BAB 24-Pesta Lilin

12 2 5
                                    

Pagi ini Meiry tidak bersama Rahnu, sebab Rahnu sedang mengajar ke sekolah. Ternyata disini profesi Rahnu adalah seorang guru, Meiry baru tahu itu. Saat ini ia sedang bersama Jyoti. Mereka membaca-baca buku di perpustakaan rumah Aji Yasa. Entah sejak kapan Meiry dan Jyoti tampak bersahabat.

Meiry melihat-lihat koleksi buku yang ada. Ia membuka semua buku yang berkaitan dengan sejarah Sanggraha. Siapa tau disana ia akan mendapatkan informasi tentang pintu antar dimensi. Sesungguhnya ia masih sangat penasaran dengan Puncak Selatan. Semalaman ia kepikiran dengan tempat itu.

"Jyoti, aku ingin tanya. Apa yang terjadi jika orang Sanggraha mendaki Puncak Selatan?"

"Setahuku, mereka yang melanggar pantangan itu tidak akan pernah bisa kembali ke Sanggraha lagi, mereka akan terseret arus dan tenggelam disana," jawab Jyoti.

"Tapi di Selatan bukankah tidak ada laut? Lalu bagaimana mereka bisa terseret arus atau tenggelam?"

"Entahlah Mahadewi, aku pun tidak tahu," ungkap Jyoti sambil tersenyum. Meiry kecewa mendengar jawaban itu.

"Kitab-kitab yang ditulis para Pitara memang susah dipahami. Mereka sering menggunakan kode-kode rahasia, atau metafora untuk menjelaskan maksudnya," kata Jyoti lagi.

"Jyoti, sebenarnya Mahadewi itu apa?" tanya Meiry.

Jyoti seperti hendak tertawa mendengar pertanyaan itu. "Bagaimana bisa seorang Mahadewi menanyakan apa itu Mahadewi?"

"M-maksudku Mahadewi dalam pemahaman kalian itu seperti apa?" Meiry berusaha ngeles.

"Hmm, Mahadewi itu adalah orang yang akan menyelamatkan Sanggraha dan memajukan peradaban. Mahadewi akan datang setiap 1000 tahun pergantian zaman," jelas Jyoti. Penjelasan yang sama seperti apa yang dikatakan Rahnu.
Meiry mulai tidak tertarik, karena tak ada hal baru yang ia dapatkan.

Saat Meiry hendak bangkit dari duduknya, Jyoti kemudian melanjutkan kalimatnya. "Dalam ramalan dikatakan bahwa Mahadewi akan turun di ujung Selatan Sanggraha. Ia akan turun pada saat purnama paling terang, di bulan Jyestha. Kedatangannya diiringi dengan kabut langit yang merangkak menyapu puncak-puncak."

"Bulan Jyestha?"

"Bulan ke sebelas dalam kalender kami," sahut Jyoti.

"Kabut langit itu maksudnya kabut yang muncul setiap pagi?"

"Bukan Mahadewi, kabut langit itu adalah kabut paling tebal yang akan muncul setiap bulan, pada saat purnama," ujar Jyoti.

Meiry berusaha meneliti kalimat ramalan itu. Ramalan Aji Bhanu memang penuh dengan teka-teki. Ia berusaha menelaah kalimat per kalimat. Menyatukan keping per keping informasi yang sudah ia dapat.

Mungkinkah Puncak Ciremai itu adalah Puncak Selatan versi Sanggraha. Kemudian kabut langit adalah badai kabut yang waktu itu membuatnya terjatuh. Apakah Puncak Selatan merupakan pintu antar dimensi? Dan itulah alasannya kenapa orang Sanggraha dilarang kesana, karena mereka akan terseret arus dimensi. Mereka akan tenggelam dalam dimensi bumi jika melewatinya. Benarkan seperti itu? Kalau benar, Meiry merasa dirinya harus kesana, mendaki puncak itu pada saat kabut langit turun.

Jyoti yang menyadari Meiry sedang melamun mengibaskan tangannya di depan wajah Meiry. Meiry pun tersadar.

"Kamu memikirkan apa Mahadewi?"

"Oh tidak apa," sangkal Meiry. "Kapan purnama terdekat di bulan ini?" tanyanya.

"Purnama bulan ini sudah lewat Mahadewi, hari itu adalah hari saat kamu turun ke Sanggraha. Kalau purnama selanjutnya berarti di akhir bulan depan."

"Kenapa lama sekali," Meiry mengeluh sendiri.

"Kenapa kamu menanyakan itu Mahadewi?"

"Itu tidak penting," jawab Meiry berusaha berkelid.

Sanggraha [A World Behind The Clouds]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang