamanya aku mencari, jawabannya tidak akan pernah aku temukan.”
“ Ya... kau benar. Anggap saja jawabannya takdir dan selesai,” sahut Jimin mengangkat sisi bibirnya.
“ Hyung... orang seperti pria blonde itu hanya sekian persen dari jumlah penghuni bumi. Hyung lihat sendiri ‘kan berapa orang yang berada di pihakmu? Hyung tidak boleh takut dengan apa yang dikatakan orang karena ada lebih banyak lagi orang yang mendukungmu. Hyung punya banyak teman yang mau menerimamu.”
“ Aku hanya...”
“ Hyung takut. Aku tahu.. karena Kim Taehyung? Karena orang-orang di sekolah? sekarang keadaan sudah berubah hyung. Dulu di sekolah tidak ada seorangpun yang menerimamu, tidak ada seorangpun yang ada dipihakmu. Sekarang, lebih banyak dari teman sekelasmu! Bahkan lebih banyak dari orang-orang di sekolah! mereka akan melindungi hyung, sama seperti yang aku lakukan tadi.”
Jimin menatap Jungkook sambil tersenyum.“ Gomawo.”
“ M-mmm...” Jungkook menatap kearah lain dengan sedikit gugup. Dia menundukkan kepalanya menatap kakinya yang tengah memainkan pasir pantai.
Senyum Jimin belum pudar. Apalagi ditambah saat ia melihat telinga Jungkook yang memerah. “ Lucu,” gumamnya. Jimin meraih tangan lengan Jungkook kemudian mengecup pipinya.
“ WO-WOAAAHHH....” Jungkook terlihat sangat terkejut sampai terjatuh dengan posisi terduduk.
“ Kau kenapa?” tanya Jimin ikut terkejut. Dia berjongkok berhadapan dengan Jungkook yang masih menunjukkan ekspresi kaget.
“ Ji-jimin-hyung tiba-tiba mencium pipiku... ak-aku jadi terkejut.” Jungkook menyentuh pipi kirinya.
“ Itu ‘kan hanya ciuman di pipi. Kenapa kau kaget sekali?? pipimu belum pernah mendapat ciuman dari seseorang? Orangtuamu pasti pernah melakukannya ‘kan?”
“Ta-tapi... tentu saja berbeda. Jimin-hyung bukan o-orangtuaku.”
Jimin terkekeh mendengarnya. “ Tentu saja aku bukan orangtuamu... aku orang yang kau sukai ‘kan? ah, bukan... aku orang yang kau cintai ‘kan?”
“ E-em...” Jungkook mengangguk pelan.
“ Bersiaplah... karena setelah ini, kau akan merasakan ciumanku. Tidak hanya di pipi tapi di seluruh tubuhmu.”
“ HE-HEH???”
Jimin menunjukkan senyum nakalnya. Dia memegang kedua pipi Jungkook membuat pemuda itu mengerjapkan kedua matanya berulang kali. Wajah Jimin semakin dekat. Tidak butuh waktu lama sampai bibir Jimin menyentuh bibir Jungkook. Saat itu juga kedua mata Jungkook tertutup. Dia menikmati kuluman bibir Jimin. Kedua tangan Jungkook yang semula berada di kedua sisi tubuhnya, sudah beralih ke pinggang ramping Jimin. Ciuman Jimin semakin intens membuat Jungkook sedikit kewalahan. Dia sempat kehabisan nafas kemudian melepaskan ciumannya sebentar namun Jimin kembali melahap bibir Jungkook.
“ Ah...” Jimin melepas ciumannya. “ Aku harus kembali.”Jimin bangkit. Dia menepuk-nepuk celana kerjanya yang kotor karena pasir. Setelah dirasa cukup bersih, Jimin mengulurkan tangannya pada Jungkook. Pemuda itu segera meraih tangan Jimin dan bangun dengan sedikit tarikan dari Jimin.
“ Ingat janjimu. Aku tidak mau gajiku dipotong.” Jimin berjalan mendahului Jungkook.
“ Iya, aku tahu.”
Jimin berhenti berjalan. Dia menengok kearah Jungkook yang berdiri dibelakangnya. Jimin mendekat. Kembali pemuda itu mengecup pipi Jungkook dan kemudian kabur begitu saja.
Ekspresi Jungkook yang tadinya datar, perlahan berubah. Dia tersenyum kecil kemudian senyumnya semakin lebar. Jungkook merasa lega karena Jimin pada akhirnya menjadi miliknya. Butuh sedikit pengorbanan tapi jika hasilnya membahagiakan, pengorbanannya tidak akan sia-sia. Jungkook berjanji akan benar-benar menjaga Jimin, sesuatu yang tidak bisa ia lakukan di masa lalu.Lama tak berjumpa -halah-
Baru menikmati masa karantina (baca:rewatch TharnType) jd lama up nya..sbg permintaan maaf,aku kasih yang panjang hahaha...Sekali lagi,terimakasih untuk vote nya ♡♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
[ONGOING] OUR FIRST LOVE
FanfictionCinta pertama Park Jimin menghancurkan kehidupannya,membuat pemuda itu memutuskan untuk pergi ke kota lain. meninggalkan masa lalu nya yang kelam. Demi menemukan cinta pertamanya,Jeon Jungkook pindah ke kota ini. Pertemuan yang sudah ditakdirkan mem...