Happy reading 🤗
.
.
.Sebenarnya, sejak tragedi salah peluk itu, aku agak merasa aneh dengan sikap Bangcat. Bukan karena dia berubah tidak galak dan jadi lembut. Please ya, dia itu seperti tidak bisa kalau tidak ngegas saat bicara padaku. Jadi bukan itu, tapi karena dia yang makin sering tiba-tiba muncul di sekitarku. Itu menyebalkan, karena dia selalu menampilkan senyum mengejek.
Apalagi kalau ingat saat kami sarapan, setelah malamnya aku mengurung diri sampai pagi karena menghindar. Dia menatapku penuh ejekan. Bahkan, pagi itu Bangbi ikut menggoda dengan mengatakan apakah aku ingin mengulang adegan itu lagi? Heran, Bangbi benar-benar menyebalkan. Maksudnya apa menggodaku begitu? Mereka seolah berkonspirasi.
Mengingat itu, rasanya aku ingin menjambak-jambak rambut gondrong pria di sebelahku yang sedang mengendarai Miko ini.
Kalau berani.
Se-an-dai-nya sa-ja!
Nyatanya? Aku hanya bisa diam, mengumpat dalam hati, meremas-remas ujung jaket army milik Bangcat yang kembali kupakai, setelah beberapa hari lalu kukembalikan. Di mana kami sekarang? Di perjalanan menuju entah mana yang kata Bangcat bisa kujadikan sebagai tempat mencari angin. Dia bahkan sudah izin Bangbi dan Bangpan-yang memang ditunggu kedatangannya-lebih dulu. Walaupun tadi Bangpan sedikit bersikap curiga dan sinis. Entah karena apa.
"Kita mau ke mana, Bang?"
Bangcat menoleh sebentar, sebelum kembali menatap ke depan. "Monas."
"Monas?" Mataku mengerjap. "Nga-ngapain?"
"Mancing."
"Hah? Beneran? Emang di Monas boleh mancing? Malam-malam?"
Dia tertawa mengejek. "Untung Abang lagi nyetir."
Aku langsung beringsut mepet ke pintu. Itu tadi maksudnya kalau tidak sedang menyetir, dia akan melakukan sesuatu, kan? Misal, memukulku? Hi, ngeri!
"Duduknya yang bener."
"Iya, ini udah." Aku meremas sabuk pengaman.
"Duduk yang bener itu bukan yang mepet-mepet gitu. Masa yang kayak gitu harus dijelasin?"
"O-oke." Aku kembali ke posisi semula.
"Jaketnya dipakai yang bener. Jangan cuma buat pajangan doang."
Aku berdecih sinis, dalam hati. Lalu dengan terpaksa memasang semua kancing jaket. Jaketnya dari tadi memang hanya kugunakan sebagai selimut. Malam ini aku sedang malas memakai jaket atau pakaian tebal lainnya. Menurutku, bahan dress denim selutut yang kupakai bahannya juga sudah tebal, kok. Ya walaupun memang berlengan pendek, sih.
"Udah."
"Itu mukanya kenapa gitu? Ekspresi macam apa itu? Kesal?"
"Enggaak!"
"Kok bentak?"
"Engg-okay, maaf." Sudahlah Nes, kamu mending kunci mulut. Lagian, kenapa tadi bisa tanpa sadar putar bola mata sambil mendengus, sih? Oh my God!
***
Setelah beberapa saat berada di perjalanan, akhirnya kami sampai di tempat tujuan. Dan Bangcat memang tidak bohong. Dia mengajakku ke Monas. Untungnya, kami tidak kehabisan tiket naik ke puncaknya.
"Kamu pernah ke sini malam hari?" Bangcat bertanya, ketika kami sedang menunggu antrian menaiki lift bersama para pengunjung lainnya.
Aku menggeleng. "Baru sekali ini."
Bangcat mengangguk-angguk. "Kalau ke sininya?"
"Baru sekali juga."
Sebelah alisnya terangkat. "Pas TK?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aww-dorable You (Terbit)
Narrativa generaleNote: Cerita ini sebenarnya sudah tamat tahun 2020. Tersedia versi PDF, Karyakarsa dan cetak. Di Wattpad, sebagian besar bab sudah dihapus. D'Abang Seri 2 (bisa dibaca terpisah) Di dunia ini, Agnes paling takut kalau Papa dan Raihan mulai galak. Bia...