01- PROLOG

125 40 22
                                    

"Tak bisakah kau menuruti keinginanku?"

"Kau hanyalah seorang bajingan kecil."

"Enyahlah dari hidupku sekarang!"

"Pergilah dan carilah pria diluar sana. Juallah dirimu dan biayai hidupmu sendiri. Kau hanyalah beban disini."

📌📌📌📌📌


10.00 PM

Diluar salju lebat. Mau tidak mau aku harus keluar dari rumah bibiku. Jujur saja, aku muak dengan semua omong kosong bibi. Bibiku yang selalu merendahkanku, seakan hidupku ini seperti layaknya pelacur.

Jalanan sangat sepi. Hanya seretan roda koper yang menemani langkahku. Tanganku gemetar, kakiku terasa nyeri. Bahkan kini mata ku mulai susah untuk berkedip. Aku merapatkan kembali jaketku yang belum sepenuhnya tertutup rapat. Kumasukkan satu tanganku pada saku jaketku dan kucari kehangatan disana.

Aku melihat halte bis berada di depan mataku. Kuputuskan untuk beristirahat sejenak disana. Kutaruh koperku tepat disebelah kakiku. Kusenderkan kepalaku seraya memejamkan mata untuk menghilangkan rasa penat ini.

"Nak," sebuah tangan menyentuh bahuku. Reflek, aku membuka mataku dan menatapnya.

"Hari sudah malam. Lagi pula cuaca hari ini sangat buruk. Tidak seharusnya seorang gadis keluar malam-malam." Seorang nenek dengan keranjang di bahunya memperingatkanku.

Sontak aku berdiri. "Saya baru saja pindah rumah nek." Bohongku pada nenek itu. "Hanya saja, saya belum menemukan tempat tinggal untuk saat ini."

Nenek itu tersenyum. Entah mengapa, senyumnya sangat hangat dimataku. Aku sangat merindukan senyuman ini. Mengingat, selama aku tinggal dengan bibi, bibi tidak pernah tersenyum padaku.

"Kalau begitu, tinggalah bersama nenek untuk beberapa hari. Pintu nenek terbuka untukmu nak."

Aku mengangguk dan tersenyum. Kuambil koper yang masih tergeletak di tanah. Dan menyusul, mensejajarkan langkahku dengan nenek.

"Ada pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang. Siapa namamu nak?" Tanyanya sambil melirikku dan tersenyum.

"Ailyn nek." Jawabku. Senyum nenek ini terlihat sangat tulus. Hingga aku merindukan sosok ibu yang telah membesarkanku. Sulit harus kehilangan ibu disaat aku membutuhkan sosok figur seorang ibu. Mungkin, jika Tuhan yang memisahkan kami, aku akan menerimanya. Hanya saja, kami dipisahkan oleh laki-laki brengsek yang lebih menyita perhatian ibu daripada anaknya.

"Kau terlihat sangat muda, Ailyn." Nenek telah membuyarkan lamunanku.

"Saya memang masih kecil nek. Umur saya baru menginjak 19 tahun."

Sontak nenek melihatku dengan tatapan syok. Mungkin nenek terkejut karena melihat seorang gadis keluar di waktu malam hari dan di cuaca se ekstrem ini. Aku hanya membalas tatapan nenek dengan tersenyum. Entah kenapa, bibirku tak ingin menanyakan arti tatapannya itu.

_*_*_*

Vote, comment and share ya.

___________________________________________

And, happy reading guys

_luv

CAN I?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang