Keping 2

739 25 10
                                    

Dengarlah...
Dengarkan apa yang perlu kamu dengar, dan jangan dengarkan sesuatu yang tidak perlu kamu dengar.

Gue memilih untuk menyibukkan diri bermain gitar di kamar yang tak seberapa besar. Hingga larut malam. Iya. Untuk apa tidur terlalu sore, besok hari minggu. Dan gue nggak ada jadwal manggung. Nggak ada tugas sekolah juga. Hal yang paling asik dilakukan, ya, main gitar sambil coba bikin lagu.

Gue tipe orang yang nggak terlalu suka nongkrong lama-lama. Kalau pun iya, itu karena nggak enak nolak ajakan teman.

Gue lebih suka menyibukkan diri dan mengasah apa yang ada dalam diri. Mengeksplore diri sendiri. Ditengah-tengah lamunan gue membayangkan kata-kata indah, tiba-tiba...

Klung.. Klung..

HP berbunyi. Pas gue lihat, ternyata whatsapp dari Aurel.

Atta maafin gue.

Gue sengaja nggak mau langsung balas. Karena gue mau ngerjain dia. Enak aja udah bikin orang khawatir, masa langsung dimaafin begitu saja.

Atta... Please maafin gue. Jangan diemin gue kayak gini dong. Gue nggak punya sahabat lagi nih.

Gue janji deh nggak bakal bikin lo khawatir lagi. Gue tahu gue salah. Gue minta maaf. Atta..  Balas dong woy...

Dasar Aurel. Memang paling bisa bikin orang nggak tega.
Dan Lo bisa tebak, detik berikutnya, gue udah ketawa-ketawa di telepon. Percayalah sekesal apapun gue sama Aurel. Gue tetap nggak bisa marah sama dia.

“Atta, sebagai permintaan maaf gue. Besok gue mau traktir lo makan. Kali ini bebas lo mau makan apa,” ucapnya sebelum mengakhiri telepon.
“Serius lo? Terserah gue ya. Dan lo nggak boleh protes.”

Ya Tuhan. Ini seperti angin segar yang menghunus kalbu di tengah perekonomian gue yang kacau. Dapat tawaran makan gratis itu artinya gue bisa sedikit lebih hemat. Nggak perlu beli makanan. Hahaha.

“Iya deh iya. Terserah bapak Atta Jiwangga yang terhormat. Hahaha.”

“Oke bye. Sampai jumpa besok.”

Tut tut tut

Suara sambungan telepon sudah terputus. Niat mau ngerjain Aurel malah gagal total, karena nggak tega. Gue yakin kalau gue ada di sana, pasti makin nggak tega lihat raut wajahnya yang memelas. Ditambah lagi rambut keritingnya yang agak berantakan dan dicepol keatas, poni agak panjang menyamping. Itu cewek memang jago akting.

Padahal apa yang dia lakukan sudah keterlaluan. Pertama, dia bohong. Bilang nggak akan datang, ternyata datang. Sendiri. Dan gue paling nggak suka lihat orang yang berbohong. Apalagi ini sahabat gue sendiri. Kedua, pas gue tanya, udah dikasih ijin belum sama mama, papa? Dia bilang pergi diam-diam. Dan yang ketiga, dia hampir diganggu orang karena kecerobohannya dia.

Dasar cewek aneh.

💝💝💝

“Gimana? Gue udah mirip Dilan belum?”

Dengan raut muka yang sedikit aneh, dia mencoba untuk menengok ke arah gue. Kedua alisnya mengernyit, tatapan matanya tajam. Bibirnya agak manyun. Dan tiba-tiba,
Plak....
Dia memukul helm gue.

“Dilan dari cibaduyut?”

“Ya ini, lo nggak lihat apa? Gaya gue udah Dilan banget. Motor udah sama, jaket, sepatu. Sama.”

S E M P I T E R N A L Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang