Our Past

342 24 1
                                    

Oktober 5, 2014
Chou's Boutique, Sinsa-dong

     Ia melempar tas dengan sembarang di atas sofa yang berada di ruangan kerja. Mengusap pipinya yang basah, bukan karena air hujan yang sedang turun, melainkan karena air matanya yang tidak berhenti menetes. Sepanjang perjalanan dari "Sunflower cafe" yang berjarak sepuluh menit berjalan kaki, ia menangis seperti orang gila.

     Hujan tipis di malam hari mengingatkatnya atas kenangan tiga tahun kebersamaannya dengan pria itu. Hubungannya berakhir atas keputusannya sendiri. Ia sendiri yang merencanakan sebelumnya, sudah merasa siap, tetapi malah gagal bersikap tegar.

     Tangannya mengusap air mata yang hampir jatuh pada kain kasa karena ia sedang mengerjakan gaun pesanan pelanggannya. Tangannya yang bergetar mengguting potongan-potongan kain yang selanjutnya ia susun menjadi sebuah pola gaun. Isi kepalanya sedang dipenuhi masalah yang sulit diselesaikan. Ayahnya yang sudah dua minggu terbaring di rumah sakit, jatuh sakit karena terus memikirkan kekacauan perusahaan tanpa menemukan penyelesaian. Ibunya yang belum bisa menerima keadaan bahwa suaminya bangkrut. Dan kekasihnya, yang seharusnya menjadi orang satu-satunya tempatnya bergantung, telah ia tinggalkan beberapa menit yang lalu.

     Tidak dalam waktu singkat, ia telah memikirkan dalam waktu panjang dan mengumpulkan banyak alasan untuk meninggalkan pria itu, juga akibat yng akan ia dapatkan setelahnya. Ia merasa bisa. Ia hanya harus tetap bertahan walaupun keadaan semakin menyesakkan saja untuk bernapas.

💕💕💕

Oktober 5, 2016
Guryong Village, Dogok-dong

     Biasanya Chou Tzuyu akan bangun pukul 8 pagi, membuka mata dengan malas-malasan kemuadian menemukan seprai sutera lembut. Biasanya ia akan berteriak untuk memanggil salah satu pelayan dan mendapat jatah sarapan pada nampan untuk dinikmati di atas kasurnya.
Kemudian, ia akan menuju kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan air hangat. Semua kebutuhan hidupnya sudah tersedia, dan tentu membuat kehidupannya menjadi sangat mudah. Ia masih bisa mengingat semua kebiasaan itu, kebiasaan dua tahun silam yang menjadi pahit untuk dikenang saat ini. Keadaan yang dimilikinya tidak pernah menuntutnya untuk berpikir tentang masa depan, ia hanya perlu melakukan hal yang diinginkan saat itu. Dan ketika semua kedamaian itu terenggut dalam sekejap, ia mulai sedikit kesulitan untuk menjalani kehidupan sehari-harinya.

     Saat ini, tepat dua tahun berlalu, ia menyadari baru saja terbangun di tempat tidur berukuran kecil yang dilapisi seprai katun berbau deterjen, yang ia cuci sendiri setiap minggunya. Mendorong tubuhnya untuk bangun dan duduk. Dengan mata yang dibuka secara perlahan, ia melirik ke samping dan menemukan berkas yang berserakan. Berkas itu diantarkan oleh seorang kurir yang dikirim dati perusahaan Tuan Baek Han So, sahabat dekat ayahnya dulu. Berkas itu membuat urat kepalanya tegang dan juga membuatnya melupakan pekerjaan beratnya seharian kemarin. 

     Sebelah tangannya bergerak meraih berkas yang berisi empat lembar kertas dan kemudian kembali memperhatikannya setelah semalaman ia membolak-baliknya, berkali-kali. Satu lembar surat pengantar, dua lembar rincian utang dengan nominal besar, dan satu lembar surat peringatan penyitaan tempat usaha satu-satunya yang ia miliki - surat yang mengancam membuatnya akan menjadi gelndangan. Ia hanya tersenyum kecut, menyimpan kembali kertas itu ke tempat semula dan melangkahkan kaki ke luar kamar. Pengap yang ia rasakan saat masuk ke dalam ruangan sempit kamar mandi itum apalagi saat menemukan bayangan wajahnya pada cermin persegi yang berada di balik pintu. Ia menatap wajahnya dengan mata sayu, kemudian mengusap permukaan cermin untuk mengasihani diri sendiri. Ia memejamkan mata, megajak dirinya untuk kembali bangkit sebelum suasana yang diciptakan mebuatnya berlarut-larut dan menghancurkan awal harinya. Tentang daftar pinjaman-pinjaman yang harus ia bayar, yang sangat kontras dengan kehidupannya dua tahun lalu. Rumah milik keluarganya yang berada di Main Village yang menawarkan segala kenyamanan dan kemewahan, kendaraan pribadi, tiga buah kartu kredit dengan batas limit besar yang terselip di dompet branded, dan semua fasilitas mudah yang didapatnya dulu. Semua jelas terlihat sangat jauh berbeda dengan keadaan saat ini. Ah, ya...! Juga satu hal yang tidak mudah dilupakan, tentang, kenangan seorang pria yang ditinggalkannya... dengan perasaan bersalah, sampai saat ini.Ternyata dua tahun bukan waktu yang lama untuk melupakan, ia bahkan masih bisa membayangkan wajah kecewa pria itu.

Our DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang