Tasikmalaya 1994
Malam ini seluruh santri Pondok Pesantren Al-Husain Nur telah disibukkan untuk acara besok pagi. Juani mendukung dan membantu teman-temannya untuk mempersiapkan lomba dakwah antar asrama.
"Kumaha nya besok, teh?" ujar Sadi.
"Teu kumaha-kumaha Kang, maneh berdiri di atas panggung nyarios sebisana wae," ujar Gofur.
"A Juani teu berubah pikiran? Masa urang jeung Herlan anu ikut lomba?" tanya Sadi.
"Insya Allah abdi mah teu masalah, A Juanu pernah ngejelaskeun tentang sholawatan waktu itu. Besok saya mau dakwah tentang sholawat nabi yang sesai syariat, hehe," tutur Herlan.
"Urang teh belum ada ide buat dakwah besok. Astaghfirullah!" Sadi mengacak-acak ranbutnya.
"Apa yang paling Kang Sadi ingat tentang nasehat-nasehat atau ilmu kalau lagi ngobrol sama A Juani?" tanya Herlan.
"Tentang rokok! Masa iya urang dakwah tentang rokok?" ungkap Sadi.
"Nah, ya udah dakwah tentang akhlak Rasulullah saja. Bahwa Rasulullah itu manusia yang sangat bersih, sederhana, sehat, pasti sudah tahu banyak tentang akhlak Rasulullah, kan? Nah, nanti dikaitkan aja dengan rokok itu, bahwa santri yang berkhlak baik dan ingin seperti kanjeng nabi, jangan sekali-kali coba untuk merasakan rokok," tutur Juani.
"Ide bagus tuh, Kang. A Juani mah emang paling hebatlah!" ujar Gofur. "Ngomong-ngoming emangnya kenapa A Juani teh nggak mau ikut lomba dakwah?" imbuhnya bertanya.
"Nggak kenapa-napa, Kang. Banyak pikiran aja, takut nggak fokus. Ya udah atuh, istirahat dulu aja, biar besok bisa tampil maksimal," ungkap Juani.
Keesokan harinya, seluruh santri Pondok Pesantren Al-Husain Nur sibuk pada kegiatannya masing-masing. Sebagian ada yang menjadi panitia acara, bagian konsumsi, dan para peserta lomba.
Lomba yang paling utama di acara maulid kali ini adalah limba dakwah. Pembelajaran baik kajian ataupun sekolah dilbiurkan, masing-masing kelas dan kamar asrama memiliki beberapa perwakilan untuk menjadi pesefta lomba.
Juani yang memilih untuk tidsk menjadi apa-apa, hanya sebagai santri yang turut memeriakan cara tersebut, ia duduk di barisan kursi penonton acara lomba dakwah. Ia tak sabar menunggu kedua teman sekamarnya untuk tampil.
Setelah tiga puluh menit berlalu, enam peserta lainnya sudah tampil di atas panggung. Peserta ke tujuh adalah Herlan tak lain trman sekamar Juani. Pemuda asal Subang itu memperhatikan temannya berdakwah tentang fadilah sholawat kepada Rasulullah, tetapi Juani tidak bisa menyimak dengan baik penampilan Herlan. Juani merasa ada yang mengganjal sejak bertemu dengan Abah Farid tiga hari yang lalu.
Pikirannya tak bisa berhenti mengingat ucapan Abah Farid, hingga sampai pada peserta ke lima sepuluh, yaitu Sadi. Juani sama sekali tidak mendengar apa yang telah temannya sampaikan, walau raganya berada di acara tersebut tetapi jiwa Juani terus terbayang akan percakapan Abah Farid.
3 Hari yang Lalu
Pemuda asal Subang itu sempat terkejut ketika Ustad Tohir memintanya untuk menghadao Abah Farid, tetapi setelah mengingat kembali peristiwa di hari itu, Juani bisa dengan mudah menebak, bahwa dirinya memang akan segera dikeluarkan dari Pondok Pesantren Al-Husain Nur. Karena beberapa kali ia telah melanggar perturan.
Malam itu Juani duduk di kursi dan berhadapan dengan Abah Farid. Pemuda berkulit sawo matang itu terlihat gugup dan sangat tegang berada di ruanh tamu kiainya, tak lain adalah rumah Abah Farid.
"Tong tegang, Jang. Santai wae atuh," ujar Abah Farid sembari tersenyum.
"Hehe, iya, Bah," sahut Juani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Naluri, Ujian, Rizki - [TELAH TERBIT]
Fiction généraleNovel ini menceritakan tentang seorang wanita bernama Cahaya, putri dari kiai yang ingin mencari arti kebahagiaan. Tapi, banyak sekali rintangan yang ia hadapi, sehingga sulit untuk mendapatkan kebahagiaan. Lewat pemuda yang memiliki nama berartikan...