9

2.1K 337 42
                                    


"Unnie, apa pikiranmu sudah tidak waras lagi?"

Heh?!

Aku bersedekap, bersandar pada pilar pembatas antara ruang tivi dan dapur apartemenku. Perasaanku sudah tidak se-awas kemarin lagi karena Gun sudah datang.

"Kau tidak merasakannya sih," keluhku. Respons semua orang tiap kubahas soal zombie ini selalu meledek, menatap tak percaya dan mungkin menganggapku gila.

Yang lebih gila sebenarnya adalah PD-nim film itu, bisa-bisanya memikirkan zombie sebagai rival manusia. Ha! Seperti tidak ada kasus lain saja yang bisa diangkat!

"Kalau tetanggamu sampai sesumbar bagaimana?" Gun menyipitkan mata curiga. Lalu menarik rambutnya frustasi. "Aku tidak mau ya terkena marah oleh sajangnim lagi. Bosan, tau!"

Kuputar bola mata. "Dia bukan tipe yang suka sesumbar," kataku. Aku langsung ingat saat tadi pagi mengecek media online dan tidak menemukan artikel tentang diriku dimana-mana. Tadinya, aku bakal berpikir kalau namaku akan berada di situs pencarian nomor satu karena skandal. Ternyata Myungsoo sudah mengurusnya. Ha, dia sepertinya ingin menyelamatkan nama baikku. Aku tersenyum kecil.

"Apa ini, kenapa berantakan sekali?" Tanya Gun melihat isi kulkasku.

Kuembuskan napas dan berdiri tegak, kepalaku agak meneleng menatap Gun. "Aku habis memasakkan tetanggaku sebagai bentuk terima kasihku."

"Apa?" Suara nyaring Gun dengan mimik wajah tak percayanya membuatku kembali mendengus. "Kau bisa memasak? Yakin?"

"Yya, sebelum menjadi ikon cinta pertama orang-orang aku juga pernah hidup sulit." Jelasku.

Gun mengangguk paham. "Tapi, hidup sulit bukan berarti membuatmu jadi jago memasak."

Baiklah, baiklah. Tidak ada yang tahu kalau dulu aku sempat bekerja paruh waktu di rumah makan untuk membeli buku dan uang jajan. Aku tidak termasuk orang yang kutubuku ya, aku juga masih bersosialisasi dengan baik. Teman-temanku banyak (mayoritas pria) dan mereka suka mengajakku hangout saat akhir pekan. Aku menjadi trainee di agensiku ini sekitar kelas 3 SMA--saat itu aku bertemu Yang sajangnim di salah satu pusat perbelanjaan saat keluar dari satu counter pakaian (temanku mentraktirku karena aku ulang tahun).

Aku debut tiga tahun setelahnya dan karirku mulai meroket. Sampai sekarang.

Malas meladeni Gun lebih jauh, aku memilih meninggalkannya dan melangkah ke ruang tivi. Tanganku terulur mengambil remot di atas meja dan menekan tombol power.

"Bagaimana kalau kita ke Mall?" Usulku pada Gun antusias. Aku benar-benar sudah merindukan suasana Mall, ingin berbelanja dan makan tteopokki, ayam pedas, juga bir.

"Tidak, tidak. Unnie tidak boleh memakan itu semua. Tidak boleh." Kata Gun tegas. Sepertinya aku tidak sengaja menyebutkan daftar makanan yang ingin kumakan itu. Bahuku langsung melangsak turun, ini menyebalkan. "Kau akan terlihat gendut di kamera. Ingat, kau akan menjadi ambassador Kimsung."

"Saat akan syuting drama pun kau mengatakan hal serupa." Cibirku.

"Nah, tepat." Gun tersenyum bangga. Lalu menepuk pundakku. "Beratmu yang sekarang ini sudah pas jika di kamera, unnie. Kita harus bekerja sama untuk ini, oke?"

"Aku juga ingin makan ayam pedas dan bir..." keluhku. Aku bahkan tidak bisa mencicipi masakanku sendiri, kecuali itu adalah menu sayur-sayuran.

"Kau bisa makan itu semua kalau sudah tidak laku lagi di dunia hiburan."

Aku berdecak dan Gun langsung terkikik keras. Baiklah, baiklah, aku bisa bertahan lebih lama lagi. Buah-buahan dan sayuran serta daging kualitas tinggi di akhir pekan tidak masalah.

The Celebrity And Her Perfect Match | MYUNGZY COUPLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang