Judul bagian

9 2 0
                                    

Langit gelap pertanda hujan sebentar lagi akan turun. Namun gadis itu terlihat biasa saja, tak ada tanda-tanda jika ia akan mempercepat langkahnya guna tiba di tempat tujuan lebih cepat.

​Rintik hujan turun perlahan, gadis dengan rambut yang terkuncir kuda itu melambatkan langkahnya.
​Para pengemudi kendaraan beroda dua terlihat sibuk menepikan motornya di halte yang kebetulan berada di dekat situ.

​Gadis itu meluruhkan segala kesedihan hatinya melalui air mata yang ikut turun bersama hujan yang mulai deras.

***

​"DARAAA!" jerit wanita berusia awal tiga puluh melihat anaknya yang berdiri di depan pintu dengan keadaan basah kuyub.

​"Mamii!" seru gadis pucat itu tertawa.

​"ADARA FREDELLA ULANI! Udah berapa kali Mami bilang? Jangan main hujan kalau udah malam." Seru Adeeva lelah.

​"Iyaa Mami iyaaaa." Seru Dara masih terkekeh, gadis itu bahkan menghiraukan raut khawatir Adeeva.

​"Mandi sana!" seru Adeeva bergeser, memberi akses kepada Dara agar dapat masuk ke dalam rumah.

​"MAKASIH MAMI!" Dara mengecup pipi Adeeva sekilas, selanjutnya gadis itu berlari menuju kamarnya yang terletak di lantai dua.

***

​"DARAAA! MAKAN DULU!" teriak Adeeva dari lantai bawah.

​"IYAA MAMI!" Jawab Dara ikut berteriak. Gadis itu buru-buru keluar dari kamarnya, berlari menuruni anak tangga menuju dapur.

​"MAKANAN KESUKAAN DARA SEMUAAA!" jerit bahagia terlontar dari gadis dengan daster berwarna hitam yang melekat sempurna pada tubuhnya itu.
​Adeeva mendengus, ia masih mengenakan celemek berwarna merah muda miliknya.

​"ADARA!" Adeeva menyentil tangan putri satu-satunya itu ketika akan mencomot ayam bakar rica-rica kesukaannya.

​"Cuci tangan dulu!" seru Adeeva galak. Dara terkekeh menanggapi, gadis itu berlari menuju wastafel yang letaknya tak jauh dari meja makan.

​"Udah!" seru Dara duduk di kursi.

​"Tungguin Papi kamu dulu, dia lagi bersihin badan." Seru Adeeva lalu kembali masuk ke dapur.

​"PAPI UDAH PULANG?"

​"ADARA! BISA NGGAK? SEHARI AJA NGGAK TERIAK?"

​"KAN MAMI JUGA TERIAK." Seru Dara tertawa terbahak-bahak.

​"Apa nih ribut-ribut?" seru Arkan memasuki dapur.

​"PAPIII!" teriak Adara, ia berlari mendekat ke arah Arkan, memeluknya erat.

​"Aku kangen banget," seru gadis itu manja.

​"Anak Papi apa kabar?" tanya Arkan mengurai pelukannya.

​"Baik dong, Papi!" serunya bersemangat.

​"Anak kamu main hujan terus," seru Adeeva mengadukan perilaku anaknya kepada suaminya itu.

​"Nggak apa-apa, yang jelas kalau dia habis main hujan langsung mandi." Arkan membenarkan perilaku anaknya itu.

​"KAMU NIH MAS, APA-APAAN!" seru Adeeva mendelik kesal. Dara tertawa dibuatnya.

​"Dengerin tuh, kata Papi nggak apa-apa." Seru Dara kemudian tos dengan Arkan.

***

​"Mami! Dara mau naik sepeda keliling kompleks!" seru gadis itu, ia sudah siap dengan setelan olahraganya.

​"Cepet banget." Seru Adeeva mengernyitkan dahi bingung, ia kembali melirik jam dinding, jam lima lewat tiga puluh. Langit bahkan masih gelap.

​"Nggak apa-apa, Mami. Dara mau nikmatin udara segar dulu." Seru gadis itu beralasan.

​"Yaudah, kamu hati-hati, hapenya di bawa, kan?" Adeeva memastikan. Dara menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

​"Mami nggak kasi izin kalau kamu nggak bawa hape!" seru Adeeva kembali berkutat dengan pisau dan talenan di hadapannya.

​"Mamiii!" Dara berujar lesu.

​"Nggak usah pergi kalau gitu!" tegas Adeeva membalikkan badan, melihat ekspresi putrinya yang cemberut itu.

​"Dara sayang! Itu kebiasaan buruk kamu, jarang banget bawa hape kemana-mana, kalau kamu pulang telat atau gimana-gimana di jalan, gimana caranya Mami tau kabar kamu? Itu semua bukan untuk kepentingan Mami, Dara. Mami cuma nggak mau kamu kenapa-kenapa."

​"Tapi kan-"

​"Kamu belum tau gimana rasanya jadi orang tua kalau anaknya nggak ada kabar." Adeeva membalikkan badan, kembali fokus pada masakan yang akan dibuatnya.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Adara Fradella UlaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang