Chapter 9 : Keegoisan dan Kepedulian

30 4 0
                                    

Jeamiy kirasaki P.O.V
Chapter 9


            Keegoisan dan Kepedulian


Sang mentari sudah menampakkan diri, sudah saatnya pertarungan antara aku dan Zaka terjadi. Ini kedua kalinya aku harus menarik pedang untuk memberikan pelajaran tentang sikap disiplin dalam mematuhi perintah, namun sepertinya Zaka benar-benar tak peduli dengan perintah yang kuberikan. Ia hanya melakukan hal yang dianggapnya benar serta tidak peduli dengan rekan di sekitarnya.
Aku masih di dalam kamar untuk mempersiapkan diri karena memang Zaka adalah lawan yang tidak bisa dianggap remeh, sekali saja aku melakukan kecerobohan maka nyawaku akan melayang.
Tepat di luar kamarku terdengar suara orang yang sedang berbincang, ketika aku bersandar di dekat pintu untuk mendengar lebih jelas, ternyata suara itu berasal dari Zaka dan Meli yang sedang berbincang.

“Zaka, apa benar jika kau menang maka kau akan pergi meninggalkan Z.E.R.O?” resah Meli.
“Meli apa kau senang berada di tim ini?” tanya Zaka.
“Sejujurnya iya, sudah lama sekali sejak terakhir kali aku memiliki banyak teman, bahkan aku tidak ingat kapan terakhir kali aku memiliki seorang teman,” jawab Meli.
“Kalau begitu kau menetap saja di sini!” pinta Zaka.
“Berarti kau akan meninggalkanku?” resah Meli.
“Meli, aku tidak akan tega jika harus membawamu pergi dari hal yang sudah lama kau impikan. Jangan khawatirkan aku, aku bisa menjaga diriku sendiri dikerasnya kehidupan jalanan,” jawab Zaka.
“Jadi kau serius akan meninggalkanku jika memenangkan pertaruhan tersebut?” resah Meli.
“Kau akan lebih bahagia berada di sini, aku pergi dulu ke belakang rumah untuk menunggu si bajingan itu,” ucap Zaka.
“Sekuat itukah hubungan kalian berdua?” batinku.

Dari suara langkah kaki yang kudengar dari balik pintu, sepertinya Zaka pergi meninggalkan Meli yang tengah berada dalam dilema yang besar. Sudah waktunya aku ikut menyusul Zaka ke belakang rumah.
Ketika kubuka pintu, tampak Meli yang sedang berdiri terdiam dengan kepala tertunduk, wajahnya tampak sedang bersedih. Melihatku keluar dari kamar, ia langsung menggenggam kedua telapak tanganku dengan kedua tangannya.

“Meli ada apa denganmu?” tanyaku.
“Mungkin aku memang tidak pantas melakukan dan meminta hal ini, tapi Jeamiy. Tolong menangkan pertarungan ini, aku tak bisa berpisah dengan orang yang sudah mengubah hidupku dan buat dia sadar betapa pentingnya kerja sama tim!” mohon Meli.
“Meli, kau sangat ingin Zaka tetap di sini?” tanyaku.
“Dia orang yang sudah menyelamatkan hidupku dan merawatku dengan baik, aku tak bisa jika harus berpisah dengannya,” jawab Meli.
“Sepertinya kau sangat dekat dengannya ya?” tanyaku.
“Siapa pun pasti akan tetap mengikuti orang yang sudah mengubah hidupnya menjadi lebih baik, kan,” jawab Meli.
“Baiklah serahkan saja kepadaku, aku tidak tega jika melihat rekanku merasa sedih seperti ini. Akan kuhajar Zaka hingga babak belur dan sadar betapa pentingnya kerja sama tim,” tegasku.
“Terima kasih banyak Jeamiy, aku berharap kau menang,” seru Meli.

Tak lama kemudian wajah Meli berubah menjadi sangat cerah dengan senyuman manis di wajahnya, sepertinya memang benar bahwa dia dan Zaka mustahil untuk dipisahkan. Aku tidak ingin memberikan janji palsu kepada Meli meski Zaka adalah lawan yang kuat, tapi akan kukerahkan semua kekuatan yang kupunya untuk menjinakkan orang itu.
Setibanya di area latihan, semua sudah menunggu dengan Zaka yang berdiri di tengah-tengah area tersebut, wajah sombongnya benar-benar membuatku muak dan ingin sekali kukalahkan dia sekali lagi, semua sudah menunggu untuk menyaksikan pertarungan yang akan segera aku lakukan.

“Siapa saja yang menang maka bisa melakukan apa pun yang diinginkannya!” ucap Zaka.
“Cih,” ejekku.
“Akan aku balas kekalahanku waktu itu, aku benci kekalahan,” tegas Zaka.
“Tak akan kubiarkan kau menang,” tegasku.
“Baiklah, siapa yang mati atau menyerah dialah yang kalah!” pinta Zaka.
“Baiklah, aku tak akan menahan diri kali ini,” ucapku.

Semua orang terdiam dengan wajah tegang menyaksikan pertarungan yang akan segera kami lakukan, Meli terlihat sangat berharap bahwa akulah yang akan meraih kemenangan demi agar Zaka tidak meninggalkan tim ini, Fani tampak sedang kebingungan karena tak bisa berbuat banyak sedangkan Rika, Lia, dan Teo hanya diam menunggu hasil pertarungan ini.

“Ehhh ... Kenapa malah jadi seperti ini ...?” resah Fani.
“Jangan ragu untuk membuat kriminal itu babak belur, Jeamiy,” ucap Rika.
“Siapa yang akan menang antara mereka berdua?” tanya Lia.
“Aku tidak tahu pasti, tapi kemampuan Zaka tak bisa dianggap remeh. Ketika melawan para ghoul tempo hari dia bertarung di dekatku, dan kulihat kemampuannya baik dari segi kecepatan maupun kekuatan fisik, semuanya benar-benar luar biasa,” jelas Teo.
“Kuharap mereka baik-baik saja, aku tak suka kalau dua temanku bertengkar sampai seperti ini,” resah Meli.

Suasana terasa sangat hening dengan embusan angin yang mengibaskan rambut kami, aku dan Zaka saling menatap tajam sembari mengatur pernafasan, kami berdiri saling berhadapan dengan jarak sekitar dua puluh meter. Ia mulai memainkan kedua pelatuk pedangnya untuk melakukan gerakan cepatnya, sementara aku bersiap menarik pedang dan mengatur pernafasan selama beberapa menit.

“Akan Kuberi kau pelajaran tentang tata Krama,” gumamku.
“Aku tak suka diperintah,” gumam Zaka.

Dan pertarungan pun dimulai.
Zaka bergerak secepat angin ke depan serta kususul dengan bergerak secepat mungkin pula sembari menebas ke atas, Zaka berniat menebas ke bawah dan benturan keras antara dua pedang tersebut menimbulkan suara dengungan yang sangat keras dan memekakkan telinga. Semua orang tercengang melihat aku dan Zaka yang bergerak sangat cepat sampai-sampai mata mereka tak bisa melihatnya dengan jelas.
Kami saling mengayunkan pedang sekuat tenaga dengan gerakan yang sangat cepat, aku harus bisa mengimbangi kecepatan Zaka yang luar biasa sembari melihat ke arah mana ia menyerang. Kekuatan fisiknya benar-benar luar biasa, ia menangkis semua serangan yang kuberikan dengan sangat akurat, ketika kulihat kaki kanan Zaka sedikit bergeser ke kanannya, dari gerakan kakinya tersebut kemungkinan besar dia kan berpindah ke arah kanan.
Persis seperti dugaanku, ketika kulancarkan serangan yang mengarah ke lehernya ia langsung menghilang dan muncul sepuluh meter ke sisi kiriku, dengan cepat kususul dia dan mulai melakukan rangkaian serangan kembali dengan tempo yang sangat cepat.

“Kau hebat juga bisa mengimbangi kecepatanku,” ucap Zaka.
“Terima kasih atas pujiannya,” balasku

Beberapa menit saling bertukar serangan, gerakan Zaka mulai melambat. Kukumpulkan seluruh kekuatan yang kupunya di tangan kanan lalu aku hempaskan pedangnya ke atas, tubuhnya sudah tidak lagi terlindungi dan ini kesempatan yang bagus untuk memberikan tendangan keras tepat di perutnya hingga membuatnya terpental.
Semua orang tercengang melihat pertarungan dengan tempo yang sangat cepat hingga tak bisa dilihat dengan jelas oleh mata. Zaka masih memegangi perutnya sembari meludahkan sedikit darah, kurasakan sedikit perih di pipi dan ternyata ia berhasil menggores pipi kiriku

“Tak bisa dipercaya, sejak kapan Jeamiy mampu bergerak secepat itu?” seru Teo
“Setiap ayunan pedang mereka tak bisa kulihat dengan jelas,” imbuh Fani.
“Cih, meski aku benci mengakuinya tapi baik dari kecepatan atau kekuatan, mereka berdua benar-benar seimbang,” urai Rika.
“Pertarungan macam apa itu, aku tak bisa melihat gerakan mereka dengan jelas. Inikah pertarungan dua orang yang sama-sama memiliki kekuatan fisik di atas rata-rata? Tanya Lia.
“Jeamiy, berjuanglah!” Gumam Meli.

Zaka masih terdiam dan mengatur nafasnya, ia menatap tajam ke arahku. Meski kecepatan gerakan kami setara, tapi tetap saja bergerak secepat itu pasti menguras banyak sekali tenaga. Aku berusaha mengatur pernafasanku agar tidak terengah-engah, sepertinya duel ini tidak akan selesai dalam waktu dekat.

“Saat kau bilang tidak akan menahan diri sepertinya memang bukan omong kosong belaka,” ujar Zaka.
“Apa pun yang terjadi, akan kukalahkan kau untuk kedua kalinya,” ejekku.
“Coba saja kalau kau bisa,” ejek Zaka.

Tiba-tiba saja di sekeliling tubuh Zaka muncul aura biru langit yang terlihat sangat tidak biasa, beberapa berbatuan kecil melayang di sekitar tubuhnya, sepertinya dia masih menyembunyikan sesuatu yang sangat besar. Baru saja kukedipkan mataku, Zaka sudah muncul di depanku dengan posisi siap menyerang, hal tersebut membuatku terkejut dan langsung memasang posisi bertahan. Meski berhasil aku tahan, tapi hantaman dari pedang Zaka berhasil menghempaskan tubuhku hingga beberapa meter ke belakang dan menghantam pohon dengan sangat keras. Beberapa kali aku batuk berdarah karena serangan tersebut, Zaka masih berdiri diam dengan wajah sombongnya.

“Masih mau melanjutkan?” ejek Zaka.
“Jangan bercanda, aku hanya memberimu sedikit kesempatan,” ejekku.
“Apa-apaan serangannya itu, ketika aura berwarna biru langit itu muncul kekuatannya seolah-olah bertambah. Aku tak boleh asal-asalan memberikan serangan karena akibatnya pasti akan fatal, semua indraku harus digunakan semaksimal mungkin untuk menghadapi orang ini,” batinku.

Zaka pasti masih menyembunyikan sesuatu dariku, hal itu tercermin pada wajah sombongnya yang terlihat seolah-olah kemenangan pasti ada di tangannya. Menyerang Zaka secara asal-asalan hanya akan memperburuk keadaan, semua harus aku pikirkan secara matang agar kejadian yang tidak diinginkan tidak terjadi.
Pertarungan masih berlanjut, Zaka menebas ke tanah dengan sangat kuat hingga beberapa potongan tanah bercampur batu melayang di udara, dengan gerakan yang cepat ia menebas potongan-potongan batu tersebut hingga melesat tepat ke arahku. Namun yang membuatku kebingungan adalah Zaka menebas berbatuan itu dengan sisi tajam pedangnya, namun tak ada satu pun dari berbatuan itu yang terpotong seolah-olah pedangnya mendadak menjadi tumpul.
Aku berkonsentrasi untuk memusatkan semua kekuatan di kedua tangan untuk mengatasi serangan tersebut. Ketika berbatuan itu datang, aku potong setiap batu yang datang satu persatu dengan sangat tepat hingga tak ada satu pun batu yang menggores tubuhku.
Zaka terlihat geram karena tak ada satu pun batu yang mengenaiku, lalu ia melakukan hal yang sama tetapi melontarkan batu yang lebih besar tepat ke arahku. Dengan seluruh kekuatan yang kupunya, aku memotong batu itu dengan arah horizontal. Tapi ternyata Zaka sudah ada tepat di depanku dengan posisi siap menyerang, batu itu ia maksudkan untuk menghalangi pandanganku agar ia bisa bergerak maju tanpa bisa kulihat.
Ketika ia mengincar leherku dengan menebas secara horizontal, kurendahkan tubuhku ke belakang untuk menghindari serangan. Akan kesulitan bagiku untuk pergi menjauh dengan posisi seperti ini, jadi kuberikan tendangan salto ke belakang hingga tepat mengenai dagu Zaka dengan cukup keras dan membuatnya mundur beberapa langkah dengan mulut yang mengeluarkan darah.

“Ada apa Zaka? Lidahmu tergigit?” ejekku.
“Bajingan kau ....” geram Zaka.
“Mungkin main-mainnya cukup sampai di sini,” ejekku.
“Jangan sombong dulu!” Geram Zaka.

Ia mulai melangkah maju untuk memberikan serangan selanjutnya. Ketika jaraknya sudah mulai mendekat, kuberikan sebuah tebasan ke arah atas, namun ia langsung menghantamnya dengan sangat kuat ke bawah hingga pedangku terlepas dari tanganku dan tertancap di sisi kiriku.
Karena aku sudah tidak bersenjata, ia melancarkan serangannya mengarah tegak lurus ke bawah. Tapi kuhentikan serangan tersebut dengan menjepit bilah pedangnya dengan kedua telapak tanganku, tapi karena serangan itu cukup kuat, tanah tempatku berpijak sampai harus menimbulkan retakan. Semua orang terkejut karena aku dapat menahan serangan mematikan Zaka dengan tangan kosong.

“Bagaimana Jeamiy dapat menahan serangan itu dengan tangan kosong? Dilihat dari mana pun tetap saja serangan itu sangat mematikan,” heran Teo.
“Jeamiy, apakah selama ini kau masih menyembunyikan kekuatanmu yang sesungguhnya dari kami?” heran Fani.
“kau benar Jeamiy yang kukenal selama ini, kan?” heran Lia.
“Bagaimana bisa?” heran Zaka.
“Sudah kubilang kan, main-mainnya cukup sampai di sini,” jawabku.

Ia masih tertegun kebingungan dan ini kesempatan yang bagus untuk membalas serangan. Kuhempaskan tubuhnya hingga beberapa meter ke belakang dengan sebuah tendangan keras tepat di perutnya.
Walau ini hanya sebatas hipotesisku, sepertinya usai aura berwarna biru langit yang membuat kekuatannya bertambah itu muncul, maka ia tak akan bisa berpindah tempat atau melakukan serangan cepatnya dengan memainkan kombinasi dua pelatuk pedangnya untuk sementara. Pedangnya seolah mengalami kemacetan karena melepas banyak sekali tenaga dalam satu waktu.
Ia mengincar sisi kanan tubuhku dan dengan sangat cepat menebas ke bawah, aku menggeser tubuhku ke kiri untuk menghindari serangan tersebut dan setelah pedang Zaka menghantam tanah dengan keras hingga tertancap, kuinjak pedang tersebut agar ia tidak bisa mengangkatnya seraya memberikan pukulan keras tepat di wajahnya.
Kecepatan setiap serangannya memang luar biasa tapi untungnya aku bisa mengimbanginya untuk menghindari luka fatal. Kini kami berdua tidak memegang senjata dan waktunya untuk melakukan adu jotos.

“Sekarang baru adil, kita sama-sama tidak memegang senjata,” ejekku.
“Cih,” geram Zaka.
“Ayo maju!” ejekku.

Ia berlari dengan sangat cepat dan mengincar kepalaku dengan memberikan pukulan keras lurus ke depan, kuhindari serangan tersebut sedikit menggeser tubuh dan kepalaku ke kanan lalu memberikan pukulan Uppercut yang tepat mengenai dagu Zaka dengan sangat keras. Ia mundur beberapa langkah usai menerima serangan itu, meski aku lebih sering memakai pedang tapi aku juga memiliki beberapa pengetahuan tentang cara bertarung dengan tangan kosong dari pelatihan bersama Desy dulu.
Beberapa kali Zaka meludahkan darah sembari menggeleng-gelengkan kepalanya, wajahnya terlihat semakin marah karena lagi-lagi aku memberikan serangan yang cukup keras.

“Kau sudah lelah? Masih ada waktu untuk menyerah dan mengubah sifat sombong serta egoismu itu!” ejekku.
“Jangan bercanda, akan kututup mulutmu itu!” geram Zaka.
“Oh aku takut sekali,” ejekku.

Ia masih terdiam dan tak berani memulai serangan lagi, sepertinya ia takut serangannya tidak akan mengenaiku lagi dan justru dirinya sendiri yang terkena serangan balik dariku.
Ini giliranku untuk memulai serangan agar pertarungan ini cepat berakhir. Kuberikan tendangan keras mengarah ke kepalanya dengan kaki kanan, tapi ia berhasil menangkap kakiku dan mencengkeramnya dengan sangat kuat, lagi-lagi wajah sombongnya muncul karena seranganku berhasil dipatahkan olehnya.

“Ada apa Jeamiy, apa hanya ini tendangan terkuatmu?” ejek Zaka.
“Entah, bagaimana dengan yang satu ini,” ucapku.

Karena ia berhasil mencengkeram kaki kananku dengan kuat, aku melompat dengan satu kaki yang tersisa lalu memberikan sepakan keras tepat di kepalanya dengan kaki kiri, ia terhuyung-huyung dan sepertinya telinganya berdengung karena sepakan kaki kiriku mengenai telinganya. Karena merasa linglung Zaka melepaskan kaki kananku dan mundur beberapa langkah, kulanjutkan serangan dengan memutar tubuhku ke belakang  dan memberikan tendangan sekuat tenaga dengan kaki kanan. Zaka kembali terhempas ke tanah karena serangan tersebut, semua orang bersorak karena aku menghajar Zaka habis-habisan.

“Seharusnya kau berikan tendangan keras tepat di jantungnya agar ia bisa langsung mati!” pinta Rika.
“Aku baru tahu ternyata kau bisa bertarung dengan tangan kosong,” puji Teo.
“Jeamiy jangan terlalu keras, pertarungan ini tidak bertujuan untuk saling bunuh-membunuh!” Pinta Fani.
“Sang kapten memang hebat,” puji Lia.
“Jeamiy, tolong segera buat Zaka sadar akan pentingnya kerja sama tim,” pinta Meli.
“Kupatahkan lehermu sialan ...!” teriak Zaka.

Tiba-tiba Zaka bangkit dan berlari seraya berteriak, ia langsung mencekik leherku dengan sangat kuat sembari memasang ekspresi sangat marah. Tanpa pikir panjang aku langsung melompat dan menjepit leher Zaka dengan kedua kakiku untuk balik mencekik lehernya, karena tak bisa menahan beban tubuhku, akhirnya ia menjatuhkan tubuhku. Kami saling mencekik dengan wajah yang hampir membiru.

“Kita lihat siapa yang lebih dulu kehilangan kesadarannya,” ejek Zaka.
“Jangan remehkan aku kriminal bangsat!” balasku.
“Kapan kau belajar teknik mengunci tubuh lawanmu seperti itu?” heran Lia.
“Ehh ... Siapa saja tolong hentikan itu, wajah mereka berdua sudah membiru!” resah Fani.
“Sudahlah Fani, kita hanya penonton di sini,” ucap Rika.

Wajah kami berdua sudah membiru dan hampir kehilangan kesadaran karena saling tercekik, jika sampai aku yang lebih dulu kehilangan kesadaran maka ini akan jadi masalah karena artinya Zaka yang memenangkan pertarungan.
Karena tak ingin kehilangan kesadaran, aku mengangkat tubuh Zaka dengan kakiku lalu melemparnya ke belakang. Berkali-kali aku batuk karena leherku terus tercekik sejak tadi, lama-kelamaan nafasku mulai kembali seperti semula, untung saja meski tercekik, aku masih bisa mengangkat tubuh Zaka dan melemparnya ke belakang.
Dia benar-benar tak tahu kapan harus menyerah dan mengubah sikapnya, ia mengambil pedangku lalu melemparkannya tepat mengarah ke kepalaku, yang kulakukan hanya menggeser kepalaku dan menangkap pedang itu tepat di gagangnya sebelum melesat melewatiku.
Entah karena perasaanku saja atau bukan, tapi kali ini aku melihat Zaka dipenuhi oleh hawa dingin dan rasa ingin membunuh yang sangat besar, ia benar-benar marah kali ini.

“Bermain-main denganmu ternyata lumayan seru,” ucap Zaka.
“Apa maksudmu?” heranku.
“Aku hanya merasa bahwa bermain denganmu sangat seru dan menyenangkan,” balas Zaka.
“Sudahlah Zaka! Lebih baik kau menyerah dan ubahlah sikapmu, tak ada kata terlambat untuk mengubah diri sendiri,” pintaku.
“Menyerah? Aku tak tahu bagaimana caranya menyerah karena aku tak pernah diajarkan untuk itu,” jawab Zaka.
“Benar-benar keras kepala, jalan satu-satunya untuk menyadarkanmu hanya lewat kekerasan,” ucapku.
“Mungkin ini sudah waktunya,” ungkap Zaka.

Tiba-tiba di sekeliling Zaka muncul aura berwarna biru langit kembali namun kali ini lebih banyak diiringi dengan embusan angin yang begitu kuat di sekitarnya, karena angin yang sangat kuat tersebut rambutnya hingga terangkat ke atas dan beberapa berbatuan kecil juga ikut terangkat, mungkin sesuatu yang segera terjadi.

“Zaka ada apa denganmu?” heranku.
“Apa-apaan angin itu?” heran Rika.
“Aku rasa sesuatu yang besar akan datang,” ucap Teo.
“Jeamiy berhati-hatilah, ada yang tidak beres dengan Zaka!” Pinta Lia.
“Dia terlihat menakutkan,” resah Fani.
“Oh tidak, jangan lakukan itu, Zaka!” pinta Meli.
“Hahaha ... Sudah lama sekali sejak aku seperti ini,” ucap Zaka.
“Ini hanya antara kau dan aku, jangan lukai yang lain!” pintaku.
“Untuk apa aku melukai yang lain sedangkan orang yang ingin sekali aku bunuh adalah kau seorang,” jawab Zaka.

Zaka terus tertawa sembari menutupi mata kirinya dengan tangan, embusan angin di sekitarnya semakin lama semakin kuat hingga tanah di sekitarnya mulai membuat cekungan sedikit demi sedikit, ketika menatapku matanya terlihat menyala dengan wajah datar.
Tiba-tiba sebuah ledakan terjadi tepat di tempat Zaka berpijak, banyak sekali debu beterbangan di udara dan menghalangi penglihatanku. Debu-debu itu mulai menghilang dan terbawa angin, kulihat Zaka sudah tidak ada tempat awalnya tadi.

“Wah wah wah aku meleset, tapi tidak masalah karena tidak akan seru lagi jika aku langsung memotong kaki kananmu,” ucap Zaka.
“Kaki kananku?” heranku.

Tanpa kusadari Zaka sudah berada di belakangku dan tepat di paha kananku terdapat luka sayatan yang cukup dalam. Aku dan semua orang yang menyaksikan kejadian itu terheran-heran sekaligus tercengang, bahkan aku sendiri tidak bisa melihat kapan ia mulai bergerak.

“Arrgghh ...” rintihku.
“Apa itu sakit?” tanya Zaka.
“Sejak kapan kau bergerak?” heranku.
“Entah, aku sendiri juga tidak tahu,” ejek Zaka.
“Apa-apaan orang itu?” heran Rika.
“Bahkan Jeamiy sendiri tak bisa melihat pergerakannya,” heran Teo.
“Ehh ... Kenapa situasinya menjadi seperti ini?” resah Fani.
“Ke-kenapa dia bisa bergerak secepat itu?” gagap Lia.
“Zaka, kumohon jangan lakukan hal itu lagi!” pinta Meli.
“Pertarungan yang sesungguhnya baru akan dimulai,” ucap Zaka.

Ini hanya tebakanku semata, tapi aku rasa sebelumnya ia memusatkan seluruh kekuatannya di kedua kakinya dan ketika ia mulai bergerak, ia melepas seluruh kekuatannya secara spontan hingga menimbulkan ledakan besar. Kecepatannya jauh berlipat ganda dan aura berwarna biru langit itu masih terus menyelimuti tubuhnya, mungkin inilah yang terjadi jika Zaka benar-benar serius ingin membunuh seseorang.
Kucoba untuk bangkit dan tetap berdiri tegak meski paha kananku terdapat luka sayatan yang cukup dalam. Zaka mulai bergerak dengan kecepatan yang luar biasa hingga benar-benar tak bisa kulihat, ia muncul tepat di depanku dan siap mengayunkan pedangnya. Aku masih dalam posisi berlutut dan terlambat untuk bangkit berdiri, dengan cepat kutancapkan pedangku ke tanah dengan cukup dalam dan memegangnya sekuat tenaga untuk menangkis serangan Zaka.
Tapi meski begitu, dengan sekali hantaman pedang Zaka, ia berhasil menghempaskan tubuhku hingga sekali lagi menghantam pohon dengan sangat keras. Kudengar suara aneh dari tulang-tulangku yang seperti mengalami retakan, berkali-kali aku batuk berdarah karena serangan tersebut. Baik dari segi kecepatan atau kekuatan, Zaka benar-benar berbeda dari sebelumnya, ia jauh lebih kuat dan cepat. Pertarungan ini akan menjadi lebih sulit.

“Ada apa Jeamiy? Sepertinya beberapa tulangmu retak,” ejek Zaka.
“Jeamiy, bangkitlah ...!” Teriak Lia.
“Hei hei hei, aku tak percaya dengan apa yang kulihat sekarang,” ucap Rika.
“Ayo Jeamiy, tunjukan kepada Zaka kemampuan seorang pemimpin Z.E.R.O!” pinta Teo.
“Jeamiy, ayo bangkitlah! Aku yakin kau bisa,” mohon Meli.
“Kenapa malah keadaan jadi berbalik seperti ini?” ujar Fani.
“Hei ayolah, aku belum selesai denganmu,” ejek Zaka.
“Kau pikir aku sudah kalah?” ejekku.

Tak lama kemudian, benda seperti turbin di pedang Zaka mulai berputar dan pedangnya mulai menyalakan sinar biru langit yang sangat terang, Zaka mengangkat pedangnya ke atas dan siap menyerang kembali, kupaksakan diriku untuk bangkit karena jika tidak maka aku akan kalah.
Ketika ia mulai mengayunkan pedangnya ke arahku, tiba-tiba muncul pisau angin yang datang dengan sangat cepat, hal tersebut membuatku terkejut dan langsung menghindar ke sisi kiri. Dengan mudahnya pisau angin itu langsung memotong pohon di sampingku hingga roboh. Tak hanya aku, tapi munculnya pisau angin itu membuat semua orang terkejut dengan mata terbuka lebar.

“Apa-apaan kemampuannya itu?” heran Rika.
“Apa benda yang memotong pohon itu adalah sebuah pisau?” heran Fani.
“Ia mengubah angin menjadi senjata yang mengerikan,” heran Teo.
“Kau pasti bercanda, itu tadi Aerokinesis,” heran Lia.
“Zaka, aku mohon jangan gunakan kekuatan itu!” mohon Meli.
“Pisau angin, jadi kau orang yang memotong warga sipil beberapa hari yang lalu,” simpulku.
“Memang kau kira siapa pelakunya, tangan besi Meli tak akan bisa melakukannya. Sebentar lagi pisau ini akan memotong-motong tubuhmu menjadi daging cincang,” ejek Zaka.

Tak bisa dipercaya, sebelumnya aku mengira bahwa Meli yang memotong orang-orang dengan sangat rapi dan mengeluarkan sebuah pisau angin, tapi ternyata Zaka yang memiliki kekuatan itu dan dibantu dengan senjata yang tidak biasa, kekuatannya menjadi sangat berbahaya.
Ia kembali menyerang dengan meluncurkan pisau angin lagi, aku berusaha untuk bangkit dan menghindari pisau angin itu dengan bergerak ke arah kiri. Aku berniat membalas serangan dengan mulai berlari ke arahnya dari sisi kiri, namun ia terus memberondongku dengan pisau angin yang terus berdatangan dengan sangat cepat, hal itu memaksaku untuk bergerak cepat menghindari pisau-pisau angin tersebut.

“Sadarlah Zaka! Buka hati dan pikiranmu, tak ada satu pun makhluk di dunia ini yang sanggup hidup sendiri. Baik itu hewan, manusia, bahkan tumbuhan. Mereka semua membutuhkan makhluk lain untuk dapat bertahan hidup ...” teriakku.
“Apa kau tidak bisa memahami bagaimana perasaan orang yang menganggapmu sebagai pahlawan, ada orang yang sangat ingin dekat denganmu dan tak bisa berpisah denganmu, ingatlah itu bajingan ...” Teriakku.
“Tutup mulutmu ...!” teriak Zaka.
“Akan kubuat kau sadar betapa pentingnya hidup berkelompok dan bekerja dalam tim,” ucapku.

Dengan gerakan yang cukup cepat, aku berhasil menghindari setiap pisau angin yang datang sembari terus berlari ke arah Zaka. Dan ketika jarakku dengannya sudah dekat, aku melompat ke atas dan melancarkan serangannya untuk menebas pundaknya.
Tapi hal tak terduga terjadi, pedangku sama sekali tak bisa menyentuhnya dan terlihat mengambang. Ia kembali mencekik leherku dan melemparku dengan sangat kuat.

“Tak bisa dipercaya sama sekali,” heran Teo.
“Sebenarnya kekuatan apa yang kau miliki?” heran Rika.
“Jeamiy, bagaimana caramu mengalahkan orang yang bahkan tak bisa lagi kau sentuh?” resah Lia.
“Zaka, kau benar-benar terlihat sangat menakutkan,” resah Fani.
“Jeamiy, aku mohon padamu, meski sangat berat tapi tolong menangkan pertarungan ini!” mohon Meli.
“Apa-apaan kau ini,” geramku.
“Tak hanya untuk menyerang, tapi kemampuan Aerokinesis yang kumiliki dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk bertahan. Aku membuat angin bertekanan tinggi di sekitar tubuhku hingga tak ada benda apa pun yang bisa menyentuhku,” jelas Zaka.
“Masa bodoh dengan penjelasanmu, akan kututup mulutmu sekarang!” geramku.
“Harusnya aku yang mengatakan itu, baiklah sepertinya sudah saatnya,” ungkap Zaka.

Benar-benar kemampuan yang merepotkan, baik serangan maupun pertahanan, Zaka benar-benar tak bisa dipandang sebelah mata.
Tiba-tiba ia bergerak berputar dengan sangat cepat mengelilingiku, karena kecepatannya tersebut membuatku terkurung oleh debu dan berbatuan yang beterbangan. Masih tak bisa kumengerti apa rencananya dengan bergerak memutariku dengan kecepatan yang luar biasa, sepertinya tak akan mudah untuk lolos dari kurungan ini karena hampir tak ada celah sama sekali karena kecepatannya tersebut, aku harus memutar otak untuk bisa melepaskan diri dari perangkap ini.

“Aku tak bisa melihat keadaan Jeamiy dengan debu setebal itu,” ucap Lia.
“Zaka, sekuat apa sebenarnya dirimu?” heran Teo.
“Ia mengurung Jeamiy dengan mengitarinya, sepertinya ia berniat menyerang Jeamiy dari segala penjuru dan menutupi jarak pandangnya,” tebak Rika.
“Apa tidak ada yang berniat membantu Jeamiy sekarang?” resah Fani.
“Zaka, sebenci itukah kau pada Jeamiy?” resah Meli.

Debu benar-benar sudah menutupi pandanganku, jarak pandangku benar-benar sangat terbatas dan hanya bisa melihat dengan jelas sampai satu meter ke depan saja. Tiba-tiba pisau angin mulai berdatangan dari segala penjuru, hal itu memaksaku untuk pintar-pintar dalam menghindar. Dengan gerakan yang cepat, aku hindari setiap pisau angin yang datang agar tak sampai membelah tubuhku.
Setelah lima belas menit di berondong oleh pisau angin, akhirnya benda-benda tersebut berhenti berdatangan, namun tetap saja sepintar dan secepat apa pun aku menghindar, seluruh tubuhku penuh dengan luka sayatan dan terasa sangat perih karena banyak sekali debu dan berbatuan yang mengenai luka-lukaku. Ia mengurangi jarak pandangku lalu menghujani serangan dari berbagai arah yang tak bisa kulihat dengan jelas.
Tenagaku sudah benar-benar berkurang tapi Zaka masih terus mengitariku, stamina yang dimilikinya juga jauh meningkat. Aku nyaris tak bisa berdiri lagi karena menerima banyak sekali luka sayatan yang cukup dalam.

“Apa yang harus kulakukan sekarang? Jika menerobos keluar dengan gegabah maka Zaka akan menghantamku karena tak ada celah yang cukup lebar, aku harus bisa memenangkan pertarungan ini dan menepati janjiku pada Meli,” batinku.

Ketika aku masih beristirahat sejenak sembari berpikir, tiba-tiba datang sebuah embusan angin kencang dan menerpa tubuhku dari depan. Tapi angin ini berbeda dari angin kencang biasa karena tekanan angin yang menerpa tubuhku sekarang ini benar-benar sangat kuat hingga membuatku terseret mundur sedikit demi sedikit. Tak hanya dari depan, datang lagi angin bertekanan tinggi dari belakang, sisi kiri, dan sisi kananku. Embusan angin ini membuat seluruh tubuhku serasa di tekan dengan sangat kuat, bahkan aku sendiri mulai kesulitan bernafas.
Tak bisa lagi kupikirkan cara untuk lepas dari situasi ini karena aku benar-benar terpojok, aku tak bisa bernafas dengan lancar dan seluruh tubuhku serasa ditekan, jika terus begini maka aku akan mati.
Tiba-tiba punggungku menerima hantaman yang sangat kuat hingga membuatku terhempas dan tersungkur serta lolos dari situasi ini. Kulihat Zaka berdiri di belakangku dengan wajah sombongnya, ia tak main-main lagi sekarang ini.

“Ada apa Jeamiy, ke mana perginya semangatmu yang tadi?” ejek Zaka.
“Astaga Jeamiy ada apa denganmu?” resah Lia.
“Tubuhnya penuh dengan luka sayatan,” heran Fani.
“Ternyata benar, dalam penjara debu dan berbatuan itu, Zaka memberikan serangan dari segala penjuru yang akan sulit dihindari,” simpul Rika.
“Kekuatan yang luar biasa,” sanjung Teo.
“Kau memukul di udara hingga membuat embusan angin bertekanan tinggi, dan berkat kekuatan Aerokinesis itu, tekanan angin yang dihasilkan menjadi lebih kuat,” simpulku.
“Sepertinya aku tak perlu menjelaskannya lagi, pertarungan ini belum berakhir,” ucap Zaka.

Dengan gerakan yang sangat cepat, Zaka memulai serangan kembali. Dengan sisa tenaga yang kupunya, kutangkis semua serangannya dan aku tak punya cukup tenaga lagi untuk membalas serangan. Karena sudah benar-benar kelelahan, beberapa serangan Zaka berhasil melukaiku berkali-kali, orang-orang yang melihatku yang sedang terdesak mulai terlihat resah terutama Meli.
Satu tendangan keras darinya berhasil menghempaskanku, tak sampai di situ saja. Meski aku sudah terbaring lemah, ia terus menyerang bertubi-tubi.

“Ayo Jeamiy, kerahkan semua kekuatan yang kau punya! Jangan bilang hanya sampai seperti ini saja batas kemampuanmu,” ejek Zaka.
“Sial, aku tak bisa bertahan lebih lama jika seperti ini,” resahku.
“Jika terus seperti itu, Jeamiy bisa kalah,” resah Lia.
“Bangkitlah Jeamiy, hajar dia ...! teriak Rika.
“Jangan menyerah Jeamiy!” pinta Teo.
“Kau pasti bisa mengalahkannya!” Pinta Fani.
“Jeamiy, bertahanlah lebih lama lagi,” mohon Meli.

Sudah hampir semua kekuatanku sudah kukeluarkan dan hanya menyisakan sedikit tenaga saat ini, posisiku benar-benar sudah berada di ujung tanduk, setiap hantaman keras dari pedang Zaka yang aku tahan, kurasakan rasa sakit pula di kedua tanganku karena tak sanggup lagi menahan hujan serangan tersebut.
Zaka menyerang kembali dengan menebas ke arah kananku, dengan semua tenaga yang tersisa aku tahan serangan tersebut. Namun naas, serangan tersebut berhasil menghempaskan pedangku hingga beberapa meter ke sisi kananku. Kucoba untuk bangkit untuk mengambilnya kembali, tapi Zaka menginjak dadaku dan pergelangan tangan kananku dengan sangat kuat sembari menodongkan pedangnya ke leherku.

“Kau sudah kalah,” ucap Zaka.
“Tidak mungkin,” ucap Meli.

Ia menggores pipi kananku dengan pedangnya, sekarang aku sudah benar-benar tak memiliki tenaga lagi untuk bangkit dan melawan. Semua orang yang melihat itu tercengang dengan mata terbuka lebar terutama Meli, ia langsung duduk berlutut dengan wajah yang terlihat benar-benar tercengang.
Meski aku benci mengakuinya, tapi sekarang aku sudah kalah, tubuhku sudah penuh dengan luka dan tak memegang senjata serta semua tenagaku sudah terkuras. Ini sudah berakhir, Zaka berhasil menumbangkanku.

“Jeamiy kalah?” heran Lia.
“Bagaimana bisa?” heran Teo.
“Aku tak percaya ini,” heran Rika.
“Ini pasti bohong, Zaka benar-benar memenangkan pertarungan ini,” heran Meli.
“Kenapa malah jadi seperti ini?” heran Fani.
“Baik Zaka, kau menang. Aku sudah tak memiliki tenaga lagi untuk melawan, sesuai pertaruhan yang sudah disepakati. Mulai sekarang kau bebas,” ucapku.
“Maaf Meli, aku tak bisa menepati janjiku.” batinku.

Yang aku benci dari kekalahan ini bukan karena kalah dari anak buahku sendiri, melainkan karena aku gagal menepati janjiku pada Meli dan membuat ia akan kehilangan orang yang berati baginya.
Kulihat Meli duduk tertegun dengan ekspresi terkejut, perlahan-lahan kedua matanya berkaca-kaca seperti ingin menangis. Aku tak sanggup memandang wajahnya karena telah membuatnya kecewa, perlahan-lahan air mata kesedihan dan kekecewaan membasahi pipinya, aku tak menyangka hal ini akan terjadi.

“Selama ini aku selalu bekerja sendirian, walau ada Meli di sisiku tapi aku tak pernah sekalipun benar-benar beraksi berdua dan saling mendukung satu sama lainnya dengannya, karena sikap tersebutlah aku berkali-kali berada dalam bahaya dan terluka. Aku tak mengerti apa itu kerja sama tim, mungkin sekarang sudah saatnya untuk membuka mataku dan melihat serta belajar apa itu kerja sama tim,” jelas Zaka.
“Tunggu Zaka artinya kau ....” tebakku.
“Kapten, aku akan tetap berada di tim ini, aku sadar ada seseorang yang sangat membutuhkan kehadiranku saat ini,” sambung Zaka.

Semua orang termasuk aku terkejut dengan pengakuan yang di lontarkan oleh Zaka, ia mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri. Untuk pertama kalinya, aku melihat senyuman di wajahnya, itu bukanlah senyuman sombong atau rasa angkuh, tapi benar-benar sebuah senyuman tulus dari dalam hatinya. Aku membalas senyuman tersebut dan meraih tangannya agar dapat berdiri lagi.

“Kapten, mulai sekarang akan aku lakukan semua perintahmu. Kuabdikan hidupku untuk Z.E.R.O dan meminjamkan kekuatanku agar tujuan yang selama ini kau impikan dapat terwujud,” ucap Zaka.
“Sepertinya kegelapan di hati dan pikiranmu sudah menghilang ya,” tebakku.
“Entah, siapa yang tahu” balas Zaka.

Meli langsung berlari menghampiri kami dan memeluk Zaka dengan sangat erat, ia menangis tersedu-sedu dalam pelukan dan Zaka membalas pelukannya. Semua orang mulai datang dan berkumpul menghampiri kami, wajah tegang mereka semua sudah tergantikan oleh wajah cerah penuh dengan senyuman.

“Zaka tolong tetaplah di sini, aku tak bisa hidup tanpa dirimu!” pinta Meli.
“Aku tak akan ke mana-mana, kau akan selalu ada di dekatku, Meli,” ucap Zaka.
“Kau tersenyum, ini pertama kalinya aku melihat kau tersenyum, kau terlihat jauh lebih baik ketika senyuman menghiasi wajahmu,” puji Meli.
“Meli, maafkan aku. Aku tak menyadari bahwa kehadiranku sangat berarti bagimu, selama ini hanya orang tuaku yang benar-benar menghargai kehadiranku meski sekarang mereka sudah tiada,” ucap Zaka.
“Tidak apa Zaka, aku sangat menyayangimu jadi tolong jangan tinggalkan aku,” pinta Meli.
“Baiklah, aku akan terus ada di sisimu sampai kapan pun itu,” balas Zaka.

Kedua orang tersebut sudah terbungkus dalam pelukan hangat, senyuman manis terpampang jelas di wajah mereka. Aku turut senang jika melihat rekanku merasa bahagia.

“Bisa-bisanya seorang pemimpin kalah dari anak buahnya sendiri,” sindir Rika.
“Ayolah Rika, Jeamiy sudah berusaha sekuat tenaga. Ngomong-ngomong pertarungan tadi sangat luar biasa, perasaan tegang menyelimuti kami semua melihat kau dan Zaka saling bertukar serangan,” puji Lia.
“Ya meski begitu kalah tetaplah kalah,” jawabku.
“Aku benar-benar tak percaya kau kalah, ini hal yang sangat mengejutkan,” ucap Fani.
“Di atas langit masih ada langit, wajar saja jika mungkin ada orang yang lebih kuat dariku, kan,” ucapku.
“Aaaaa ... Zaka ternyata kau juga mengincar Meli, tak bisa kupercaya,” teriak Teo.
“Hah apa maksudmu?” tanya Zaka.
“Meli adalah gadis yang sangat sempurna bagiku. Sifatnya yang lucu, tubuhnya yang kecil, dan rambut yang pendek, sungguh gadis yang sangat luar biasa,” ujar Teo.
“Kau perlu ke dokter,” sindir Zaka.
“Teo, apa kau juga ingin aku peluk? Aku tidak keberatan memelukmu,”
“Eh benarkah?” tanya Teo.

Tanpa pikir panjang Meli berganti memeluk Teo dengan cukup erat sembari tersenyum, wajah Teo mulai memerah karena seorang gadis yang cocok dengan apa yang dibayangkan olehnya, memeluknya dengan erat. Kami semua hanya tertawa kecil melihat tingkah Meli yang sepertinya sangat menyayangi semua temannya dan ingin membuat mereka bahagia. Tapi, masih ada sedikit rasa bersalah di hatiku karena tak bisa memenuhi apa yang sudah kujanjikan pada Meli.
Aku berjalan menghampiri dia yang sudah selesai memeluk Teo, ia terlihat kebingungan karena aku memandang wajahnya dengan rasa bersalah.

“Meli, maafkan aku karena tak bisa memenuhi janjiku padamu,” ucapku.
“Tidak apa-apa Jeamiy, kau memang kalah dalam pertarungan ini, tapi kau berhasil membuat Zaka sadar betapa pentingnya kerja sama tim. Aku ucapkan banyak terima kasih,” ucap Meli.

Ia langsung memegang kedua telapak tanganku dan melihatku dengan wajah cerah penuh dengan perasaan bahagia. Melihat senyumannya membuatku senang karena setidaknya aku berhasil memberikan apa yang diinginkan oleh Meli, yaitu membuat Zaka sadar kembali.
Akhirnya perkara dengan Zaka berhasil di selesaikan, semua orang senang dan Z.E.R.O tetap utuh tanpa kehilangan satu anggotanya, semoga saja tujuan yang selama ini kami impikan dapat terwujud dan membuat orang-orang bisa lepas dari rasa ketakutan mereka akan tindak kejahatan.

PANDORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang