Sejak selesai mengajar pada sore tadi, Aku mengajak Aisyahーsahabatku untuk menemaniku makan sore di Soto Kampus. Tempat ini adalah saksi bisu Aku dan sahabatku ketika ingin menangis, sedang kesal dan marah. Pasalnya selain enak, Soto Kampus ini milik tetanggaku sendiri. Karena sudah dianggap seperti anak, Aku pun bebas mengekspresikan diriku seperti apapun selagi tidak menganggu pelanggan yang lain untuk berkunjung makan.
"Lo sebenernya ada apa sih daritadi? Ngaku aja deh, sama Gue ini."
Aku menghela napas lelah. Meletakkan sendok soto babat yang tidak lagi menggugah selera makanku dan menatap Aisyah kesal.
"Gue mau kesini tuh buat makan, bukan makin kesel. Lo ngeselin tau nggak?"
Aisyah tidak menghiraukanku. Ia malah mengambil es jeruk milikku dan meneguknya sampai habis. Membuatku semakin kesal hingga kuhabiskan mangkuk soto ayamnya yang tersisa.
"Apa-apaan sih lo? Bikin kesel aja!" teriak Aisyah padaku saat kurebut mangkuknya.
"Lo yang lebih bikin kesel. Kalo temen kesel tuh ya, jangan dibuat kesel. Tau nggak sih, hari ini tuh the most worse day in my life!"
"Kan gue udah tanya tadi, tapi lo malah marahin gue. Trus, gue bisa apa? Mau nepuk-nepuk pundak lo sambil bilang sabar ya Aren, gitu? It's not me, dude. Please."
Aku menangis. Kesal dan malu yang kudapatkan hari ini bercampur aduk. Tangisku luruh dan tersedu-sedu sontak membuat Aisyah dan pengunjung lain panik. Aisyah menatapku sendu, merasa bersalah.
"Nggak. Bukan karena lo. Serius. Bukan." ucapku dengan tersedu-sedu.
Aisyah yang mengerti ucapanku, meminta maaf pada pengunjung lain karena tangisku yang begitu tiba-tiba saja merebak. Ia membawaku ke mobilnya dan membayar makanan kami tadi.
"Ren, kenapa? Lo jarang banget nangis sebegininya, sumpah."
Kemudian, mengalirlah ceritaku tentang hal-hal memalukan pada hari ini. Aisyah menatapku heran dan terkejut. Pasalnya Ia tahu, kalau Aku orang yang teliti dan tak pernah teledor soal tamu bulananku. Pula bukan orang yang kasar terhadap kaum Adam. Namun, memang benar ungkapan wanita bisa menjadi singa saat kedatangan tamu, kan? Tapi kurasa aku tidak salah, memang lelaki-lelaki itu saja yang kurang ajar. Zidan yang tidak sopan dan tidak tahu diri juga Agam yang tidak tahu malu. Mereka berduaーsukses membuatku kesal. Benar kata orang, jika kembar memang memiliki banyak kesamaan. Mungkin itu, salah satunya. Bayangkan saja, bisa-bisanya mereka seperti itu pada gadis yang baru ditemui. Apakah tidak terlalu gila?
"Pffft.. Pertemuan lo malu-maluin banget sih emang. Ngeselin juga iya. Tapi, mereka ganteng kan?" tanya Aisyah setelah panjang kuceritakan kisahku padanya dan dengan gilanya Ia menanyakan hal itu padaku.
"Dari muka lo kayaknya sih ganteng Ren. Kalo ketemu jodohin gue ya?"
"GUE MAU PULANG!" teriakku saat Ia lebih gencar bertanya-tanya mengenai kedua lelaki tak tahu diri itu. Lagian, bukannya mendamaikan hatiku, Ia justru membuat aku terus-terusan kesal.
Kutatap perjalanan pulang petang ini. Senja terlihat berwarna orange menyala. Seiring itu, hujan membasahi bumi. Sontak saja Aku teringat pada seseorang yang sering mengajakku hujan-hujanan. Bagiku Ia lelaki yang sangat romantis. Matanya hitam legam hingga siapapun yang menatapnya akan sadar, betapa dalam sukacita atau dukanya itu. Hidungnya mancung. Lesung pipitnya menawan dan bibirnya sedikit gelap. Karena memang Ia perokok. Katanya, Ia merokok untuk mencari inspirasi untuk hal-hal yang ingin Ia tulis. Iya, dia memang penulis. Nyatanya punya hubungan dengan penulis tak begitu menyenangkan. Sebenarnya tergantung siapa orangnya, sih. Tapi jujur, hanya Ia yang mampu menciptakan luka sedalam itu. Orang pertama yang menciptakan patah hati pertama pula beberapa bulan lalu yang membuatku mengalami sedikit traumatik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sembuh
Любовные романыIni kisah Arenaisha Arrasyhan, Zidane Ghalibie dan Agam Affaghan. ------------------------------------------------------------ "Kamu baik-baik saja? Maaf, saya terburu-buru, saya tidak tahu ada kamu tadi." Kupukul kepalanya menggunakan tas lapt...