Part 1

9 0 0
                                    

"Dasar penghuni jahanam!"Aku berteriak ketika pria pendek berkulit sawo matang itu lagi-lagi menyalin PR matematikaku tanpa izin. Pria itu tak lain adalah Geraldo Dave, musuh bebuyutanku dari SD.

Dave menutup telinganya dengan telapak tangan. Ia mencibir lalu buru-buru menyalin jawaban terakhir sebelum aku merebut dan menyembunyikan buku PRku ke belakang punggung.

"Jadi cewe pelit banget, sih. Pinjem bentar napa, dasar tiang bendera!"katanya semakin membuatku naik darah. Apa-apaan cowo ini?! Udah nyontek PR orang malah marah-marah lagi! Dasar cowo gak tau diri! Dan apa tadi dia bilang? Tiang bendera? Dianya aja yang pendek!

Dengan hati yang panas aku memukul pundak pria itu berkali-kali, "Jangan pernah nyentuh barang gw lagi!"peringatku dengan suara tinggi 8 oktaf, "Susah-susah gw kerjain, enak banget lu tinggal nyalin!"lanjutku membuat banyak mata yang tengah menikmati makan siang menoleh dan memperhatikan kita. Bukan hal aneh melihatku dan Dave bertengkar. Mereka pasti sudah terbiasa melihat pemandangan ini, bahkan guru-guru juga sudah terbiasa dan angkat tangan kalau kami sudah bertengkar.

Dave terkikik, "Siapa suruh ngerjain PR, kalau lu gak ngerjain pasti gak bakal gw contek."ucapnya kembali membuat kepalaku berasap.

"Kok lu jadi nyalahin gw?!"

"Gw gak nyalahin lu. Pengen banget disalahin gw."bantahnya. Aku hendak kembali memarahinya namun tiba-tiba Dave mengeluarkan sekotak susu coklat lalu melempar kepadaku. Refleks aku menangkap susu itu. "Tuh, susu buat lu... Makasih atas jawaban matematikanya. Bye, gw mau main basket!"ujarnya seraya melambai tangan, pergi.

"Woi, gw belum selesai ngomong!"teriakku namun tubuh pria itu sudah menghilang dari balik pintu. Aku menekuk wajah lalu memperhatikan susu coklat di tanganku. Dengan perasaan jengkel aku menusuk susu itu dengan sedotan lalu menghisapnya denga wajah kesal.

"Harusnya dia yang minum susu, dasar cebol!"gumamku dengan emosi yang masih mengebu. Sejenak aku menikmati susu coklat yang mengalir ke kerongkonganku. Detik berikutnya aku memiringkan kepala, berpikir. Tunggu, si cebol itu bilang mau main basket, berarti ada kemungkinan Alvaro main, dong?! Ya Tuhan, aku tidak boleh melewatkan pertunjukan berharga itu!

Segera saja aku berlari keluar kelas lalu menuruni tangga menuju lapangan basket. Di tengah jalan aku menemukan Mira, sahabatku yang juga berlari menuju lapangan. Aku teresenyum lalu mempercepat langkahku. Ketika jarak kami tinggal selangkah, aku menepuk pundaknya sukses membuatnya terkejut.

Ia menoleh, "Aluna! Ngagetin aja!"katanya kubalas kikikan, "Oh, iya nih air minela titipan lu. Tadinya gw mau ngasih lu abis bel, untung aja lu ketemu gw disini."sambungnya seraya menyerahkan sebotol air mineral. Aku tersenyum lebar, "Wih, makasih sayang!"kataku sukses membuatnya bergedik jijik. Aku tertawa sedangkan Mira mencibir. Omong-omong aku tidak lesbian, loh! Hanya saja aku suka menggoda Mira dengan panggilan sayang atau 'beb' karena ia benci dipanggil begitu.

Mira menatap aku dan lapangan secara bergantian. Lalu ia tersenyum penuh makna. Senyum itu adalah senyuman yang akan berujung pada keusilan dan alarm kepalaku berbunyi untuk segera kabur.

"Lu mau nonton anak-anak cowo main basket, ya? Mau nontonin siapa lu?"tanyanya seraya menoel-noel lenganku dengan sikutnya. Aku mengerjab mata lalu segera memeluk lengannya, "Be-bentar lagi bel bunyi, mending kita nonton sekarang dari pada pertandingannya keburu selesai."ujarku seraya menarik tangan Mira mendekati lapangan.

🌹🌹🌹

Dave berjalan menyusuri lapangan basket. Ia sudah janji dengan anak basket lainnya kalau dia akan ikut main saat istirahat ke dua, tapi ia baru ingat kalau ada PR matematika yang belum diselesaikan, untung saja ada Aluna. Eh, maksudnya untung saja ada buku PR Aluna. Kalau tidak, dia pasti akan melewatkan permainan basket siang ini.

Dari kejauhan beberapa meter, Dave bisa melihat kondisi lapangan yang sangat rame oleh kaum hawa. Hal itu membuat Dave bergumam, "Haaah, pasti ada Alvaro..."

Alvaro adalah sahabat Dave, selain pintar dan ganteng, pria itu punya banyak fans yang berjibun! Melihat kondisi lapangan yang sangat rame, ia bisa menebak kalau Alvaro ikut main basket siang ini dan pastinya akan menjadi lawan tanding Dave.

SMA Garuda punya dua pentolan jagoan basket yang jadi kebanggan sekolah, dua pentolan itu tak lain Dave dan Alvaro. Walau kesal, tapi Dave mengakui kalau Alvaro jauh lebih jago darinya. Andai saja Dave sedikit lebih tinggi, pasti lebih mudah untuk mengalahkan pria itu. Dave mengutuk tinggi badannya yang hanya mencapai 160cm. Karena tingginya juga yang membuat Dave susah mencari cewe walaupun dia memiliki wajah yang cukup tampan.

"Woi, Dave kemana aja lu?"tanya pria dengan baju lengan buntung ketika Dave menghampiri teman seekskul basketnya yang sedang istirahat.

"Biasa, nyalin PR dulu."jawab Dave seraya membuka dua kancing teratas seragamnya. Theo, pria dengan baju buntung itu hanya ber-oh ria.

Dave mempelkan dua jari ke mulutnya lalu siulan keras terdengar, "Yudha, gantian!"pintanya seraya melambaikan tangan kearah pria bernama Yudha itu.

Yudha yang tengah berjaga di bawah ring menoleh lalu berteriak, "Oke!" Setelah itu ia berlari keluar lapangan dan menghampiri Dave.

"Yoks, makasih!"ujar Dave bertos ria sebelum berlari masuk kedalam lapangan. Tak lama kemudian, teriakan heboh saling sahut-menyahut menariaki nama Dave. Hal itu membuat pria itu terbakar semangat. Semua perempuan di lapangan saling meneriaki nama Dave dan Alvaro bergantian. Alvaro yang melihat kehadiran Dave mengubah cara bermainnya menjadi serius. Keduanya saling bertukar poin. Dave mencetak gol dengan layup yang begitu mempesona, lalu Alvaro yang jadi lawan Dave membalas poin itu dengan slamdunk yang mengundang jeritan histeris kaum hawa. Permainan berakhir dengan poin sama. Alvaro menghampiri Dave lalu bertos ria dengannya.

"Makin jago aja lu."pujinya seraya menepuk-nepuk pundak Dave. Dave senyum lebar, "Yoi, lah."sahutnya seraya menepuk dada dengan bangga. "Bentar lagi gw bisa gantiin lu jadi kapten, nih."candanya sukses membuat Alvaro mengunci kepala Dave dengan lengannya. "Kalau tinggi lu sampai 170 baru boleh gantiin gw."katanya dengan kekehan. Keduanya tampak bercanda ditengah lapangan dan diam-diam seorang gadis tersenyum dengan wajah merona kearah salah satu dari pentolan SMA Garuda itu.

"Ciee, curi-curi pandang nieee..."goda seorang gadis dengan bando berwarna merah kepada gadis yang tengah merona itu.

Aluna menjadi gagap, "A-apanya yang curi pandang? Enggak, kok!"bantahnya dengan wajah semakin memerah.

Mira melebarkan senyum lalu menyikut gadis itu, "Lu gak bisa bohong sama gw Aluna. Gw tau, kok lu suka sama Alvaro. Iya, kan?"

Aluna melotot lalu refleks membungkam mulut Mira dengan kedua tangannya, wajah terlihat panik, "Jangan ngomong kenceng-kenceng, Mira!"katanya lalu melepas bungkamannya. "Inget, ini cuman rahasia dianatara kita berdua. Jangan sampe ada orang yang tau!"peringat Aluna dengan wajah serius.

Mira terkikik, "Iya, deh..."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ReminisensiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang