17

2.8K 206 10
                                    


Hari ini Victoria mendampingi James yang akan melakukan kunjungan ke desa. Ini adalah pertama kalinya Victoria tampil di hadapan umum, di depan mata rakyat kerajaan Utara. Sejak pagi Betty sudah mempersiapkan Victoria. Sang ratu memakai gaun berwarna hijau lembut. Rambutnya di sanggul sederhana. Dan tak lupa Betty memberikan jubah untuk perjalanan mereka.

Seekor kuda berwarna coklat sudah siap di depan istana. Kuda itu untuk Victoria. Sedangkan James akan menunggang kuda hitamnya. Dan seperti biasa ke dua adiknya pun ikut dengan mereka, di samping para ksatria serta prajurit yang akan mengawal bersama beberapa anggota dewan.

Mereka akan melakukan kunjungan ke sebuah desa bernama Calandra. James mendapat laporan mengenai bencana kelaparan yang melanda desa itu saat masih berada di kerajaan Selatan. Tangan kanan James sudah melakukan bantuan. Dan saat ini James merasa harus mengunjungi desa itu untuk memeriksa bagaimana keadaannya kini. Bagaimana pun ia harus memperhatikan rakyat sebagai seorang raja.

Iringan pun segera melaju pergi. Beberapa kali Victoria melirik James. Sebenarnya ia sudah gatal ingin menanyai perihal menara itu. Tapi dari kemarin malam James sangat sibuk. Begitu sibuk hingga ia tak tidur di kamarnya lagi malam tadi. Victoria hanya bisa bersabar.

Cuaca hari itu sangat cerah dengan angin bertiup sepoi. Niat Victoria untuk menanyakan perihal menara pun terlupakan. Ia menatap pemandangan indah di hadapannya. Hamparan padang rumput hijau dengan langit biru jernihnya menghipnotis Victoria.

"Indah sekali....berapa lama kita akan tiba di desa itu?" tanya Victoria menoleh pada James.

"Dua jam." sahut James. "Perjalanan ini akan memakan waktu dua jam."

"Apa kita akan terus melewati padang?"

James menggeleng. "Tidak, sebentar lagi kita akan melewati desa Bellamy."

"Bersiaplah untuk menerima sambutan di sana, Victoria."ujar Charles menyeringai.

"Penduduk desa sudah mengetahui kedatangan kita?!"

"Tentu saja. Jauh di depan kita sudah ada beberapa ksatria yang memantau jalan untuk keamanan."tukas Charles. Victoria mengangguk dalam diam. Ia kembali memandangi alam sekitarnya sementara Charles menjelaskan mengenai wilayah kerajaan yang dimiliki James.

Perlahan pemandangan padang rumput mulai berubah menjadi deretan rumah sederhana dari kayu. Victoria melihat seorang anak sedang mengurus ternaknya saat iringan mereka melintas. Suara derap kaki kuda membuatnya mendongak dan matanya terbelalak lebar. Anak lelaki itu segera berdiri dan membungkuk kepada iringan kerajaan. Victoria tersenyum kecil melihat reaksi anak itu yang terkejut melihat mereka. Ia melambaikan tangan seraya tersenyum. Menimbulkan rona merah di wajahnya.

Lalu Victoria melihat mereka mulai memasuki kawasan desa Bellamy. Sebelumnya jarak rumah sangat berjauhan, kini deretan rumah makin banyak dan rapat. Dan di depan rumah tersebut telah berdiri semua penduduk desa. Mereka berbaris ingin melihat iringan kerajaan. Pria dan wanita, baik muda maupun tua, semua berkumpul. Ada yang melihat dari teras atau jendela rumahnya yang berada di lantai atas, ada pula yang berdiri di jalan. Suasana semakin riuh saat iringan mendekat. Para penduduk bersorak mengucapkan selamat datang pada anggota kerajaan lalu berlutut memberi hormat pada mereka.

Victoria merasa takjub dengan sambutan para penduduk. Mereka terlihat sangat menghormati rajanya. Sambutan di sini berbeda dengan tempat asalnya. Ayahnya tak segan untuk turun dan berbincang dengan penduduk desa, yang diikuti oleh kakaknya juga dirinya. Keakraban sangat terasa di kerajaan Victoria. Tapi James cenderung bereaksi dingin. Pria itu hanya mengangguk singkat kepada penduduk desa itu. Tak ada senyuman atau lambaian tangan. Ia melihat Simon dan Charles pun melakukan hal yang sama. Sepertinya mereka memang sudah biasa bersikap begini, batinnya.

Beberapa menit kemudian iringan mereka keluar dari kawasan desa Bellamy. Pemandangan pun kembali di sambut dengan padang rumput. Hari semakin siang dan mulai terik. Victoria mulai merasa gerah. Ia menyeka keringat yang membasahi keningnya. Victoria mendongak ke arah langit sambil melindungi mata dari sinar matahari. Langit begitu biru. Tak terlihat awan dan angin hanya bertiup sedikit. Perlahan ia mulai mendengar suara orang bekerja.

"Apa kita akan segera tiba di desa Calandra?" tanya Victoria.

James menoleh. Wajahnya sudah merah dan berkeringat karena kepanasan. "Ya. Kau dengar suara itu? Kita sudah dekat dengan desa Calandra."ujarnya. "Kau baik saja?"tanya James melihat Victoria tampak lelah. "Sebentar lagi kita akan sampai dan kau bisa minum."

Victoria hanya mengangguk dan kembali menatap ke depan. Suara yang terdengar semakin jelas. Ia bisa melihat beberapa orang sedang bekerja di ladang dengan cangkulnya. Kegiatan itu segera terhenti ketika iringan Victoria semakin dekat dan diketahui oleh penduduk yang sedang bekerja. Mereka meletakkan cangkul di tanah dan berjalan menyambut.

"Selamat datang, Yang Mulia!"

"Yang Mulia, terima kasih atas bantuan anda. Semoga Yang Mulia sehat selalu!"

James hanya mengangguk lalu meneruskan perjalanan. Victoria hanya bisa diam tak percaya. Tak bisakah James membalas sapa mereka, batinnya. Ia hanya bisa menggelengkan kepala. Mungkin sikap dingin Jameslah yang membuat ia semakin berkuasa. Membuat semua orang tunduk dan hormat padanya.  Ke dua adiknya saja tunduk pada kakaknya. Apakah mereka sebenarnya takut pada James hingga menuruti semua perintahnya, tanyanya dalam hati. Ia melihat Simon memang memiliki pribadi yang mengikuti kakaknya. Sementara Charles, Victoria merasa dalam diri pria itu ada jiwa pemberontak. Tapi sikap James menyebabkan mereka takut untuk membantah atau melawan.

Tiba di desa, Victoria melihat deretan rumah sederhana. Beberapa penduduk berdiri dan mendekat untuk menyambut. Ia melihat penduduk desa ini memiliki badan lebih kurus dan berwajah pucat. Sepertinya karena bencana kelaparan, bisiknya dalam hati. Victoria merasa pedih melihatnya. Ia juga memperhatikan anak-anak yang tampak lemas dan pucat.

"Apa mereka masih dalam tahap pemulihan?" tanya Victoria pada Simon yang sudah turun dari kuda.

"Ya. Masih ada beberapa penduduk yang sakit. Tapi kami sudah mengirim para penyembuh, obat serta makanan."

"Minum ini." ujar Charles menyodorkan segelas air pada Victoria. "Kau pasti haus."

Victoria menatap gelas itu. Lehernya memang kering tapi melihat para penduduk itu membuatnya ragu. Mereka lebih membutuhkannya. Charles melihat Victoria yang bimbang.

"Aku tahu apa yang kaupikirkan tapi kau harus jaga kesehatanmu juga. Jangan sampai jatuh sakit, Victoria. Minumlah. Masih banyak persediaan air di desa ini setelah kakakku memerintahkan untuk membuat saluran air dari sungai terdekat."

Victoria mengangguk mengerti. Ia pun meraih gelas di tangan Charles dan meneguknya hingga habis. Merasa segar setelah air itu habis. Charles terkekeh melihatnya sementara Victoria hanya bisa tersenyum dengan wajah merona.

"Aku akui aku memang sangat haus...." tukas Victoria.

"Aku juga merasakan hal yang sama. Tenang saja. Bencana yang melanda desa ini sudah diatasi, Victoria."

Lalu Victoria mengikuti James yang berjalan berkeliling didampingi oleh kepala desa yang menjelaskan serta menjawab pertanyaan dari sang raja. Di desa ini tak ada sambutan yang meriah seperti di desa sebelumnya. Victoria dapat memahami hal itu. Ia melihat banyak penduduk yang tampak masih pucat dan terlihat sakit. Namun ada juga beberapa orang yang mendekat dan mengucapkan terima kasih pada James.

Victoria memutuskan untuk berkeliling sementara James berbicara dengan kepala desa dan Charles. Ia melihat seorang anak perempuan duduk di tangga rumahnya seraya menyandarkan kepala pada pegangan tangga. Wajahnya tampak pucat. Tatapannya begitu hampa dan menyedihkan. Victoria merasa hatinya pedih. Ia mendekati anak itu yang masih terdiam seakan tak menyadari dirinya datang.

Victoria berlutut di hadapannya dan menyapa, "Hai..."

Anak itu mendongak. Matanya melebar saat melihat seorang wanita cantik dengan gaun indah berada di depannya. Ia hanya menatap dalam diam. "Apa kau seorang bidadari?"tanyanya melihat Victoria yang cantik dan anggun.

Victoria tertawa kecil. "Aku bukan bidadari, anak manis. Siapa namamu?"tanyanya lembut.

"Lila."sahut anak itu.

"Lila....kulihat kau hanya sendirian. Di mana orang tuamu? Apa mereka sedang bekerja?"

Perlahan raut wajah Lila berubah menjadi sedih. Air mata mulai mengenang dan dalam waktu cepat mengalir membasahi pipinya.

"Ada apa, Lila? Apa mereka sakit? Aku bisa membantu memanggil penyembuh untuk memeriksa orang tuamu!"

Lila menggelengkan kepala. "Percuma....ayahku sudah meninggal...."isaknya.

Victoria terkejut. "Oh....maafkan aku...."gumamnya lirih. "Dan...ibumu..."

"Aku tak tahu di mana ibuku.....ia...ia tak ada sejak aku bangun...."isak Lila semakin sesengukan.

"Oh sayang, jangan menangis..." gumam Victoria merasa tak enak seraya mengusap air mata Lila dengan jarinya. Ia memegang wajah Lila dan berkata lembut, "Bagaimana jika aku menemanimu mencari ibumu? Kita bisa menanyakan kepada kepala desa."

Lila menatapnya. "Apa kau memang seorang bidadari?"

Victoria tertawa kecil. "Bukan. Aku hanya manusia biasa yang ingin menolongmu...."ujarnya seraya beranjak bangun dan mengulurkan tangan pada Lila.

Lila menatapnya ragu setelah beberapa detik mengangkat tangan dan menggandeng tangan Victoria. Victoria tersenyum lebar membantunya berdiri. Lila berjalan di samping Victoria. Tangan Victoria yang lembut dan hangat menyentuh tangan Lila. Anak itu bisa menghirup aroma lembut dari sosok Victoria. Membuat ia teringat akan ibunya dan kembali sedih. Victoria mengajak Lila mendekati James yang masih berbicara dengan kepala desa. Kehadiran mereka membuat Charles dan ksatria lainnya menoleh dan melemparkan tatapan penuh tanda tanya. Begitu pula dengan James.

Charles menyeringai dan bergumam, "Pemandangan yang indah. Sepertinya istrimu sudah siap untuk menjadi seorang ibu."

James memberikan tatapan tajam pada adiknya sementara kepala desa hanya diam seraya menahan senyum. James menoleh melihat istrinya datang sambil menggandeng seorang anak perempuan yang kumal dan kurus. Dahinya berkerut heran. Kenapa Victoria membawa anak itu?!

"James..."gumam Victoria saat sudah berada dekat dengan suaminya.

"Siapa anak ini?" tanya James langsung.

"Namanya Lila. Aku menemukan ia sedang duduk sendirian di depan rumahnya. Ayahnya sudah meninggal dan ibunya entah ke mana. Apa kita bisa membantunya mencari ibu Lila?"

James menoleh pada kepala desa yang ikut mendengarkan. "Apa kau tahu mengenai hal ini?"

Kepala desa menatap Lila dalam diam. Seakan sedang mempertimbangkan sesuatu. James merasa pria itu mengetahui perihal keluarga Lila. Pria yang menjadi pemimpin desa itu berdehem sebelum berkata dengan lirih, "Ayahnya memang sudah meninggal karena bencana yang menimpa desa kami. Sedangkan ibunya...."

Victoria mengangkat alis mendengarnya. Ia mendekat agar bisa mendengar kepala desa menjelaskan mengenai ibu Lila. Ia bisa merasakan tangan Lila yang bergetar dalam genggamannya. "Bagaimana dengan ibunya?" tanya Victoria dengan hati cemas.

"Menurut kabar, ibunya menikah kembali dengan penduduk dari desa sebelah."

Victoria mendengar dengan terkejut. "Apa?!"

"Jadi ibunya meninggalkan anak ini sendirian di sini?!" tanya James dengan nada meninggi.

"Hei tenang, kak!" ujar Charles.

"Jawab aku!" pinta James keras terhadap kepala desa yang mundur ketakutan.

"A...aku memang berniat mencari ibunya. Tapi anda tentu tahu, kami baru saja di landa bencana. Tak ada orang yang bisa kuperintahkan untuk mencarinya, Yang Mulia...."

Victoria melihat James dengan heran. James tampak menjadi geram. Pria itu terlihat marah. Tapi perhatiannya segera teralih saat mendengar suara isak tangis dari Lila.

"Ibu....."

Victoria segera berlutut dan memeluknya. Ia sendiri merasa tak percaya dengan tindakan ibu Lila. "Lila, tenanglah, kita akan mencari ibumu." ujarnya seraya memeluk Lila.

"Perintahkan prajurit untuk mencari ibu dari anak ini." pinta James dengan suara keras dan berang.

"Apa kau yakin? Kita kemari bukan untuk mencari ibu anak ini. Itu tanggung jawab kepala desa."tukas Charles dengan dahi berkerut dan tak setuju.

James menatap adiknya dengan tajam. "Segera perintahkan orang, Charles!"ujarnya lalu menoleh pada kepala desa. "Sampaikan nama ibu ini dan lokasi desa tempat ia kini tinggal pada anak buahku."

"Baik, Yang Mulia!" sahut sang kepala desa yang tak berani menolak atau membantah.

"Tenanglah, Lila. Kami akan segera mencari ibumu. Kau akan segera bertemu

"Aku tak akan membiarkan hal ini..."gumam James geram.

Victoria mendongak dan melihat sisi lain dari James yang tak pernah ia lihat. Victoria tak menyangka kejadian yang menimpa Lila begitu mempengaruhi James.

"Kak, tahan emosimu."ujar Charles melihat James tampak tak bisa mengendalikan emosinya. "Bagaimana jika kita melihat bagian saluran air? Ingat, kau kemari untuk melihat perkembangan desa ini!"sambungnya seraya menarik tangan kakaknya.

"Victoria, bawa anak ini ke rumahnya dan tunggu di sana hingga anak buahku berhasil membawa ibunya kemari!"pinta James.

Victoria mengangguk seraya berkata, "Baiklah!"

Charles mengajak kakaknya pergi sementara Victoria membawa Lila kembali menuju rumahnya. Mereka berdua duduk di tangga kayu depan pintu rumah Lila.   Duduk berdampingan sambil memperhatikan kegiatan penduduk desa serta prajurit istana. Perlahan Lila menoleh dan memperhatikan Victoria.

"Apa kau seorang ratu?" tanya Lila. Victoria menoleh tersenyum padanya. "Aku mendengar kepala desa memanggil pria itu dengan sebutan Yang Mulia. Berarti kau seorang ratu bukan?!"

"Ya kau benar." sahut Victoria. Ia melihat mata anak itu membulat. "Kenapa? Kau tak takut padaku bukan?!"

Lila menggelengkan kepala dengan gerakan cepat. Ia kembali memandangi Victoria dengan wajah takut. Meski masih kecil tapi ia tahu betapa kuasanya sosok seorang raja dan ratu. "Kau sangat cantik, Yang Mulia."

"Terima kasih, Lila. Apa kau lapar?"tanya Victoria melihat beberapa prajurit mulai membagikan makanan di bantu penduduk yang sudah sehat dan kuat. Lila mengangguk. Victoria tersenyum seraya beranjak bangun. Ia mengulurkan tangan pada Lila yang segera menyambutnya. Dan mereka pun berjalan ke arah tenda yang sudah penuh dengan para penduduk yang menerima jatah makanan yang sudah disiapkan.

Victoria mengambilkan makanan untuk Lila lalu ia meminta Lila duduk bergabung dengan penduduk lain untuk makan sementara ia kembali membantu membagikan makanan. Mengabaikan larangan yang dilontarkan anak buahnya. Tanpa ragu dan malu ia mengambil dan menuangkan sup ke dalam mangkuk lalu memberikan pada penduduk desa. Beberapa kali ia berjalan mondar mandir memberikan makanan pada penduduk yang masih sakit dan tak sanggup berjalan. Tindakan Victoria membuat penduduk semakin menghargai dan mencintai sang ratu.

"Lihatlah!" tukas Charles menyenggol lengan James seraya menunjuk dengan jarinya. "Victoria sudah berhasil menarik hati penduduk di desa ini."

James memalingkan wajah dan melihat Victoria sedang duduk sambil menyuapi makanan kepada seorang nenek. Ia melihat wanita itu melakukannya seraya berbincang dan sesekali tertawa. Victoria terlihat cantik, batinnya.

Charles berdehem. "Kau tak salah memilih seorang pendamping....kuharap kau juga mau memilih seorang wanita untukku."

James mendelikkan mata pada adiknya. Ia tahu Charles sedang menggodanya. "Kau yakin sudah siap untuk menikah? Jika iya, aku akan segera mencari calon istri untukmu."

"Ah tidak....maksudku, aku akan meminta bantuanmu saat aku siap nanti!" sahut Charles sambil terkekeh.

James mendengus. Ia kembali fokus pada pekerjaannya, meski sebenarnya masih ingin memperhatikan Victoria. Tapi rasa gengsi menghalanginya. Siang itu hampir semua penduduk berkumpul di lapangan yang sudah terpasang tenda dan menikmati makan. Begitu pula dengan para prajurit, setelah selesai membagikan makanan, mereka duduk bergabung dan menyantap makanan. Sementara anak buah James lainnya yang membantu di tempat lain menghentikan pekerjaan mereka dan ikut menyantap hidangan siang itu.

"Sungguh pemandangan yang membuat hati hangat bukan?!"ujar Simon kepada ke dua kakaknya. Matanya menatap kegiatan makan siang itu dengan tersenyum kecil.

"Apa maksudmu? Matahari siang ini memang cukup terik untuk membuat hangat sekali...."

Simon mendengus. Ia menunjuk ke arah tenda. "Lihatlah. Mereka makan bersama. Orang desa ini, bersama anak buah kita...."gumamnya.

Charles menatap ke arah tenda. Ia memang setuju dengan perkataan Simon. Adik bungsunya memang memiliki perasaan yang lebih lembut dari mereka. Ia memandangi sebuah keluarga yang sedang makan di sana. Seorang pria yang ia yakini seorang ayah sedang menyuapi anaknya yang masih kecil. Sementara istrinya makan lebih dulu. Charles yakin suaminya meminta sang istri untuk makan lebih dulu. Pria itu tampak sabar saat menyuapi anaknya. Sesekali tangannya terulur mengusap noda makanan di mulut anaknya. Mendadak Charles merasa hatinya pedih. Sungguh beruntung anak itu bisa merasakan kasih sayang orang tuanya, batinnya. Charles merasa rindu dengan ibunya. Juga ayahnya yang kini sudah meninggal. Charles tersentak kaget ketika ia mendengar suara jeritan. Ia menoleh dan melihat dua orang anak buahnya melangkah sambil menarik seorang wanita.

Teriakan wanita itu membuat semua orang terkejut dan menoleh ke arah sumber suara dengan penasaran. Termasuk Victoria. Ia melihat seorang wanita berjalan mendekat dengan ke dua tangan di pegang oleh dua orang prajurit. Wajah wanita itu tampak ketakutan. Beberapa kali ia menahan langkahnya tapi sang prajurit memaksanya berjalan hingga nyaris terseret.

"Ibu!!!!"

Napas Victoria tertahan. Ia melihat Lila berdiri membiarkan mangkoknya jatuh lalu berlari mendekati wanita itu. Ia menaruh mangkuk dan beranjak berdiri. Bergegas menyusul Lila. Entah kenapa perasaannya tak enak. Wajah pucat pasi wanita itu, serta ekspresi geram James membuatnya takut.

"Yang Mulia, kami sudah menemukan Isadora, ibu dari Lila." ujar seorang prajurit yang sudah berdiri di hadapan James bersama ke dua adiknya.

James mengangguk dan menatap tajam pada Isadora yang kini berdiri diam dengan wajah pucat dan badan gemetar. Sorot mata James sungguh membuatnya ketakutan. Isadora tersentak kaget mendengar suara anaknya memanggil dirinya.

"Tahan anak itu!" seru James pada anak buahnya yang segera meraih lengan Lila dan menahannya untuk mendekat.

"Lepaskan aku! Aku ingin ibuku!!!"pinta Lila terisak.

"Lila....." gumam Isadora.

Saat itu Victoria sudah berada di dekat mereka. Ia merasa heran. "James, kenapa kau malah menahan Lila? Wanita ini ibunya bukan?! Lepaskan dia!" perintahnya pada sang prajurit. Pria itu menatap ragu ke arah James. "Aku yang akan memegangnya!"

James mengangguk. Sang prajurit pun melepaskan Lila dan berdiri di belakang mereka. James mengalihkan mata pada Isadora yang hanya bisa terdiam. "Apa kau memang ibu dari Lila?"

Isadora terlonjak kaget mendengar suara James yang keras dan tegas. Ia mengangguk diam.

"Kenapa kau meninggalkannya?!"

Victoria mencoba menenangkan Lila seraya menahannya mendekat. Ia tahu suaminya masih melarangnya mendekat. Dan ia tak paham mengapa James berbuat demikian. "Lila, tenanglah..." bisiknya mendengar Lila menangis.

"Apa benar kau menikah lagi?!!"tanya James dengan nada tajam. Tubuh Isadora semakin bergetar hebat. Wanita itu tak berani menatap James dan mengangguk. Wajah James berubah menjadi merah.

"Kak, tenanglah....ini...."

"Diam."desis James. "Kenapa kau meninggalkan anakmu?!!"

"A...aku...berniat menjemputnya...."gumam Isadora terbata-bata dengan pucat pasi.

"Kau berani berbohong padaku? Kau bisa tetap menikah dan membawa anakmu, bukan meninggalkannya sendiri di rumah!!"seru James.

Isadora hanya bisa diam dengan wajah menunduk di bawah tatapan James yang penuh amarah serta benci. Sementara di belakang mereka banyak penduduk yang memperhatikan secara diam-diam dengan rasa takut.

"Hukum cambuk dia!"ujar James.

Perkataan James membuat semua orang terkejut. Begitu pula dengan Victoria. Ia beranjak bangun dan mendekati suaminya. "James, bukankah hukuman itu terlalu berlebihan?! Ibu Lila sudah kembali dan Lila bisa ikut bersamanya!"

"Victoria benar..."tukas Simon.

"Hukuman akan tetap dilakukan!"ucap James tegas. Ia menoleh pada salah satu prajurit yang berjaga. Mengabaikan isakan Isadora yang memohon ampun padanya. Lalu James memerintahnya untuk segera menyiapkan hukuman. Prajurit itu mengangguk mengerti dan pergi.

"James, kenapa kau tega melakukan hal itu? Ibunya hanya...."

"Apapun alasannya, aku tetap tak suka melihat seorang ibu mengabaikan anaknya!! Itu sudah tertulis dalam hukum yang kubuat!"

Victoria kembali merasa terkejut hingga napasnya sesak. "Apa..."gumamnya menggelengkan kepala dengan tak percaya. Ia merasa tak mengenal sosok James saat ini. "Kau bercanda bukan?!"Serunya seraya melempar tatapan pada Charles dan Simon untuk memastikan ia salah mendengar, tapi ke dua pria itu hanya membalas tatapannya dalam diam. Mereka terlihat tak berani membantah kakaknya.

"Kau bisa memeriksanya di perpustakaan istana kalau tak percaya!"seru James.

Victoria menggelengkan kepala. "James, kenapa....kau...." gumamnya tak percaya. "Kau sungguh tak punya hati...."

"Aku memang tak punya hati. Jika aku punya hati, aku tak akan bertahan dan berkuasa seperti sekarang!!!"seru James dengan nada keras.

Victoria terpana. "Kau....kau gila...."gumamnya. "Tindakanmu terlalu berlebihan...."

"Tidak menurutku!"ujar James dengan wajah penuh kebencian.

Victoria terdiam kaku. Ia tak bisa mengatakan apapun lagi karena kaget dan marah. Isakan Lila menyadarkan dirinya. Ia segera berlutut dan memeluk anak malang itu seraya menghiburnya. Isadora berlutut dan memohon pengampunan kepada James seraya menangis. Namun James mengabaikannya. Hati Victoria sungguh pedih melihat kejadian di depan matanya. Ia tak mengerti dengan jalan pikiran suaminya. Tangisan Isadora semakin keras melihat prajurit datang dengan cambuk di tangannya.

"Lila, tutup matamu!" tukas Victoria memeluk Lila agar tak bisa melihat dan menutup ke dua telinganya. Ia hanya bisa menatap ngeri ketika James mengambil cambuk dan berjalan mengitari Isadora hingga berdiri di belakangnya.

Semua penduduk dan prajurit hanya bisa berdiri diam seraya melihat hukuman yang akan segera dilakukan raja mereka terhadap Isadora. Tak ada yang berani bergerak, apalagi berbicara. Kegiatan makan siang terhenti karena adanya kejadian ini. Para penduduk desa terdiam dengan dada berdebar ketakutan melihat raja mereka yang marah. Sementara para prajurit serta ksatria sudah terbiasa dengan James yang dingin dan kejam.

James menatap Isadora seraya melangkah menuju bagian belakang tubuhnya yang gemetar ketakutan. Melihat wanita yang sudah mengabaikan anaknya itu membuat kenangan buruk kembali berputar dalam ingatannya. Teringat kembali akan sang ibu yang mengirim ia dan ke dua adiknya pergi jauh. Pedih kembali melanda dirinya. Ia memegang erat cambuk di tangannya.

"Bersiaplah...." desis James.

Isadora terisak. Ia menundukkan kepala dengan pasrah. Bersiap menerima hukuman dari rajanya. Victoria memeluk Lila dan melindungi agar anak itu tidak akan melihat hukuman yang menimpa ibunya. Ia menahan napas menyaksikan James mengangkat tangan dengan cambuk, begitu pula dengan lainnya.

Victoria terpekik pelan saat cambuk itu mengayun dan menyentuh punggung Isadora. Suara lecutan yang keras dan nyaring begitu mengerikan baginya. Ia menutup mata dan menggigit bibir mendengar suara kesakitan dari mulut Isadora. Hatinya terasa pedih mendengar isak tangis Lila, juga suara rintih kesakitan Isadora. James terus mengayunkan cambuk, membuat gaun Isadora sobek di bagian punggung. Menampakkan kulitnya yang luka dengan darah menetes. Tubuh wanita itu semakin tak kuat menerima serangan cambuk dan mulai terbaring di tanah.

"Hentikan! Aku mohon hentikan!!!" pekik Victoria dengan suara keras dan panik.

James berhenti lalu menoleh dan melihat Victoria menatapnya dengan wajah basah karena air mata. "Kau menangis?" tanyanya heran. "Apa kau menangis karena wanita ini?!"

"Kumohon, James, cukup....."gumam Victoria lirih.

"Kau tak layak menangis untuk wanita ini!!!"

"Sudahi hukuman ini, James, kumohon. Ia sudah cukup menerima hukuman ini!" tukas Victoria dengan suara bergetar.

James mendengus. Ia melempar cambuk di tangannya.  "Bawa wanita ini dan pastikan ia tidak mengulangi perbuatannya!"serunya seraya melangkah pergi di bawah tatapan Victoria.







Tbc....

























Unforgetable Queen (HIATUS) (Sekuel The Exileed Queen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang