Perth
Aku melihatnya, dia terlihat cantik seperti biasa dengan kemeja putih kedodorannya. Dia sedang bersenda gurau dengan teman-temannya di meja makan kantin yang berada tak jauh dari tempatku duduk sekarang, dan berjarak dua meja makan dengannya. Kulihat jari-jari lentiknya bermain dengan sendok dan garpu seraya memasukkan makanan itu ke dalam mulut mungilnya. Mungkin itu salad, atau hanya buah-buahan saja. Dia sepertinya sedang dalam diet, karena tubuhnya benar-benar kurus, terlihat begitu ringkih. Meskipun begitu, dia terlihat anggun, apalagi dengan senyuman manis itu. Sesekali dia menyelipkan rambutnya ke kupingnya. Manis sekali.
Aku tahu namanya, dimana dia tinggal, nama orang tuanya, nama kakaknya, pekerjaan paruh waktunya, bahkan aku tahu apa yang dia kerjakan di waktu senggangnya. Penguntit? Apakah aku terlihat seperti itu? Kurasa, aku masih dalam batas yang wajar dan aku sama sekali tidak pernah menganggu privasinya. Jadi, jangan pernah samakan aku dengan para penguntit menjijikan itu. Aku bukanlah penguntit, dan tidak akan pernah menjadi penguntit.
Kami kuliah di kampus yang sama, dengan fakultas dan jurusan yang juga sama. Dia satu tahun lebih tua daripadaku. Jadi, dia adalah kakak tingkatku di kampus. Dia adalah bulan di fakultas kami tahun lalu. Setiap tahun kampus kami selalu mengadakan pemilihan bulan dan bintang setelah masa orientasi kampus selesai. Dia berhasil mendapatkan gelar bulan kampus karena kecantikan, maksudku ketampanan dan kecerdasannya. Seluruh kampus juga mengakui kalau dia adalah salah satu mahasiswa teladan di kampus kami. Dia benar-benar menakjubkan, sangat menakjubkan menjadikannya sulit untuk dijangkau.
Disinilah aku, duduk sendiri sambil mengamatinya. Aku sama sekali tidak lapar, aku kesini untuk membeli kopi dan sebatang rokok hanya untuk melihatnya. Terkadang dia tersenyum malu ketika teman-temannya menggodanya, dan aku hanya bisa tersenyum kecil melihatnya dari kejauhan. Entah apa yang mereka bicarakan. Ingin sekali aku berada disana, menggantikan teman-temannya dan menggodanya. Ingin sekali aku merangkulnya seperti yang sekarang temannya lakukan. Aku ingin menyentuhnya, membelainya dan merasakan tubuhnya berada di dekapanku. Sesekali dia mendapatiku menatapnya, dan dia melemparkan senyum kecil kepadaku.
Manis, sangat manis.
Sepertinya dia dan teman-temannya sudah selesai makan, setelah ini dia akan pergi menuju kelasnya untuk melanjutkan mata kuliahnya.
Atau tidak.
"Perth, kita bisa pulang bersama tidak hari ini?" Dia menghampiriku, terlihat pucat dan agak ketakutan. Entah apa yang terjadi pada dirinya, padahal beberapa waktu yang lalu dia masih tertawa bersama teman-temannya.
"Kau tidak enak badan? Mau pulang sekarang?" Jawabku dengan penuh perhatian.
Dia mengangguk kecil. Seketika itu juga aku menarik tangannya dengan lembut dan mengajaknya keluar dari kantin. Tubuhnya bergetar hebat.
"Kau baik-baik saja, kan? Ada yang ingin kau ceritakan kepadaku?" Sebenarnya ada apa? Dia hanya terus berjalan mengikutiku dengan wajah tertunduk, sepertinya dia menahan tangis.
Kami berjalan menuju parkiran. Di sepanjang perjalanan, dia diam, tidak bersuara sedikitpun. Tubuhnya, masih bergetar.
Kupersilahkan dia masuk kedalam mobilku sesampainya kita diparkiran. Dia menurut saja ketika aku bukakan pintu mobilnya, padahal biasanya dia akan marah-marah karena dia tidak suka diperlakukan seperti perempuan.
"Perth, laki-laki itu. Penguntit itu kembali." katanya dengan suara bergetar.
Tanpa pikir panjang, aku melaju dengan kecepatan tinggi. Bajingan itu kembali, dan kali ini, aku akan melindunginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia
FanfictionMempunyai penguntit adalah hal yang menakutkan. Hal itu terjadi pada Mark, mahasiswa teladan di kampus. Suatu hari terjadi suatu hal yang membuat hidup Mark hancur, orang yang menyebabkannya adalah penguntit itu. Akan tetapi, Perth berhasil menyingk...