4. Keanehan Kanania (2)

312 40 5
                                    

Arkan mencoba mendekati Kanania, namun Kanania menjauh. Semacam tak ingin disentuh.

"Lo kenapa?"

"Aku bukan pembunuhnya," katanya. Matanya menatap kosong sambil menggeleng gelengkan kepala cepat.

Hujan turun langsung lebat dan berangin kencang. Kanania lemas dan terduduk di tanah. Ia menangis histeris, lalu tak sadarkan diri

Arkan menggendongnya masuk ke dalam rumah. Badannya dingin sekali. Haikal mendongak saat Arkan tergesa masuk membawa Kanania.

"Anak siapa yang lo bawa?" Tanya Haikal.

"Temen gue, wakil gue, jangan sewot lu bantuin."

Haikal membantu Arkan mengangkat Kanania ke kamar Arkan.

"Bawain air anget dong," pinta Arkan pada Haikal.

"Lo aja biar dia gue yang jaga."

"Enggak enggak, lo yang bawa gue yang jaga," kata Arkan menegaskan ucapannya.

Haikal tertawa lalu keluar dari kamar itu.

Arkan menyelimuti Kanania yang gemetar dan bibirnya membiru. Arkan semakin khawatir, ada apa sebenarnya dengan Kanania ini.

Haikal datang saat Arkan menyalakan  hairdryer.

"Buat apa itu?"

"Buat dia, biar anget."

Emang gak masuk akal sih, cuma ya boleh dicoba.

Sari, ibu Arkan masuk ke dalam kamar. Melihat seorang gadis di rumahnya.

"Siapa itu?"

"Temen Arkan, wakil Arkan tepatnya."

Sari mengangguk paham, "itu hairdryer buat apa?"

"Biar kering, biar anget."

Sari menggeleng gelengkan kepalanya.

"Gapapa gitu kalau Mama ganti baju dia?" Tanya Sari.

Arkan dan haikal tak menjawab. Mereka tak tahu juga. Sari tak masalah, akhirnya ia meminta Arkan dan Haikal keluar.

"Ini lo yang bawa," Haikal menyerahkan gelas berisi air hangat kepada Arkan.

"Kenapa lo gak simpen di dalem aja tadi?"

"Oh iya, gue gak inget."

Sari keluar dari dalam kamar, dengan baju basah milik Kanania. "Dia udah sadar tuh, de. Coba kamu ajak ngobrol dia. Dia shock banget kayaknya sambil ngomong pembunuh pembunuh gitu," kata Sari.

Arkan bergegas masuk ke dalam kamar dan membawa minum untuk Kanania.

"Lo kok disini?" Kata Kanania.

"Ini kamar gue," jawab Arkan.

Kanania mengedarkan pandangannya lalu tersenyum, "kamarnya sama kayak kamar gue."

"Oh gitu, nih minum dulu. Lo sih cape cape kesini, rindu?"

"Ih enggak. Kan gue mau balikkin HP punya lo."

Arkan tertawa mengelus puncak kepala Kanania, "lo tu kenapa sebenernya?"

Kanania menggeleng lalu tersenyum, "enggak kok gue gapapa. Mmm anter gue pulang, ya," pinta Kanania.

Arkan mengiyakan tapi adzan maghrib telah berkumandang. Arkan tersenyum menatap Kanania.

"Shalat dulu, abis itu kita pulang."

Kanania setuju lalu bangkit di bantu Arkan. Sari dan Haikal hanya tersenyum melihat Arkan yang sebelumnya tak pernah membawa seorang wanita manapun masuk ke dalam rumah. Mungkin saja Kanania berbeda.

Mereka shalat berjamaan dengan imam Haikal. Dan setelah selesai shalat, Kanania pamit pulang kepada ibu dan kakak Arkan.

"Tante, maaf ya repotin. Kakak juga," kata Kanania sopan.

"Panggil gue abang."

"Iya Kanania enggak apa apa, tante malah seneng ternyata Arkan punya temen cewe," kata Sari lalu tertawa.

Kanania pun ikut tertawa, "yaudah tante Nia pulang ya?"

"Iya ati ati, Nak. Ade bawa mobil yang bener!" Pinta Sari pada Arkan.

"Iya iya Arkan tau, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Kanania mengekori Arkan yang segera mengeluarkan mobil dari garasi. Mereka cepat cepat pulang sebelum hujan turun kembali, karena Arkan yakin hujan lah yang membuat Kanania seperti ini.

Arkan tak berbicara sama sekali karena Kanania tertidur. Wajahnya lesu dan anak anak rambut di dahinya basah keringat.

Arkan tersenyum saja melihat Kanania seperti ini. Setelah sampai, dengan berat hati Arkan membangunkan Kanania.

"Ya, bangun udah sampe."

"Hm.." Kanania mencoba sadar, "oh maaf gue ketiduran," katanya.

Kanania keluar dari mobil dibantu Arkan dan saat Kanania membuka pintu rumahnya, Kenan menghampiri dengan wajah cemas dan berubah menjadi raut wajah lega.

"Lo kemana aja si?" Tanya Kenan khawatir, "ibu sampe nangis mikirin lo."

Kanania dan Arkan masuk ke dalam lalu duduk di sofa, "tadi dia nganterin HP gue ke rumah terus tiba tiba hujan dan dia histeris nggak jelas. Dia kenapa sebenernya?" Tanya Arkan pada Kenan.

"Ah..mm.. anu euh dia lagi gak enak badan," jawab Kenan berbohong.

"Beneran?" sidik Arkan.

Kanania mengangguk juga Kenan, meski wajah Arkan nampak tidak percaya Arkan.

"Kalo gitu gue balik ya. Jaga diri lo, Ya."

Arkan pulang dan Kanania pun beristirahat kembali. Kejadian di rumah Arkan menguras banyak sekali tenaga.

Keesokan harinya, Arkan datang pagi pagi sekali. Bukan untuk menjaga gerbang seperti biasanya, tapi memikirkan kejadian yang ia alami kemarin.

"Nia sebenernya kenapa si?" Batin Arkan.

Sepuluh menit lagi pembelajaran dimulai, Kanania tak kunjung datang. Hanya dia yang tak ada. Arkan menanyakan kabarnya pada Yara.

"Dia sakit," jawab Yara.

"Sakit apa?"

"Ya mana gue tahu. Emang gue mba google apa segala tau?" ketus Yara pada Arkan yang memang mereka tidak pernah akur.

"Idih nyolot mulu pantes muka lo kayak nenek nenek," timpal Arkan. "Kan lo temen sebangkunya kali."

"Ya meskipun gue temen sebangkunya, gue gak tahu sampe ke akar akarnya kali. Bego!"

Arkan tak meladeni Yara, tapi ia teringat sesuatu.

"Eh Ra, lo ngerasa nggak?"

"Ngerasa apa?"

"Tiap musim hujan, Nia pasti sakit. Bahkan waktu kita kelas 10 pun pernah dia enggak sekolah sampe sebulan," kata Arkan.

Yara memutar memorinya, "oh iya juga. Kondisi tubuhnya aja kali lemah," jawabnya.

Benar juga. Akhirnya Arkan kembali ke tempat duduknya. Kepalanya diisi pertanyaan pertanyaan tentang Kanania. Tapi untuk sekarang ini, ia tak terlalu memikirkan itu agar fokus pada pelajaran hari ini.

"Pulang sekolah gue maen aja kesana," Arkan membatin.

*****

Jum'at, 17 April 2020

Part ini agak pendek ya hihi.

Rekomendasikan cerita ini kepada teman teman kalian ya teman teman.

Luv u all!

-Thank you!:)

My Ombrophobia Girl [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang