8

2.1K 341 39
                                    

MYUNGSOO

            KENINGKU mengernyit, fokusku terbagi antara kertas yang kupegang dan seorang staff Kimsung yang sedang berdiri di depan.

"Jadi menurutmu, menurunkan kualitas produk agar harga ponsel bisa masuk ke kalangan bawah itu ide yang bagus?"

Pegawai itu mengangguk. "Lagi pula, orang zaman sekarang hanya melihat kualitas kamera yang banyak dan desainnya. Sistem dan RAM tidak terlalu diperhatikan."

Aku melepas kacamataku, jemariku mengetuk meja dengan ritme—sedangkan mataku masih fokus menatap pegawaiku itu. Rapat pagi ini benar-benar tidak berguna, bagaimana bisa pemikiran seperti itu ada pada staff Kimsung? Apa katanya? Menurunkan kualitas produk?

"Kurasa kau sudah lelah bekerja di Kimsung, Pak Eric," gumamku.

"Y-ya?"

"Kimsung tidak butuh persaingan harga. Semua orang tahu kualitas ponsel pintar kita, dan mereka akan tetap membeli ponsel-ponsel kita karena gengsi mereka. Bukan karena produk kita berharga murah," tukasku. Kuedarkan pandangan kesekeliling. Seluruh staf yang ikut rapat pagi ini diam—persis seperti yang kuharapkan. Mereka harus mengeluarkan gagasan dan ide baru, bukannya mengusulkan hal yang tidak perlu. Aku kembali menambahkan. "Kimsung tidak mengikuti tren, Kimsung adalah tren."

"Maafkan saya," pegawai itu menunduk tampak menyesal.

Aku mendesah. Lalu berdiri, "Baiklah, sepertinya rapat pagi ini kita akhiri sekarang. Sampai jumpa."

Aku melangkah keluar, lalu mendesah panjang. Pagi-pagi sekali tadi aku sudah berangkat ke kantor, mataku jelas masih perih namun kupaksa mandi dan bergegas berangkat tanpa sarapan. Biasanya aku akan menyiapkan roti selai untuk sarapan, tapi karena stok sudah habis jadilah aku berangkat kerja tanpa sarapan seperti biasa. Aku nyaris tidak tidur semalaman karena di kamar sebelah ada orang—maksudku Suzy. Tidak, aku tidak terdistraksi olehnya. Ha, dia bukan tipeku.

Wanita cantik umumnya tidak memiliki otak yang sama cantiknya dengan paras mereka, juga wanita-wanita itu sudah terlatih menjadi wanita rendahan yang rela mengais uang pria-pria kaya. Aku bukan menghakimi, namun gambaran wanita seperti Suzy jelas begitu—dari yang kutangkap dan dari informasi orang-orang di sekitar Yoongi.

Langkahku berhenti saat melihat Yoongi berdiri di depanku. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celana, matanya nyalang menatapku.

"Aku perlu bicara denganmu." katanya.

"Karena kau repot-repot datang ke Kimsung di jam kantor seperti ini, sepertinya itu hal yang penting," Kataku. Kemudian melanjutkan langkah masuk ke dalam lift. Kutolehkan kepala ke arah asistenku, memberi kode agar dia bisa kembali ke ruangannya sementara aku akan ke ruanganku.

Dapat kudengar suara tarikan dan helaan napas yang berkali-kali dengan kasar dari sebelahku. Kulirik melalui ekor mata dan menemukan wajah kusut Yoongi disana. Aku kembali menatap ke depan, memandang refleksi pada kaca lift. "Ada apa? Ada hal yang kurang mengenai pernikahanmu dan Seolhyun." Shit, sudah kucoba agar nada bicaraku terdengar santai, namun sepertinya tidak sesuai keinginan.

Yoongi mendesah lagi. "Baik-baik saja."

"Lalu?"

Ada jeda sebelum suara Yoongi kembali terdengar. "Bagaimana kau tahu kemarin kami—aku bicara soal Suzy dan aku—ada di restoran itu?"

Wajahku mengeras. Lalu berkata datar. "Suzy yang mengatakan."

"Apa?"

"Kenapa kau menemuinya?" tanyaku ketus bersamaan dengan pintu lift yang terbuka. Aku melangkah keluar dan alih-alih mengajak sepupuku ke ruangan, kami justru ke rooftop. Semoga udara segar bisa menenangkanku agar tidak menghajar wajah laki-laki yang dicintai Seolhyun ini. Kusandarkan tubuhku pada dinding pembatas, dan menatap Yoongi. "Kau tahu kan kalau wanita itu sengaja membawa wartawan dan masyarakat agar memotret kalian. Agar terjadi skandal."

The Celebrity And Her Perfect Match | MYUNGZY COUPLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang